Kasus Proyek PLTU Riau-1, Eks Dirut PLN Sofyan Basir Dituntut 5 Tahun Penjara

Kasus Proyek PLTU Riau-1, Eks Dirut PLN Sofyan Basir Dituntut 5 Tahun Penjara

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Eks Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sofyan diyakini jaksa bersalah karena memfasilitasi pemberian suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo kepada mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Mensos Idrus Marham.

"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Sofyan Basir terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Senin (7/10/2019).

Jaksa mengatakan Sofyan terlibat dalam kasus dugaan suap berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd. Sofyan disebut mengetahui rangkaian proyek ini.


Jaksa menyebut Sofyan terlibat sejak Sofyan menyanggupi pertemuan dengan Setya Novanto, Eni Maulani, dan Johannes Kotjo. Jaksa mengatakan saat itu Kotjo meminta bantuan Novanto untuk memebantu Kotjo mendapat proyek PLTU Riau-1 yang merupakan proyek PT PLN Persero.

Kemudian, Novanto memerintahkan Eni untuk mengawal Kotjo dan membantu Kotjo agar bisa bertemu dengan Sofyan. Novanto kata jaksa mengatur jadwal dan Sofyan menyanggupi pertemuan yang membahas proyek PLTU Riau-1 itu.

Pertemuan terjadi karena permintaan Kotjo yang ingin bertemu dengan Sofyan karena surat permohonan Kotjo untuk mendapat proyek PLTU tidak ditanggapi oleh pihak PLN. Kotjo juga menjanjikan sejumlah fee untuk beberapa orang yang terlibat dalam proyek PLTU.

"Bahwa karena surat tersebut tidak ditanggapi, Johannes Kotjo mencari cara agar mendapat sesuai rencananya itu, kemudian Kotjo menemui Setya Novanto agar membantunya mendapat proyek, serta memfasilitasi kepentingan Kotjo terhadap terdakwa yang mana akhirnya Kotjo menjanjikan memberi fee, untuk dapat proyek MT Riau 1," katanya.

Jaksa juga mengatakan dalam pertemuan Sofyan dengan Kotjo-Eni-Novanto, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan. Jaksa mengatakan saat itu Sofyan memberi arahan agar Kotjo lebih baik mengambil proyek di luar Jawa dalam hal ini Riau, dengan alasan proyek di Jawa sudah ada yang tangani proyeknya.

"Setya Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada terdakwa untuk diberikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo. Dalam pertemuan itu, terdakwa menyampaikan kepada Kotjo agar ikut proyek Riau saja dengan kalimat, 'Ya sudah kami di Riau aja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas', yang kemudian disanggupi oleh Johanes Budisutrisno Kotjo," jelas jaksa.

Singkat cerita, saat Novanto tersandung proyek e-KTP, Eni melaporkan kelanjutan proyek PLTU Riau-1 ini kepada Idrus Marham yang merupkaan Sekjen Golkar. Jaksa juga menjelaskan Idrus kerap meminta Eni agar mencari dana untuk Munaslub Golkar kepada Kotjo.

Jaksa berkesimpulan dengan mengetahui rencana Eni yang membantu Kotjo agar mendapat proyek PLTU Riau-1 guna mencari dana kepentingan Partai Golkar dapat diartikan bahwa Sofyan berperan membantu Eni dalam menerima suap. Sofyan juga diyakini jaksa mengetahui pemberian suap Kotjo kepada Eni.

"Oleh karenanya melalui uraian di atas, terdakwa nampak memahami Eni dan Idrus menginginkan segera ada kesepakatan terjadi proyek PLTU Riau 1, karena Eni Saragih dan Idrus Marham ingin mencari dana Munaslub Golkar," ucap jaksa.

"Lebih lanjut terdakwa memahami Eni diberikan suap oleh Johannes Kotjo. Bahwa kesimpulan ini sudah sesuai dengan saksi ahli, jadi ada kesadaran diri dari dia apa yang dilakukannya mempermudah kejahatan," sambung jaksa.

Jaksa juga mengungkap Sofyan pernah memerintahkan Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati dan Iwan Supangkat agar mencantumkan proyek PLTU Riau-1 di proyek PT PLN Persero hingga 2026. Karena ini, jaksa meyakini Sofyan memberikan kesempatan ke Kotjo untuk mendapat proyek ini.

"Maka dapat disimpulkan terdakwa sebagai Direktur PT PLN Persero telah membantu Eni Saragih dan Idrus Marham agar mendapat suap dari Johanes B Kotjo. Jika tanpa pembantuan terdakwa maka keinginan Kotjo tidak akan terlaksana. Lebih lanjut setelah terdakwa membantu Eni dan Idrus mendapat Rp 4,75 miliar. Dengan begitu maka Pasal 56 KUHP telah terbukti secara hukum," tutur jaksa.

Atas perkara ini, jaksa meyakini Sofyan melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 Ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.



Tags Korupsi