Jelang Pemilu, KPK Gagalkan Amplop 'Serangan Fajar' Berisi Rp8 Miliar

Jelang Pemilu, KPK Gagalkan Amplop 'Serangan Fajar' Berisi Rp8 Miliar

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Bowo Sidik Pangarso hanya menunduk ketika digiring penyidik ke mobil tahanan. Gegara tindak tanduk menerima rasuah, anggota DPR itu kemungkinan besar gagal mencicipi lagi rasanya menjadi anggota Dewan.

Politikus Partai Golkar itu memang kembali mengadu peruntungan menjadi wakil rakyat di Senayan dari daerah pemilihan atau Dapil Jawa Tengah II yang meliputi Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Demak. Namun Bowo kini harus meringkuk di rumah tahanan (rutan) KPK karena terjaring operasi tangan tangan (OTT).

"Anggota DPR RI yang juga mencalonkan diri di daerah pemilihan Jawa Tengah II pada Pemilu 2019 justru terlibat korupsi," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengenai sosok Bowo dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2019) malam.


Bowo ditangkap KPK karena menerima suap dari seorang bernama Asty Winasti, yang merupakan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Pada saat OTT, tim KPK mendapati seorang bernama Indung, yang merupakan orang kepercayaan Bowo, membawa uang Rp89,4 juta yang diterimanya dari Asty.

Rupanya uang itu bukanlah yang pertama kali diterima Bowo melalui Indung. KPK mencatat ada enam kali pemberian dari Asty sebelumnya yang jumlahnya Rp221 juta dan USD 85.130. Total pemberian pertama hingga keenam itu diperkirakan setara Rp1,5 miliar.

Duit itu diterima Bowo atas bantuannya terhadap PT HTK mendapatkan kerja sama dengan BUMN, yaitu PT Pupuk Indonesia Logistik atau Pilog. Sebab, sebelumnya PT HTK menyewakan kapal pada PT Pilog untuk distribusi pupuk, namun kerja sama itu dihentikan. Atas bantuan Bowo, PT HTK kembali mendapatkan kesepakatan dengan PT Pilog.

"BSP (Bowo Sidik Pangarso) diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkutan yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton," sambung Basaria.

Yang lebih mengejutkan, Bowo rupanya sudah mengumpulkan uang yang diduga gratifikasi dari banyak pihak selain dari PT HTK yang jumlahnya kurang-lebih Rp6,5 miliar. Uang dari PT HTK dan gratifikasi itu totalnya Rp8 miliar.

KPK menemukan uang Rp8 miliar itu di suatu lokasi kantor yang bentuknya sudah rapi di dalam 400 ribu amplop dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu. Ribuan amplop itu tertata rapi di dalam tumpukan 84 kotak kardus.

Untuk apa duit itu dipecah Bowo menjadi puluhan ribu rupiah?

"Diduga (Bowo) telah mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan terkait jabatan yang dipersiapkan untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019," ujar Basaria.

Istilah serangan fajar kerap disematkan pada tindakan bagi-bagi uang dari peserta pemilu pada pemilik hak pilih untuk mempengaruhi pilihannya dalam pemilu. Cara curang seperti itu dilarang dalam aturan pemilu.

"KPK kembali mengajak masyarakat untuk mengingat dan memahami slogan pilih yang jujur sebagai sikap yang harus kita ambil dalam Pemilu 2019 ini," ujar Basaria kemudian.

Pada akhirnya Bowo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Di satu sisi karier politiknya tuntas lantaran posisinya pada kepengurusan partai berlambang pohon beringin itu juga kandas. 

Golkar memutuskan memecat Bowo dari jabatan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, serta termasuk mengganti Bowo dari keanggotaannya sebagai wakil rakyat di DPR.

"Untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan guna menyelesaikan masalah pribadinya," ucap Sekjen Partai Golkar Lodewijk Paulus mengenai alasan pemecatan Bowo itu dalam kesempatan sebelum konferensi pers KPK itu.