Fraksi PPP MPR Pernah Wacanakan Masa Jabatan Presiden 8 Tahun

Fraksi PPP MPR Pernah Wacanakan Masa Jabatan Presiden 8 Tahun

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PPP di MPR Syaifullah Tamliha mengungkapkan bahwa fraksinya pernah mewacanakan atau pemikiran internal agar masa jabatan presiden selama 8 tahun dan tidak boleh menjadi calon lagi pada periode berikutnya.

"Ada pemikiran di internal kami bahwa bagaimana pemilihan presiden ini jabatannya tidak lagi 2 kali, tapi sekali, dan lamanya 8 tahun dan dia tidak boleh menjadi calon, agar program itu tuntas," ungkap Syaifullah Tamhila dalam diskusi 'Isu SARA dalam Pilpres Hancurkan Kebhinnekaan', di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Karena menurut dia, dengan masa jabatan presiden 5 tahun, tidak bisa berjalan efektif dalam menjalankan program kerja yang dibuat presiden. Sebab, 2 tahun sebelum pemilihan presiden (Pilpres), sudah disibukkan persiapan pilpres berikutnya. Sudah berdebat apakah PT 20 % atau kah tidak, berdebat panjang. Padahal Jokowi baru 3 tahun, programnya belum jalan semua.


"Saya tidak membela bapak Jokowi, tetapi kalau diberikan kesempatan 8 tahun, dia menuntaskan sehingga tidak ada lagi tudingan-tudingan yang yang tidak-tidak seperti saat ini. Mungkin itu isinya, bagaimana presiden akan datang setelah 8 tahun itu," ujarnya.

Dengan masa jabatan presiden 8 tahun kata dia, juga bisa menghemat uang negara yang digunakan untuk pilpres. 

"Kalau 5 tahun ya seperti sekarang ini, habis uang negara untuk urusan calon presiden dan anggota DPR saja," jelasnya.

Begitu juga dengan pemilihan legislatif, dia mencontohkan di Amerika bahwa tidak semua anggota DPR diganti dalam pileg. Ada 20 persen yang tinggal atau tidak dipilih lagi. Hanya 80 persen saja yang dipilih baru.

Menurut dia lagi, dengan masa jabatan presiden 5 tahun dan pemilihan ulang semua anggota DPR, juga mempengaruhi proses legislasi. Jika pembahasan RUU tidak tuntas dalam satu periode maka pada periode berikutnya dimulai lagi dari nol.

"Seperti RUU Penyiaran. Saya sudah 2 kali di Komisi I , RUU Penyiaran tarik ulur antara Baleg dan Komisi I dan kita berharap itu disahkan. Tetapi kalau tak disahkan sekarang diajukan lagi dari pemerintah yang harus dimulai dari zero lagi dan bukan otomatis dilanjutkan," jelasnya. 

Reporter: Syafril Amir