Korupsi Pengadaan Video Wall di Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru

Korupsi Pengadaan Video Wall di Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah mempersiapkan sejumlah opsi dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan video wall Dinas Komunikasi Informatika, Statistik (Diskominfotik) dan Persandian Kota Pekanbaru. Salah satunya dengan melakukan penyitaan terhadap unit video wall yang bermasalah tersebut.

Demikian diungkapkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi, Minggu (9/2/2020). Dikatakannya, upaya pemulihan kerugian keuangan negara itu akan dilakukan setelah pihaknya menetapkan tersangka dalam dugaan penyimpangan yang terjadi tahun 2017 lalu itu.

Sebelumnya, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara ini. Mereka masing-masing berinisial VH selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek yang dikerjakan tahun 2017 lalu itu, dan AMI yang merupakan Direktur CV Solusi Arya Prima. Perusahaan yang disebutkan terakhir adalah perusahaan penyedia barang.


Perbuatan para tersangka itu disinyalir telah menyebabkan kerugian keuangan daerah/negara sebesar Rp3.954.568.045. Untuk memulihkan hal itu, penyidik telah mempersiapkan sejumlah opsi. Termasuk menyita belasan unit video wall yang telah terpasang di Command Centre di Jalan Pepaya Pekanbaru.

Sementara opsi lainnya, kata Hilman, adalah dengan meminta pertanggungjawaban kepada pihak penyedia barang, dalam hal ini PT CV Solusi Arya Prima.

"Apakah nanti akan kita lakukan penyitaan secara persuasif, atau kita lakukan langkah lain yang bisa memulihkan kerugian keuangan negara. Ini yang masih kita pelajari," ujar Hilman Azazi kepada Haluan Riau –jaringan Haluan Media Group–.

Salah satu opsi itu dimungkinkan akan ditempuh penyidik. Langkah itu akan dilakukan sembari berjalannya proses penyidikan.

"Usaha ini akan kita lakukan ke depan, sekaligus kami juga akan memeriksa kedua tersangka itu sebagai tersangka. Karena sebelum penetapan tersangka, keduanya diperiksa sebagai saksi," sebut mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo, Jawa Timur (Jatim) itu.

"Karena diperiksa sebagai saksi kemarin, kita tidak bisa menyebutkan tentang hal demikian (kerugian keuangan negara,red) kemarin," sambungnya menutup.

Diketahui, dugaan rasuah terungkap setelah adanya kerusakan pada dua dari 15 unit monitor di video wall yang pengadaannya dilakukan dengan menggunakan APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran (TA) 2017 tersebut.

Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru pun menghubungi pabrikan layar monitor untuk memperbaiki monitor yang rusak itu.

Namun pabrikan atau distributor resmi tidak mau memperbaiki bagian yang rusak karena merasa tidak pernah mengirim.

Berdasarkan kejadian itu, Kejati pun melakukan penyelidikan dengan memeriksa sedikitnya 18 saksi, termasuk Firmansyah Eka Putra selaku pengguna anggaran. Saat itu, Eka menjabat selaku Pelaksana Tugas (Plt) Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru.

Penyelidikan itu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) dengan Nomor : PRINT-11/L.4/Fd.1/10/2019. Surat itu ditandatangani pada 30 Oktober 2019 oleh Kajati Riau kala itu, Uung Abdul Syakur.

Selain Eka, sejumlah pihaknya juga telah diklarifikasi. Di antaranya, HM Noer, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pekanbaru. Lalu, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pekanbaru Alek Kurniawan sekaligus Sekretaris TAPD Pekanbaru.

Selain dua nama yang disebutkan di atas, proses klarifikasi juga dilakukan terhadap Azmi. Dia adalah mantan Kepala Inspektorat Kota Pekanbaru.

Berikutnya, Asep Muhammad Ishak. Dia adalah Direktur CV Solusi Arya Prima, pihak swasta penyedia barang e-Catalog dalam kegiatan pengadaan video wall.

Berikutnya, dua orang aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Kominfotik dan Persandian Pekanbaru. Mereka adalah Siti Aminah dan Renny Mayasari. Kedua merupakan Kasubbag Keuangan/PPK di OPD tersebut.

Selain nama-nama yang disebutkan di atas, Jaksa turut meminta keterangan terhadap Vinsensius Hartanto selaku PPTK, Muhammad Azmi selaku Ketua Tim Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), dan Agusril yang merupakan Pejabat Pengadaan Barang Jasa/Pokja.

Pun, Endra Trinura selaku Sekretaris PPHP, dan Maisisco serta Febrino Hidayat juga telah menjalani proses yang sama. Dua nama yang disebutkan terakhir adalah anggota PPHP proyek tersebut.

Hingga akhirnya, penyidik menetapkan dua tersangka yang dinilai paling bertanggung jawab bersekongkol dalam melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Nama-nama yang diklarifikasi saat proses penyelidikan, diyakini juga telah diperiksa saat penyidikan perkara ini.

Adapun modus operandi kedua tersangka, yakni melakukan pengadaan tetap dengan menggunakan katalog elektronik. Akan tetapi, faktanya pengadaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di katalog elektronik. 

VH kemudian bersekongkol dengan AMI untuk mengadakan monitor tanpa melalui jalur pabrikan resmi atau secara ilegal. Peralatan elektronik itu tidak memiliki dokumen resmi termasuk garansi.

Keduanya dijerat dengan dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 

Serta dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Dari informasi yang dihimpun, pengadaan video wall itu bertujuan untuk mengusung visi Kota Pekanbaru sebagai Smart City. Anggaran dialokasikan dalan APBD Pekanbaru 2017 sebesar Rp4.448.505.418.



Tags Korupsi