Tradisi Unik Perayaan Maulid di Nusantara

Tradisi Unik Perayaan Maulid di Nusantara

JAKARTA(RIAUMANDIRI.co) - Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi Muhammad yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah, dirayakan dengan berbagai cara oleh umat Islam di Indonesia.

Ragam perayaan itu umumnya berakar dari kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat.  Berikut rangkuman tradisi unik perayaan Maulid di berbagai daerah di Nusantara.

Muludhen

Tradisi muludhen digelar oleh warga di Pulau Madura, Jawa Timur saat merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam acara itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji (riwayat hidup Nabi) dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan kebaikan Sang Nabi semasa hidupnya untuk dijadikan sebagai tuntunan hidup.

Tepat tanggal 12 Rabiul Awal, Saat Maulid Agung, para perempuan biasanya datang ke masjid atau musala dengan membawa talam yang di atasnya berisi tumpeng. Di sekeliling tumpeng tersebut dipenuhi beragam buah yang ditusuk dengan lidi dan dilekatkan kepada tumpeng. Buah-buah itu misalnya salak, apel, anggur, rambutan, jeruk, dan lainnya.

Tradisi Muludhen di Madura, Jawa Timur

Yang mengelilingi tumpeng bukan lagi ragam buah-buahan, melainkan uang dan makanan instan lainnya. Keindahan tumpeng berbalut buah warna-warni mulai hilang dari pandangan. Pada saat pembacaan barzanji, tumpeng-tumpeng tersebut dijajarkan di tengah orang-orang yang melingkar untuk didoakan.

Setelah selesai, tumpeng-tumpeng itu kemudian dibelah-belah dan dimakan bersama-sama. Para perempuan biasanya tidak ikut membaca barzanji, mereka hanya menyiapkan makanan untuk kaum laki-laki.

Bungo Lado

Tradisi Bungo Lado (berarti bunga cabai) adalah tradisi yang dimiliki warga Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Bungo lado merupakan pohon hias berdaunkan uang yang biasa juga disebut dengan pohon uang.

Uang kertas dari berbagai macam nominal itu ditempel pada ranting-ranting pohon yang dipercantik dengan kertas hias. Tradisi ini terkait erat dengan profesi petani yang digeluti sebagian besar warga Sumbar.


Di antara hasil tani tersebut adalah tanaman cabai yang bagi masyarakat Minangkabau disebut dengan lado. Cabai atau lado sebelum berbuah akan berbunga terlebih dahulu. Semakin banyak bunganya tentu akan semakin banyak pula buahnya.

Dalam hal ini, sumbangan uang diumpamakan dengan bunga cabai tersebut. Sumbangan bungo lado ini merupakan simbol dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah. (lpn/ivn)