KLHK Pastikan Bakal Jerat Johannes Sitorus Atas Kasus Perambahan Kawasan TNTN

KLHK Pastikan Bakal Jerat Johannes Sitorus Atas Kasus Perambahan Kawasan TNTN
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik dari Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan akan menjerat Johannes Sitorus dalam kasus perambahan kawasan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Penyidik juga menegaskan tidak sulit mencari bukti baru untuk menyeret kembali Direktur Sinar Siak Dian Permai (SSDP) itu.
 
Johannes merupakan pihak pemohon penerbitan sertifikat lahan seluas 551 hektar yang terdiri dari 217 persil berkas sertifikat di kawasan hutan TNTN. Atas hal itu, Johannes pernah diseret ke meja hijau atas dakwaan perambahan kawasan hutan yang terletak di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
 
Perkara yang menjerat Johannes tersebut, mulai diperiksa oleh Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Riau sejak 2004 silam. Bahkan kasus itu sempat mengendap bahkan pernah di hentikan oleh penyidik. Namun, penyidikan perkaranya kembali dilanjutkan beberapa tahun setelahnya dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (sprindik) baru.
 
Johannes dilimpahkan pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar untuk dilakukan penuntutan pada 14 Maret 2017 lalu dan terhadapnya dilakukan penahanan.
 
Perkara berjalan cepat, hanya dalam waktu 36 hari, Johannes Sitorus kembali menghirup udara segar setelah Ketua Majelis Hakim, M Arif Nuryanta yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang membebaskannya melalui putusan sela pada sidang yang digelar pada Selasa (18/4/2017).
 
Dikatakan, Kepala Seksi (Kasi) Wilayah II Balai Sumatera Pengamanan dan Penegakan Hukum KLHK, Eduwar Hutapea, pihaknya meyakini Johannes Sitorus bersalah dalam tindak pidana perambahan hutan. Meski saat ini, yang bersangkutan lolos dari jeratan hukum, pihaknya masih berupaya mencari bukti baru untuk menjerat Johannes Sitorus.
 
"Bukti baru sebenarnya untuk kita tidak terlalu susah. Karena existing itu, usaha kan berjalan terus hingga hari ini. Entry point bagi kita adalah status dari kawasan itu," ungkap Eduwar kepada Riaumandiri.co, Minggu (22/4/2018).
 
Terkait upaya pengusutan kembali perkara itu, kata Eduwar, pihaknya masih menunggu keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah dari pengadilan. Menurutnya, saat ini perkara tersebut masih bergulir di Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. 
 
"Terkait putusan sela kemarin, (Jaksa) Kejati (Riau) mengajukan banding. Nah ini sekarang sedang berproses. Kita tunggu dulu itu keabsahannya, baru kita masuk," sebut Eduwar.
 
"Karena gini, kalau kita masuk sekarang nanti menggantung lagi. Undang-undang (UU) Nomor 18 (tentang Perkebunan) itu time limitnya ada. Nanti kena lagi kita. Jadi, kita tunggu dulu itu. Tapi kalo soal bukti bagi kita tidak susah," sambungnya menegaskan.
 
Sebelumnya, pihak Kejaksaan pernah mengatakan mereka mengajukan perlawanan ke PT Pekanbaru terkait putusan sela PN Bangkinang yang membebaskan Johannes Sitorus. Hasilnya, PT Pekanbaru menguatkan putusan lembaga peradilan tingkat pertama.
 
Menanggapi hal ini, Eduwar menegaskan perkara ini belum inkrah. "Tapi masih ada upaya perlawanan hukum itu. Belum inkrah itu. Belum menjadi keputusan yang inkrah yang bisa kita pedomani. Sabar dulu, kita menunggu itu. Yang jelas itu harus kita proses," pungkaw Eduwar Hutapea.
 
Dalam perkara terkait, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan sertifikat di atas lahan hutan TNTN. Dalam perjalanan perkaranya, Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau telah menetapkan 6 pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar kala itu sebagai pesakitan. 
 
Mereka adalah Zaiful Yusri yang merupakan mantan Kepala BPN Kampar. Selanjutnya, Hisbu Nazar, selaku Ketua Panitia A, dan Abdur Rajab selaku Sekretaris Panitia A, serta Sugiarto, Edi Erisman dan Rusman Yatim, yang masing-masing selaku anggota Panitia A.
 
Tidak adanya nama Johannes Sitorus dalam perkara yang bergulir di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru itu, diterangkan Kasi Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, baru-baru ini.
 
Menurut Muspidauan, dalam ketentuan hukum, seseorang tidak bisa dijerat lebih dari satu kali atas satu perbuatan yang sudah keputusannya, baik menghukum atau membebaskannya. "Ini namanya asas Ne bis in idem. Asas ini berlaku secara umum untuk semua ranah hukum," sebut Muspidauan.
 
Dalam perkara yang menjerat Johannes Sitorus, Muspidauan mengatakan sebelumnya telah ditangani PPNS KLHK. "Itu kan dik (penyidikan,red) KLHK. Tak mungkin Pidsus (Kejati Riau) mengambil," kata Muspidauan.
 
"Untuk objek yang sama, tak mungkin dijerat dua kali. Kalau ada Pidana Umumnya, itu aja yang berlaku," sambungnya menegaskan.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto