KPK Atensi Kasus Kredit Fiktif BNI 46 Pekanbaru

KPK Atensi Kasus Kredit Fiktif BNI 46 Pekanbaru
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Salah satu perkara di Riau yang mendapat atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kasus dugaan kredit fiktif di BNI 46 ke PT Barito Riau Jaya (BRJ) sebesar Rp40 miliar. Perkara yang disidik Polda itu diketahui terdapat tersangka baru.
 
Dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp37 miliar ini, enam tersangka yang telah divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.
 
Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.
 
Tidak sampai di situ, Penyidik masih mengembangkan perkara tersebut. Pengembangan itulah yang disupervisi KPK. Hal itu sebagaimana diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan, Selasa (1/5).
 
"Iya, benar ada kasusnya diasistensi oleh KPK," ungkap Gidion.
 
Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).
 
Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyidikan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada.
 
Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.
 
"Ada pengembangan tersangka baru. Ini kasus lama. Ada tersangka lain yang sedang disidik," imbuh Gidion tanpa menyebut identitas tersangka baru tersebut.
 
Sementara data dihimpun, dalam pengembangan perkara ini, terdapat dua tersangka lainnya. Mereka adalah Dewi Farni Djafaar dan Tengku Darmizon. Meski begitu, penanganan perkara keduanya terkesan jalan di tempat.
 
Belum adanya izin dari Majelis Kehormatan Kenotariatan (MKN) menjadi dalih penyidik belum melanjutkan proses penyidikan. Adanya izin dari MKN itu diperlukan untuk memeriksa Dewi Farni Djaafar yang berprofesi sebagai notaris.
 
"Kita sudah bersurat ke MKN, tapi belum ada jawaban resmi untuk memberikan izin memeriksa tersangka DFD (Dewi Farni Djaafar)," ungkap Kombes Pol Guntur Aryo Tejo kala masih menjabat Kabid Humas Polda Riau, 21 Februari lalu.
 
Adanya keterangan tersangka Dewi Farni Djaafar diperlukan untuk melengkapi berkas perkara. Hal inilah yang membuat proses penyidikan tidak memiliki kepastian hukum. ''Kendalanya, memang karena surat dari MKN belum keluar. Itu yang sedang kita tunggu,'' lanjut Guntur.
 
Sementara terhadap tersangka lainnya, Tengku Darmizon yang merupakan mantan pegawai Badan Pertahanan Nasional (BPN), Guntur mengatakan proses penyidikan dilakukan bersamaan dengan tersangka Dewi Farni.
 
''Kalau kita paksakan limpahkan berkasnya, pastinya nanti juga dikembalikan. Hal itu karena pemeriksaan terhadap notaris (Dewi Farni Djaafar) belum dilakukan,'' pungkas Guntur.
 
Selain perkara itu, ada lima perkara lagi yang mendapat atensi KPK. Perkara itulah diketahui ditangani sejumlah Penyidik Polres di Riau.
 
Seperti dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan terhadap program kegiatan rehabilitasi kawasan hutan lindung Bukit Suligi Blok A seluas 250 hektar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran (TA) 2010 yang ditangani oleh penyidik dari Polres Rokan Hulu (Rohul).
 
Berikutnya, dugaan korupsi pengelolaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Kampung Jati Mulya yang dilakukan oleh Penghulu Kampung Kabupaten Kerinci Kanan Kabupaten Siak TA 2015 yang ditangani oleh penyidik Polres Siak.
 
Lalu, dugaan korupsi pada pembangunan resetlement di Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako yang dikerjakan oleh CV Karya Indah berasal dari APBD Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) TA 2014. Perkara ini ditangani penyidik dari Polres Rohil.
 
Kemudian, dugaan korupsi dalam kegiatan pematangan lokasi pembangunan kantor dan rumah dinas Kecamatan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuansing pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kabupaten Kuansing TA 2013, yang ditangani oleh penyidik dari Polres Kuansing.
 
Terakhir, dugaan korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan terhadap dana APBN-DPI PD TA 2010 untuk pekerjaan pembangunan Jalan Bangkinang menuju Ranah Singkuang Kecamatan Kampar, ditangani oleh Penyidik Polres Kampar.
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang