Riaumandiri.co - Disdik Kota Pekanbaru menyiapkan anggaran sekitar Rp150 juta per bulan untuk membantu biaya pendidikan anak putus sekolah.
Anggaran tersebut bersumber dari zakat profesi guru yang dikelola Disdik Pekanbaru bersama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
"Zakat profesi ini, kita kan ada hampir Rp150 juta setiap bulan yang dikelola bersama Baznas. Ini mungkin bisa kita salurkan," ungkap Kepala Disdik Kota Pekanbaru Abdul Jamal, akhir pekan kemarin.
Penggunaan zakat profesi guru untuk membantu pendidikan anak putus sekolah itu hanya sementara. Sebab, ke depan, Walikota Pekanbaru, Agung Nugroho, bakal menyiapkan anggaran melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda).
"Ke depan, pak wali akan memasukan anggaran di Bosda. Kalau sekarang tahap awal, kita ada anggaran dari zakat profesi," ucap Jamal.
Untuk anak putus sekolah yang nantinya dibantu biaya pendidikan, akan didata terlebih dahulu bersama pihak kelurahan dan Posyandu.
Dijadwalkan, pendataan akan dimulai tanggal 28 Juli 2025 hingga 10 hari ke depan. Untuk itu, bagi orang tua anak yang putus sekolah diimbau supaya melapor atau mendaftar ke kantor kelurahan maupun Posyandu terdekat sesuai waktu yang ditentukan.
Nantinya, anak putus sekolah itu akan dimasukan kembali ke sekolah dengan biaya ditanggung Pemko Pekanbaru.
"Karena pak wali tidak menginginkan ada anak di Pekanbaru yang tidak bersekolah atau yang putus sekolah. Ini merupakan gebrakan baru dari pak wali," tutup Jamal.
Sebelumnya, Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, memang sudah resmi meluncurkan program Zero Putus Sekolah, Jumat (25/7).
Program Zero Putus Sekolah merupakan komitmen nyata Pemko Pekanbaru untuk membiayai pendidikan anak-anak yang selama ini tidak lagi mengenyam pendidikan formal akibat berbagai keterbatasan, baik ekonomi, sosial, maupun administratif. Program ini juga ditandai dengan peluncuran pendataan serentak oleh kader Posyandu sebagai garda terdepan.
Program itu juga bukan sekadar kebijakan formal, tetapi merupakan gerakan sosial massal yang menuntut keterlibatan langsung seluruh elemen masyarakat. Khususnya kader Posyandu yang memiliki kedekatan dan penguasaan terhadap kondisi warga di lingkungan masing-masing.
“Kenapa kami menggunakan kader Posyandu pada hari ini sebagai garda terdepan kami dalam menampung dan mencari anak-anak yang putus sekolah, karena kami tidak mau hanya diserahkan data-data saja oleh dinas pendidikan,” ujar Agung Nugroho dalam sambutannya.
Ia menegaskan, pendekatan langsung dari rumah ke rumah, jauh lebih efektif dalam menemukan kasus anak putus sekolah yang selama ini tidak terdata secara formal. Oleh karena itu, pendataan dilakukan tidak melalui instansi teknis semata, melainkan melalui pendekatan komunitas dan sosial berbasis lingkungan.
Dalam pelaksanaannya, program ini menyasar anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah pertama yang tidak lagi bersekolah dan belum pernah mengakses pendidikan formal akibat kondisi ekonomi atau keterbatasan dokumen administrasi.
Juga bagi anak-anak yang mengalami hambatan psikososial, seperti tekanan keluarga atau keterlambatan perkembangan. Anak yang disasar juga berasal dari keluarga rentan, termasuk anak yatim, piatu, atau yatim piatu yang tidak memiliki penanggung jawab pendidikan.