SBY Ungkap Ketidaknetralan Oknum Polri pada Pilkada 2018, Termasuk di Riau

SBY Ungkap Ketidaknetralan Oknum Polri pada Pilkada 2018, Termasuk di Riau

RIAUMANDIRI.CO, BOGOR - Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara tegas kembali mengingatkan agar pemerintah, Badan Intelejen Negara (BIN), Polri dan TNI untuk tetap netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018.

Pernyataan yang disampaikannya berkali-kali ini bukan tanpa alasan. Menurut mantan Presiden RI ke-6 ini, ketidaknetralan yang dilakukan oleh oknum di lingkungan pemerintah, Polri dan TNI nyata adanya.

"Ada kejadiannya bukan hoax, sekali lagi nih oknum namanya organisasi Badan Intelijen Negara (BIN) Polri dan TNI itu baik. Saya hampir 30 tahun di wilayah itu. Kalau ada kesalahan, tidak ada prajurit yang salah, tidak ada anggota yang salah. Yang salah adalah petinggi- petingginya yang keblinger," kata SBY, di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/6/2018).


Salah satu contoh ketidaknetralan tersebut, lanjut SBY, ada Pilkada Jakarta 2017 lalu. Kala itu, calon wakil gubernur Jakarta yang berpasangan dengan Agus Harmurti Yudhoyono (AHY), Silviana Murini berserta suaminya berkali-kali dipanggil kepolisian.

"Kalau pernyataan saya membuat BIN, Polri, TNI merasa tidak nyaman dan Intelijen Negara (BIN) Polri dan TNI itu baik," ujar SBY.

Salah satu contoh ketidaknetralan tersebut, lanjut SBY, ada Pilkada Jakarta 2017 lalu. Kala itu, calon wakil gubernur Jakarta yang berpasangan dengan Agus Harmurti Yudhoyono (AHY), Silviana Murini berserta suaminya berkali-kali dipanggil kepolisian.

"Kalau pernyataan saya membuat BIN, Polri, TNI merasa tidak nyaman dan ingin menciduk saya, silahkan. Mengapa saya sampaikan agar BIN, Polri dan TNI netral? Ada dasarnya, ada kejadiannya di Pilkada Jakarta, baru sekarang saya bicara. Selama kampanye, Bu Silviana rutin dipanggil pihak kepolisian. Suaminya juga, bayangkan!," paparnya.

Tidak sampai di situ, SBY melanjutkan dugaan ketidaknetralan juga terjadi pada Pilgub Papua. Menurutnya calon gubernur Papua yang Demokrat usung, Lukas Enembe diminta oleh petinggi Polri dan BIN untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya.

"Seorang gubernur kebetulan ketua Demokrat Papua diminta menerima seorang jenderal polisi jadi wakilnya, cawagub dan memenangkan partai tertentu dan bukan Demokrat. Saya kira keterlaluan," tuturnya.

SBY menambahkan, tidak netralnya oknum Polri juga terjadi dalam Pilgub Kalimantan Timur. Ia menyatakan bahwa calon yang diusung partainya hampir tak bisa maju karena diperkarakan oleh polisi karena menolak permintaan calon wakil gubernur dari kepolisian.

"Di Jatim saya mendengar langsung dari pasangan kita, ada serikat pekerja menyampaikan dukungan beberapa saat kemudian dipanggil para deklaratornya oleh kepolisian setempat yang bersangkutan akan berkunjung ke suatu pabrik di wilayah Jawa Timur Park Mall sesaat karena menurut laporan yang punya (mall) ditelepon oleh pihak kepolisian," beber SBY.

Kemudian di Riau, seorang petinggi TNI diminta oleh petinggi BIN memenangkan pasangan tertentu. Terakhir, di Jawa Barat rumah dinas mantan wakil gubernur Jawa Barat dibedah oleh pejabat gubernur.

"Di Maluku juga kejadian. Semua sudah mengikuti mendengarkan di Jawa Barat yang baru saja saya dengar, apa harus rumah dinas mantan wakil gubernur harus dibedah diperiksa pimpinan penjabat gubernur atau tidak salah sekarang merembet ke tempatnya calon wakil gubernur? Mengapa hanya pasangan ini mengapa pasangan yang lain tidak dilakukan karena sebagian mereka juga anggota legislatif sebelumnya. Ini sebagian kecil yang rakyat ketahui," ungkapnya.

Untuk itu, SBY terus meminta dan berharap agar para pemerintah, BIN, Polri dan TNI untuk tetap menjaga kenetralan dalam menghadapi Pilkada Serentak yang akan digelar pada 27 Juni 2018 mendatang.

"Saya mohon dengan segala kerendahan hati, netral lah negara, netral lah pemerintah, netral lah BIN, netralnya Polri dan netral lah TNI. Saya juga berharap rakyat kita berani untuk menolak semua tindak kecurangan termasuk ketidaknetralan biarlah rakyat menggunakan haknya kedaulatan memilih siapa pun yang disukai yang diyakini bisa memimpin," tutup SBY.


Editor: Nandra F Piliang
Sumber: Okezone