Modus Tekan Biaya Pembukaan Lahan

Ahad, 02 Agustus 2015 - 13:40 WIB

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membeberkan motif dan modus pembakaran hutan yang marak terjadi di Sumatera, khususnya di Provinsi Riau. Ternyata, sebanyak 99,9 persen kebakaran hutan dan lahan adalah perbuatan yang disengaja.
"Seharusnya tidak disebut kebakaran lahan, tapi pembakaran lahan," kata Sutopo di Jakarta, Selasa (28/7) lalu.
Berdasarkan temuan Polda Riau dan Bareskrim Polri, BNPB menyebutkan kebakaran hutan dan lahan terjadi akibat adanya pembakaran lahan pribadi dengan alasan ekonomi dan tidak dikontrol.
"Biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar hanya membutuhkan Rp 600-800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar butuh Rp 3,4 juta per hektare untuk membuka lahan," ujar Sutopo.
Tak hanya itu, modal yang harus dikeluarkan pemilik lahan untuk membayar orang membakar lahan pun tak seberapa mahal. Mereka hanya harus mengeluarkan Rp 500-700 ribu untuk membakar lahan dengan rata-rata seluas 10 hektare.
Sutopo mengatakan, semua modal yang dikeluarkan para pemilik lahan untuk membakar lahan itu tidak sebanding dengan kerugian yang disebabkan karenanya. Kerugian yang disebabkan karena kebakaran hutan pada Februari-April 2014 di Riau saja mencapai Rp 20 triliun.
"Kalau begitu, uang yang Rp 20 triliun bisa digunakan untuk membayar orang supaya tidak membakar lahan saja ya," kata Sutopo dengan nada bercanda.
Motif lainnya yang ditemukan dalam kasus pembakaran lahan ini yaitu pembakaran lahan biasanya dilakukan oleh kelompok yang terorganisir. Mereka bergabung dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru yang mudah dan murah. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan konflik antara penguasa dan pemerintah.
Sutopo juga mengatakan, perusahaan yang lahannya terbakar tidak mengakui bahwa mereka yang membakar lahan. Mereka juga mengaku tidak bisa menangani kebakaran di arealnya karena minimnya peralatan.
Motif lainnya dari fenomena pembakaran lahan ini, kata Sutopo, juga dilakukan karena ada hubungannya dengan pembalakkan liar dan pembukaan lahan untuk permukiman liar. "Biasanya pelakunya datang dari Sumatera Utara bukan Riau karena lahan di Sumut mahal," ujar Sutopo.
Selain mengungkapkan motif pembakaran lahan, Sutopo juga mengungkapkan modus pembakaran hutan dan lahan. Masih berdasarkan temuan dari Polda Riau dan Bareskrim Polri, areal yang dibakar biasanya jauh dari permukiman karena pada areal tersebut pengawasannya lemah.
"Pembakaran juga biasanya dilakukan saat musim kering dimulai dengan membakar ranting-ranting yang ada," kata Sutopo.
"Mereka biasanya membakarnya dengan potongan ban bekas seukuran pena yang dicelupkan ke minyak lalu dibakar dan dilempar. Setelah itu ditinggalkan," ujar Sutopo. Waktu membakar hutan dan lahan pun biasanya dilakukan pagi hingga sore hari.
Selain itu, Sutopo juga menyatakan, pembakaran lahan yang dilakukan oleh koperasi juga melibatkan kepala adat dan lurah di Riau. Dalam kerja sama tersebut, lurah bertindak mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) per 2 hektare untuk dua orang sesuai dengan jumlah orang dari daftar nama-nama anggota koperasi.
Peroleh Dana dari Donor
Pembakaran hutan dan lahan biasanya juga memeroleh dana dari donor. Mereka akan membuat proposal tentang perubahan iklim global, hutan, dan lingkungan sehingga mudah memeroleh dana dari donor.
Di Indonesia sendiri, kawasan langganan kebakaran hutan dan lahan tidak hanya terjadi di Riau. Setidaknya ada sembilan provinsi lainnya, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Berdasarkan pantauan Satelit Modis (Terra-Aqua) pada Selasa (28/7) pukul 07.00 WIB, terdapat 148 titik panas atau hotspot di Sumatera yaitu: Sumsel 55, Riau 45, Jambi 35, Babel 9, dan Lampung 4.
Sementara itu di Riau 45 hotspot ada di Bengkalis 9, Dumai 8, Meranti 1, Pelalawan 4, Kampar 4, Rohil 1, Rohul 2, Kuansing 3, Inhil 9, Inhu 4.
Untuk mengatasi hal tersebut, BNPB menyediakan dana sebesar Rp 385 miliar guna mendukung penanganan kebakaran hutan dan lahan sampai September 2015.
"Kalau nantinya sampai Desember masih dibutuhkan akan kami ambil dana siap pakai. Tahun ini dana siap pakai kami Rp 2,5 triliun tapi untuk menanggulangi bencana di seluruh Indonesia," kata Sutopo.
BNPB menyiapkan juga 10 helikopter water bombing yang terdiri dari 8 helikopter besar berkapasitas 4.500 liter dan 2 helikopter Bolco berpasitas 500 liter.
Helikopter tersebut sudah dikerahkan di beberapa titik kebakaran hutan dan lahan seperti Pekanbaru, Palembang, Riau, Sumatera Selatan maupun daerah lain di Sumatera dan Kalimantan.
BNPB  bersama BPPT juga menyiapkan 3 pesawat untuk melakukan Operasi Hujan Buatan melalui teknologi modifikasi cuaca. Selain itu, BNPB bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membangun sekat kanal.
Salah satunya di Kepulauan Meranti, Riau, sepanjang 90 kilometer. "Namun sampai sekarang pembangunan sekat kanal masih terkendala administasi di daerah," kata Sutopo.***

Editor:

Terkini

Terpopuler