Diduga Buat dan Gunakan Data Palsu, Direktur PT PSPI Dilaporkan Warga Kampar

Diduga Buat dan Gunakan Data Palsu, Direktur PT PSPI Dilaporkan Warga Kampar
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sengketa antara Datuk Rajo Melayu dan anak kemenakan dengan PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) atas lahan di Kampung Pertemuan Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kampar, berbuntut panjang. Hal ini setelah masyarakat melaporkan Direktur PT PSPI, berinisial FM, ke pihak kepolisian.
 
FM diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan/membuat data palsu, dan menggunakannya untuk menerbitkan peta kerjasama yang koordinatnya tidak sesuai dengan ditunjuk warga. Laporan dibuat perwakilan warga, Sudirman ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Riau, Sabtu (27/1) kemarin.
 
Dari informasi yang dihimpun, konflik ini bermula dari protes Datuk Rajo Melayu yang tanah ulayatnya seluas 1.561 hektare diduga dirampas perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut dengan menanami pohon akasia. Pada 12 Juni 2015 lalu, PT PSPI menyerahkan 1.000 hektare kepada Datuk Rajo Melayu dan anak kemenakannya yang diikat perjanjian.
 
Kesepakatan itu kembali dipersoalkan karena tidak terealisasi sebagaimana diatur dalam perjanjian. Terlapor diduga menetapkan titik batas tanpa dilakukan penetapan terutama terkait titik batas lahan yang disepakati oleh para pihak, termasuk pelapor anak kemenakan. Setelah beberapa kali diminta dilakukan peninjauan kembali kepada perusahaan, namun tidak pernah diindahkan.
 
Kemudian 9 Januari 2018, pelapor menjadwalkan dengan perusahaan bersama melakukan peninjauan kembali terhadap titik batas objek kesepakatan kerjasama, namun perusahaan tidak hadir dengan alasan tidak jelas. Kemudian pelapor bersama anak kemenakan ambil titik batas pada bagian timur ke barat.
 
"Yang diduga palsu adalah titik batas dalam peta lampiran, objek nota kesepakatan kerjasama yang tidak sesuai dengan titik batas yang ada di lapangan," ujar Pelapor Sudirman Datuk Gindo Sepado yang didampingi sejumlah anak kemenakan saat ditemui di Polda Riau.
 
Akibat tidak ada titik batas tersebut, pelapor menduga ada kelebihan luasan lahan, yang harusnya bisa dikelola masyarakat namun tidak dapat dikelola. Ditambah lagi adanya objek lahan seluas 561 hektar, yang sudah menjadi objek kesepakatan mediasi, tidak memiliki titik batas yang definitif.
 
Menurut Hotland Simanjuntak selaku Penasehat Hukum Datuk Rajo Melayu, pihaknya berharap adanya peninjauan kembali terhadap titik batas. "Sehingga dapat melakukan batas definitif dalam bentuk parit gajah, sehingga ada jaminan dan kepastian bagi masyarakat ulayat Datuk Rajo Melayu selaku pucuk adat dan anak kemenakan," harap Hotland.
 
Dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, membenarkan adanya laporan tersebut. "Laporannya terkait dugaan pemalsuan/membuat data palsu dan menggunakannya sebagaimana Pasal 263 dan atau Pasal 266 KUHPidana. Laporan ini disampaikan pada Sabtu pekan kemarin," ungkap Guntur, Minggu (28/1).
 
Terkait hal itu, kata Guntur, pihaknya akan menelaah laporan tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintaiketerangan. "Untuk pelapor sudah dimintaiketerangan saat membuat laporan," imbuh Guntur.
 
Sebelumnya, perwakilan Datuk Rajo Melayu mencari keadilan atas sengketa dengan PT PSPI. Masyarakat meminta perlindungan hukum dengan mengirimkan surat tembusan atas permintaan pemetaan ulang, ke Kapolda Riau beberapa waktu lalu.
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang