FPI Tunjukkan Surat Pemberitahuan Aksi 212, Polisi: Sampai Hari Ini Belum Ada

FPI Tunjukkan Surat Pemberitahuan Aksi 212, Polisi: Sampai Hari Ini Belum Ada

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan pihaknya belum menerima surat pemberitahuan terkait rencana aksi unjuk rasa bertajuk 'Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI'.

Aksi yang akan dilakukan kelompok Front Pembela Islam (FPI) itu sedianya akan digelar di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Jumat (21/2/2020) mendatang. Yusri memperkirakan surat tersebut mungkin baru akan dikirimkan FPI pada hari ini.

"Kalau pemberitahuan sampai hari ini belum. Mudah-mudahan hari ini masuk, karena biasanya H-2, H-3 setiap ada kegiatan baru masukan ke Polda Metro Jaya," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).


Kendati begitu, Yusri mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan korlap yang membenarkan akan digelar 'Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI'. Di sisi lain, Yusri juga menyampaikan pihaknya telah menyiapkan personel untuk mengamankan aksi tersebut.

"Tetapi acara ini tidak terlalu besar, persiapan keamanan Polda Metro dan Polres juga sudah kita siapkan. Ini cuma merupakan kegiatan biasa saja, tidak juga disebut kegiatan besar menurut korlap yang ada," katanya.

Baca Juga: FPI Tunjukkan Surat Pemberitahuan Aksi 212 Berantas Mega Korupsi

Sebelumnya, Front Pembela Islam (FPI) menunjukkan surat pemberitahuan kepolisian terkait 'Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI' yang akan digelar di depan Gedung DPR RI bersama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Sekretaris Umum FPI Munarman menuturkan alasan aksi unjuk rasa tersebut digelar lantaran banyak kasus mega korupsi yang merugikan negara dengan nilai yang besar masih mangkrak hingga membuat masyarakat kecewa.

Ia menilai penuntasan kasus mega korupsi itu lantaran para penegak hukum belum menunjukan keseriusannya dalam menuntaskan kasus korupsi.

"Diduga kuat mandeg dan mangkraknya penanganan kasus-kasus mega korupsi yang makin menggila tersebut karena melibatkan lingkaran pusat kekuasaan. Perilaku tersebut terjadi sebagai bagian dari modus korupsi mereka untuk pembiayaan politik guna meraih dan melanggengkan kekuasaan," kata Munarman lewat keterengan resmi yang diterima Suara.com, Selasa (4/2/2020).

Menurut Munarman, oknum pejabat publik yang diberi amanah untuk mensejahterakan rakyat justru kekinian berusaha saling melindungi antara satu dan pelaku mega korupsi lainnya.

Munarman pun lantas menyinggung soal kasus suap yang melibatkan eks Caleg DPR RI dari PDIP Harun Masiku kepada eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan yang dinilainya secara terang benderang merupakan bentuk persengkokolan jahat.

"Selain skandal KPU-Harun Masiku, sejumlah kasus mega korupsi yang hingga kini tidak jelas penanganannya antara lain, kasus yang menjerat Honggo selaku Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kerugian negara mencapai Rp35 triliun, kasus PT Jiwasraya yang merugikan Rp13 triliun, dan kasus PT Asabri dengan kerugian Rp10 triliun," katanya.



Tags Aksi 212