PH Nilai Saksi Pelapor Basko Tidak Paham Duduk Perkara

PH Nilai Saksi Pelapor Basko Tidak Paham Duduk Perkara
PADANG (RIAUMANDIRI.CO)-Tri Septa Riza, saksi pelapor perkara pemalsuan surat yang didakwakan kepada H Basrizal Koto, mengaku banyak tidak tahu dan tidak ingat perihal materi yang dilaporkannya ke Polda Sumbar tahun 2011 lalu.
 
Tampil sebagai saksi pertama yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perkara pemalsuan surat di Pengadilan Negeri Padang, Kamis (13/7), Tri Septa yang pernah menjabat sebagai Manajer Aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre Sumbar tahun 2011-2014, berkali-kali menyatakan “tidak tahu”, “lupa”, “kira-kira” atau “mungkin” ketika menjawab sejumlah pertanyaan jaksa, penasehat hukum (PH) dan hakim.
 
“Jika saudara saksi tidak tahu dan tidak paham dengan apa yang Saudara laporkan, lalu mengapa saudara menyatakan terdakwa Basrizal Koto membuat surat palsu, memalsukan surat dan atau menggunakan surat palsu serta penggelapan tanah negara PT KAI serta pengrusakan? Ini pernyataan saudara dalam berita acara pemeriksaan polisi, lho?” kata Dr H Fachmi, SH,MH, Penasehat Hukum (PH) Basrizal Koto, mempertanyakan keterangan saksi yang tertuang dalam BAP.
 
“Awalnya saya tidak tahu ada tindakan pemalsuan itu. Sebelum memberikan keterangan kepada polisi, saya terlebih dulu diberi tahu oleh penyidik tentang adanya pemalsuan yang dilakukan terdakwa,” ujar Tri Septa.
 
“Jadi keterangan Saudara yang tertuang di BAP ini adalah hasil diskusi Saudara dengan penyidik?” kata Fachmi mengejar.
“Ya seperti itulah,” ujar Tri Septa.
 
Dalam sidang pemeriksaan saksi yang dipimpin Hakim Sutedjo dengan anggota Agnes dan R Ari Muladi, Tri Septa, karyawan PT KAI yang kini berkantor di Jakarta ini, juga tidak bisa menjelaskan secara pasti letak objek perkara yang dipalsukan suratnya itu.   
 
Menjawab pertanyaan Jaksa, Tri Septa menjelaskan, pada 1994 telah terjadi kesepakatan sewa-menyewa antara PT KAI dengan PT Basko Minang Plaza (BMP) dengan direktur utama Basrizal Koto.
 
“Pada 1994 itu yang mewakili PT KAI saat itu Asmedi Asrin, dan yang mewakili PT Basko ya terdakwa sendiri. Saat itu dibuat perjanjian tertulis, tapi tidak ada akta notaris.Luas dan nilai sewa tanah yang disewa saya lupa, tapi ada sekitar 2300-an meter” kata Tri Septa.
 
Selanjutnya, Tri Septa mengatakan bahwa perjanjian sewa menyewa diperbaharui pada 1997 dengan luas tanah sedikit lebih kecil dibanding sebelumnya. Saat itu, pihak KAI diwakili Amrin Purnomo dan pihak PT BMP tetap diwakili Basrizal Koto selaku Direktur Utama . Perjanian tersebut berlaku untuk 3 tahun hingga 2001.
 
Setelah 2001, lanjut Tri, perjanjian sewa kembali diperbaharui hingga 2004. Dalam rentang waktu tersebut, tidak ada masalah yang terjadi antara kedua belah pihak. Tri Septa menyebutkan, objek yang disewakan kepada PT BMP itu terletak di belakang bangunan Basko Grand Mall dan Hotel saat ini, tapi Tri Septa tidak dapat memastikan objek tersebut lebih rinci.
 
Setelah 2004, Tri menyebutkan pihak PT BMP tidak memperbaharui kesepatakan sewa menyewa lagi. Hingga pada 2005, pihak PT KAI diakuinya telah menyurati Basko untuk mengingatkan persoalan sewa menyewa, serta peringatan soal pendirian bangunan oleh PT BMP di luar ketentuan sewa-menyewa.
 
“Total ada 13 kali kami surati, dan ada dua kali pihak tersangka membalas. Balasan pertama itu, tahunnya saya lupa, pihak Basko menerangkan bahwa tanah PT KAI yang kami sewa, yang ditempati warga, sudah dibebaskan,” katanya lagi.
 
Menanggapi penjelasan ini, majelis hakim meminta Tri Septa menunjukkan surat-surat yang dimaksud, tapi saksi mengaku mengetahui hal itu dari dokumen-dokumen yang pernah ia lihat. Sebab, ia baru bekerja di PT KAI Divre Sumbar pada 2011.
 
Ketika ditanyai pengetahuan soal asal muasal adanya surat palsu yang kemudian ia laporkan ke pihak kepolisian, Tri Septa mengaku mengetahui surat palsu setelah mengurus laporan di kantor polisi, terkait dugaan pengrusakan dan penyerobotan lahan oleh pihak Basko pada tanggal 2 November 2011.
 
“Kami tahu ada surat palsu itu di penyidikan polisi. Saya lihatnya di salinan sertifikat dalam bundelan sebelum dibuat BAP. Saat itu saya tanya juga, kok bisa tanah KAI disertifikatkan, penyidik menanyakannya pada BPN, yang kemudian memperlihatkan sertifikat tanah itu pada kami,” katanya lagi.
 
Indikasi surat palsu tersebut, lanjut Tri, terlihat dari surat pernyataan dan surat permohonan pengurusan tanah atas nama Basrizal Koto. Namun, Tri mengaku tidak dapat memastikan kapan dan di mana surat itu dibuat.
 
Menjawab pertanyaan lanjutan jaksa, Tri Septa menjelaskan bahwa objek perkara yang dimaksud dalam kasus ini merupakan asset PT KAI dengan dasar surat ukur Groodkaart 1888 yang diterbitkan pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan dokumen yang ada, tanah yang dimaksud dalam perkara ini termasuk dalam asset PT KAI, meskipun Tri Septa mengaku tidak pernah mengukur langsung ke lokasi.
 
Kesahihan Saksi Dipertanyakan
Menjawab pertanyaan Fachmi selaku PH Basko, saksi Tri Septa Riza memastikan kembali kebenaran semua jawaban yang telah ia berikan kepada penyidik, yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
 
Tri Septa mengakui, dalam keterangannya kepada penyidik dalam BAP, ia dipanggil untuk menjelaskan perkara sehubungan dengan dugaan surat palsu, penggelapan tanah milik negara, serta pengrusakan. Namun, Tri mengaku jawaban tersebut ia dapatkan dari penyidik sendiri, saat diwawancarai sebelum penulisan BAP.
 
Mengenai perjanjian sewa-menyewa yang terjadi, Tri Septa mengakui seluruh keterangan yang ia berikan untuk menjawab pertanyaan jaksa, berdasarkan dokumen yang ada, serta mendengar dari orang-orang di sekitarnya.
 
Jawaban seperti itu memantik majelis hakim untuk memperingatkan saksi Tri Septa, agar menjawab apa saja yang ia ketahui. Bukan berdasarkan perkiraan, perasaan, atau pun hal lainnya.
 
“Soal sewa menyewa, lazimnya di KAI dibikin surat, cek lokasi, negosiasi, dan dibayarkan. Tapi untuk sewa menyewa dengan pihak Basko ini saya tidak tahu ada atau tidak pernah pertemuan secara fisik. Dengar-dengar sih ada,” kata Tri lagi.
 
Tri Septa juga menjelaskan ia tidak mengetahui bagaimana proses pembuatan dokumen perjanjian tersebut. Namun, ia mengaku pernah membaca surat-surat tersebut, meskipun kemudian mengaku tidak dapat menghadirkan surat-surat yang dimaksud tersebut ke pengadilan.
 
PH Fachmi kemudian juga mempertanyakan kebenaran keterangan saksti Tri Septa, yang menjelaskan bahwa pada perjanjian pertama di tahun 1994, terjalin kesepakatan sewa-menyewa untuk lahan seluas 2223 M2, yang berlokasi di Air Tawar Timur. Namun, di BAP selanjutnya, saksi menjelaskan bahwa pada 1997, kesepakatan diperbaharui atas tanah seluas 2161 M2, namun dengan lokasi Air Tawar Selatan.
 
“Saya tidak tahu persis di mana kelurahan itu. Saat menjabat manajer aset, saya juga tidak pernah mengecek. Itu menurut data yang ada saja,” katanya lagi yang disambut PH dengan permintaan kepada hakim agar menerapkan Pasal 174 KUHAP tentang pemberian keterangan palsu, dalam persidangan tersebut.
 
“Saksi sudah di bawah sumpah. Saksi ini saksi pelapor, jadi harus betul-betul tahu,” kata  Fachmi yang pernah menjabat Kepala Kejati Sumbar tersebut.
 
Adapun soal pengiriman surat sebanyak 13 kali yang dilakukan PT KAI kepada Basko, saksi Tri Septa mengaku mengetahui hal tersebut berdasarkan dokumen yang pernah ia baca, dan ia memastikan tidak ada tanda terima pengiriman surat-surat tersebut dalam dokumen dimaksud.
 
Terkait objek tanah yang disebut saksi sebagai tanah asset PT KAI dengan dasar groondkaart 1888, Tri Septa juga mengaku tidak pernah menanyakan kepastian status tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional, yang menerbitkan sertifikat di atas tanah tersebut atas nama Basrizal Koto, dengan status tanah sebelumnya adalah bekas Eigendom Verponding.
 
PH Basko kemudian menilai, saksi Tri Septa selaku saksi pelapor, tidak mengetahui dengan jelas apa yang ia laporkan kepada pihak kepolisian, termasuk soal keterangan surat balasan dari Basko perihal peringatan sewa-menyewa. Di mana Tri Septa mengaku yang membalas surat tersebut adalah Zulhadi yang menjabat General Manejer PT BMP, padahal kenyataannya nama yang dimaksud adalah kordinator parkir di PT BMP.
 
“Ini masalah besar, mengapa untuk urusan ini PT KAI tidak menemui langsung pihak BMP. Mengapa harus dengan surat. Lalu ada adendum yang ditangani sepihak oleh PT KAI, apakah itu juga sah dan memenuhi syarat penyewaan. Agar kebenaran materil betul betul terungkap, kami mohon dilihat dokumen-dokumen yang disebutkan itu,” kata Fachmi lagi.
 
Sementara itu menjawab majelis hakim, Tri Septa Riza memperkitakan atas kasus ini PT KAI telah mengalami kerugian setidaknya Rp2 miliar. Meskipun, ia mengaku tidak pernah melakukan audit apa pun untuk menghitung kerugian tersebut
 
 
Menanggapi seluruh keterangan saksi, Basrizal Koto selaku tersangka mengaku menyanggah pernyataan bahwa ia adalah Direktur Utama PT BMP, sebagaimana dijelaskan saksi. Begitupun pernyataan lain soal perjanjian sewa, pembayaran sewa, dan komunikasi yang terjalin antara dirinya dengan PT KAI.
 
 “Saya tidak pernah jadi Dirut di PT BMP sejak perusahaan itu berdiri. Saya tidak pernah menyewa di sana karena tanah itu saya bebaskan melalui Pemko Padang dan mengganti rugi kepada masyarakat. Masak saya nyewa di tanah sendiri. Saya juga tidak pernah menandatangani surat perjanjian dengan PT KAI. Jangankan menandatangani surat perjanjian, kenal dan berkomunikasi dengan pihak-pihak KAI saya tidak pernah,” kata Basrizal.
 
Sanggahan Basrizal Koto itu, sekaligus mementahkan keterangan Tri Septa di awal sidang yang menyatakan, kenal dengan Basrizal Koto.
 
“Tadi Saudara saksi menyatakan kenal dengan Basrizal Koto. Lalu, Basrizal menyatakan tidak kenal dengan Saudara, bagaimana itu,” ujar Hakim Ketua, Sutedjo.
“Saya kenal dengan Pak Basrizal melalui koran, Pak. Yang ketemu langsung, baru di persidangan ini, Pak,” kata Tri Septa. Hakim, Basrizal dan pengunjung pun tersenyum mendengar jawaban Tri Septa Riza.   
 
Sesuai rencana, Mulyadi Sajaen dkk selaku JPU akan menghadirkan 6 saksi pada sidang kali ini, tapi baru bisa mendatangkan saksi pelapor. Selanjutnya, majelis hakim menunda sidang hingga Kamis 20 Juli 2017, dengan agenda masih keterangan saksi dari Jaksa. (h/isq/hen)