Dijerat Dugaan Penghasutan terkait SARA; Kuasa Hukum: Lonceng Keadilan Telah Mati

Ditetapkan Tersangka, Buni Yani Kaget

Ditetapkan Tersangka,  Buni Yani Kaget

JAKARTA (riaumandiri.co)-Penyidik Polda Metro Jaya, menetapkan Buni Yani sebagai tersangka. Ia dijerat dengan kasus dugaan penghasutan SARA. Keputusan itu, tak ayal membuat Buni menjadi kaget.

Pasalnya, penetapan status tersangka tersebut langsung diterapkan saat ia baru menjalani pemeriksaan pertama sebagai terlapor.
Buni Yani menjalani pemeriksaan perdana sebagai terlapor, Rabu (23/11), di Mapolda Metro Jaya, di Jalan Sudirman, Jakarta. Pemeriksaan berlangsung selama hampir sembilan jam.
Sebelumnya, ia dilaporkan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja). Seperti dituturkan Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, pihaknya melaporkan pemilik akun Facebook bernama Buni Yani karena diduga memprovokasi masyarakat dengan melakukan posting potongan dari video asli pidato Ahok di Kepulauan Seribu.
Dalam pidatonya itu, Ahok mengutip Al Maidah ayat 51, yang kemudian menimbulkan kontroversial. Belakangan, Ahok pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Terkait penetapan status tersangka tersebut, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, mengakui kliennya sangat kaget. Buni juga memprotes proses hukum Polda Metro Jaya yang menaikkan statusnya sebagai tersangka meski diperiksa dalam kapasitas saksi.

"Beliau (Buni Yani) barusan menitipkan pesan kepada keluarga, masyarakat bangsa ini mohon doanya, mohon doanya dan beliau kaget tiba-tiba dalam posisi keluar surat penangkapan dan itu otomatis tersangka," ujar Aldwin di Mapolda Metro Jaya, Rabu kemarin.

Menurut Aldwin, Buni Yani menolak menandatangani surat penangkapan yang disodorkan tim penyidik. "Beliau tidak mau menandatangani surat penangkapan sehingga dibuatkan berita acara penolakan karena hari ini (kemarin, red) lanjut pemeriksaan begitu," imbuhnya.

Aldwin juga memprotes penetapan status tersangka terhadap kliennya itu. Ia menilai proses hukum tidak fair.

"Jadi saya nyatakan hari ini sangat kecewa dan sangat kaget dan ini prosesnya tidak fair. Pak Buni Yani baru pertama kali dimintai (keterangan) sebagai saksi dan selalu kooperatif," tambahnya.

"Kenapa Pak Buni Yani harus ditangkap? Dia kooperatif kok, mau diperiksa, dipanggil datang. Menurut saya ini diskriminatif. Lonceng keadilan sudah mati di tempat ini terhadap klien saya Buni Yani," imbuh Aldwin.

Aldwin menjelaskan, penyidik menetapkan Buni sebagai tersangka dilakukan secara tiba-tiba. "Belum kami rapi-rapi BAP (berita acara pemeriksaan), sudah dikeluarkan surat penangkapan," ucap Aldwin.

Menurut Aldwin, polisi sudah melakukan gelar perkara sebelum proses BAP rampung. Bahkan, kata Aldwin, pihaknya juga belum sempat mengajukan saksi ahli bahasa kepada kepolisian.
"Ini di luar kebiasaan," tambahnya.

Diputuskan Hari Ini
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono, mengatakan, hingga tadi malam, Buni Yani masih diperiksa intensif sebagai tersangka penghasutan Sara. Keputusan penahanan terhadap Buni Yani baru akan ditentukan hari ini, Kamis (24/11).

"Malam ini langsung kita periksa sebagai tersangka dan untuk kepastiannya besok (Kamis) pukul 20.00 WIB ditahan atau tidaknya," terangnya.

Menurut Awi, penahanan adalah hak prerogatif penyidik berdasarkan alasan subyektif dan alasan obyektif.

"Terkait nanti statusnya ditahan atau tidak, tentu kita tetap tunggu keputusan dari penyidik. Dalam hal ini, penyidik yang bisa menilai baik itu syarat formil materil termasuk alasan subjektif maupun objektif," terang Awi.

Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka karena caption pada postingan video sambutan Ahok di Kepulauan Seribu, yang diunggah di facebooknya. Caption pada unggahan video tersebut dinilai dapat menimbulkan kebencian bernuansa SARA.

Polisi menjerat Buni Yani dengan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasal tersebut menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).

Bawa Bukti
Saat mendatangi Mapolda Metro Jaya, Rabu pagi kemarin, Aldwin mengatakan, pihaknya telah membawa bukti-bukti yang membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah.

"Di antaranya bukti-bukti Pak Buni Yani yang bukan pertama kali meng-upload. Di akun-akun lain sebelum Pak Buni dengan durasi yang 30 detik itu kita akan sampaikan ke penyidik, screen shoot dan lain sebagainya," ucap Aldwin.

Di tempat yang sama, Buni menambahkan, dia juga telah mempersiapkan saksi-saksi untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.

"Ada dari saski ahli pidana, ahli IT dan Ahli Bahasa kita siapkan," kata Buni ketika itu.

Terkesan Diistimewakan

Sementara itu, terkait dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok, Pemuda Muhammadiyah dan empat pelapor lainnya mengaku tidak puas dengan hanya ditetapkannya Ahok  sebagai tersangka. Lantaran tidak dilakukan penahanan, Ahok terkesan menjadi orang yang diistimewakan dibanding tersangka kasus penistaan agama lainnya.

"Iya Ahok sangat diistimewakan, jadi diskriminasi hukumnya sangat kelihatan," ujar Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman di Bareskrim Polri, Rabu kemarin.

Sebab menurutnya, tersangka kasus penistaan agama sebelum-sebelumnya selalu ditahan. Misalnya Permadi, Asrwendo Atmowiloto, Yusman Roy dan Lia Eden. Sedangkan terhadap Ahok tidak dilakukan penahanan sama sekali.

"Baru kali ini tidak ditahan, ini kan istimewa sekali. Kenapa? Itu kan patut kita pertanyakan sampai-sampai Bapak Kapolri begitu seriusnya melakukan roadshow ke sana-ke mari. Ini kan menguras (tenaga) aparat negara, hanya karena satu orang saja," tambahnya.

Sehingga laporannya bersama Persatuan Islam (Persis), Forum Anti Penistaan Agama (Fava), Hj Irena Handono Center dan Burhanudin meminta Polri segera melakukan penahanan. Dengan harapan agar tidak terjadi diskriminasi dan seolah penyidik berat sebelah dalam melakukan penegakkan hukum.

Pihaknya pun menduga ada kekuatan besar yang melindungi mantan Bupati Belitung Timur ini sehingga Polri tidak dapat melakukan penahanan. Kendati demikian, Pedri juga mengaku tidak menuduh siapa pun.

"Ada kekuatan kapital yang berada di belakang ini sehingga terlihat sekali proses hukumnya itu seperti penyidik berat memproses kasus ini. Tapi kita nggak menuduh siapa-siapa, itu wewenang penyidik untuk mencari informasi itu," jelasnya. (bbs, dtc, kom, rol, ral, sis)