Ambisi Pemerintah Mendatangkan 20 Juta Turis

Ambisi Pemerintah  Mendatangkan 20 Juta Turis

JIKA kita menanyakan pada orang di luar negeri apakah mereka mengenal Indonesia, banyak dari mereka yang bingung atau bahkan tidak pernah mendengar sama sekali. Tapi jika ditanya apakah mereka mengenal Bali, hampir semuanya menganggukkan kepala.

Bali dari dulu sudah tersohor dan mendunia, berkali-kali mendapat predikat sebagai pulau terbaik di dunia dan destinasi wisata favorit.  Sungguh ironis di antara puluhan ribu pulau di Indonesia, hanya Bali yang paling dikenal. Ada banyak pulau yang jauh lebih indah dari Bali, tapi hanya Bali yang paling banyak menerima kunjungan turis mancanegara.

Dengan wilayah yang luas, potensi pariwisata Indonesia sangat besar namun belum tergarap maksimal. Bayangkan Indonesia hanya dikunjungi 10,5 juta turis di tahun 2015, sedangkan negara tetangga seperti Malaysia dikunjungi 25 juta turis dan Thailand dikunjungi 29 juta turis. Singapura yang wilayahnya sebesar biji padi di peta pun mampu menjaring 12 juta turis.


Seharusnya Indonesia bisa mendatangkan lebih banyak turis, namun kenyataannya? Alasan terbesar rendahnya kunjungan wisatawan asing adalah kurangnya promosi yang berakar dari kurangnya keseriusan pemerintah terdahulu dalam mengembangkan pariwisata. Pemerintah Malaysia, Singapura dan Thailand dari dulu sudah menyadari pentingnya pariwisata bagi perolehan devisa negara.

Jika satu turis menghabiskan 10 juta Rupiah, maka Thailand di tahun 2015 menerima devisa sebesar 290 triliun Rupiah dan Indonesia hanya mendapatkan devisa 105 triliun.

Kurang gencarnya pemerintah mempromosikan Indonesia membuat pamor Indonesia sangat rendah, hanya mengandalkan Bali. Lihat saja Danau Toba. Dulu tidak sulit menemukan turis asing berlalu lalang di sana. Sekarang pariwisata di sekitar Danau Toba sungguh memprihatinkan, jauh lebih sepi dan hanya ramai saat libur panjang, itu pun didominasi wisatawan lokal.

Jika naik ferry pengangkut mobil ke pulau Samosir, bersiaplah menunggu 6 hingga 12 jam saat musim liburan. Belum lagi masalah air danau yang tercemar dan infrastruktur yang kurang memadai.

Pamor Danau Toba yang sangat indah akhirnya harus redup. Contoh lainnya adalah Candi Borobudur yang merupakan candi terbesar di dunia hanya dikunjungi 250.000 turis asing tahun lalu. Bandingkan dengan candi Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja yang dikunjungi 2,5 juta turis. Siem Reap adalah kota kecil yang hanya mengandalkan Angkor Wat sebagai tujuan wisata utama. Tapi kunjungan turisnya sepuluh kali lipat.

Contoh lainnya adalah Bali. Meskipun terkenal hingga ke mancanegara, tahun lalu dikunjungi 4 juta turis. Sekarang kita bandingkan dengan Phuket di Thailand yang wilayahnya hanya 10 persen dari luas Bali tapi dikunjungi 7 juta turis.

Tiga contoh di atas sudah cukup membuktikan kalau keindahan saja tidak cukup untuk mendatangkan turis, tapi harus disertai dengan promosi yang gencar dan pengadaan infrastruktur yang mumpuni. Tempat wisata yang indah saja tidak cukup. Turis juga ingin merasa nyaman dan diberikan kemudahan dalam hal akomodasi dan transportasi sehingga mereka betah.

Menyadari pentingnya potensi pariwisata, pemerintah bersama dengan kementrian pariwisata berupaya menggenjot jumlah turis sebanyak 12 juta pada tahun ini dan meningkat hingga 20 juta turis di tahun 2019. Pemerintah pun bergerak cepat dengan membebaskan visa untuk turis yang hingga kini sudah mencapai 174 negara. Perlahan-lahan hasilnya mulai tampak dari kenaikan jumlah turis sebesar 19 persen dibanding pertumbuhan yang hanya 6-8 persen pada tahun-tahun sebelumnya.

Untuk semakin mempermudah kunjungan wisatawan, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Presiden No. 105 tahun 2015 untuk menyokong wisata maritim. Aturan ini memudahkan yatch memasuki wilayah perairan Indonesia dan diprediksi kunjungan yatch ke Indonesia akan mencapai angka 5000 di tahun 2019 dan memberikan pendapatan 500 juta dolar atau sekitar 6,5 triliun rupiah.

Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 121 tahun 2015 untuk memudahkan wisatawan yang masuk dengan kapal pesiar atau cruise. Dengan aturan tersebut pemerintah menargetkan jumlah kunjungan cruise asing ke Indonesia mencapai 1.000 kunjungan di tahun 2019 dengan penerimaan pemasukan sebesar 300 juta dolar atau 3,9 triliun Rupiah.

Selain itu kementrian pariwisata juga mulai melakukan promosi besar-besaran dengan mengusung brand Wonderful Indonesia di berbagai acara, pameran, festival dan tempat atraksi turis di berbagai belahan dunia. Hasilnya pun menggembirakan. Brand Wonderful Indonesia beberapa kali mendapatkan predikat sebagai brand terbaik, mengalahkan brand Amazing Thailand dan Malaysia Truly Asia.

Kunjungan wisatawan pun meningkat. Turis dari Amerika Serikat, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, Korea, Jepang dan negara lain makin banyak berdatangan ke Indonesia.

Kenaikan tertinggi adalah jumlah kunjungan turis dari Tiongkok hampir mencapai 100 persen dan dalam beberapa tahun ke depan mungkin akan menjadi yang terbanyak mengunjungi Indonesia.

10 Destinasi Wisata Keseriusan pemerintah juga tampak dari upaya mengembangkan kawasan wisata baru di luar Bali. Tahun ini ada 10 tempat yang dijadikan destinasi wisata prioritas atau lebih kerennya disebut Ten New Bali yang terbagi menjadi dua jenis yaitu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan Kawasan Ekonomi Khusus.

Ke-10 destinasi wisata tersebut antara lain Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Belitung, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung di Banten, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur, Mandalika di NTB, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Pulau Morotai di Maluku Utara dan Labuan Bajo di NTT. Di 10 kawasan wisata tersebut akan dibangun infrastruktur untuk memudahkan wisatawan yang berkunjung. Contohnya adalah Danau Toba yang akan dibangun jalan tol Medan-Parapat sehingga jarak tempuh hanya 2 jam saja dari yang sebelumnya 4-5 jam lewat jalan lintas.

Selain itu landasan pacu Bandara Silangit dan Sibisa juga diperlebar dan diperpanjang sehingga bisa didarati pesawat berbadan lebar. Jalan-jalan di sekitar Danau Toba akan diperlebar dan dipercantik. Diharapkan pada tahun 2019 Danau Toba akan kembali ramai dikunjungi turis dengan target 1 juta wisatawan mancanegara. Apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat meskipun bisa dikatakan agak terlambat dan jauh tertinggal dari negara tetangga.

Lagipula 20 juta turis bukanlah target yang muluk mengingat Indonesia sudah dikunjungi 10,5 turis di tahun 2015 dan target 12 juta turis akan tercapai pada akhir tahun ini. Pergerakan ekonomi global yang tidak menentu berimbas kepada Indonesia. Harga minyak dunia yang anjlok menurunkan penerimaan devisa dari sektor migas. Komoditas tambang batubara dan kelapa sawit juga menunjukkan penurunan.

Sebaliknya sektor pariwisata menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan industri pariwisata bersifat Sustainable atau tahan banting. Sektor pariwisatalah yang paling memberikan harapan untuk masa depan negeri ini. selain itu sektor ini paling mudah dan murah karena Indonesia sudah dikaruniai alam yang sangat indah, tinggal bagaimana memaksimalkan karunia Tuhan ini dengan maksimal.

Saat ini sektor pariwisata menyumbang sekitar 10 persen Pendapatan Domestik Bruto. Pada tahun 2019 Pemerintah menargetkan penerimaan sebesar 20 miliar dolar atau 260 triliun Rupiah dari pariwisata. Ini juga berdampak baik bagi peningkatan lapangan kerja dari sebanyak 7 juta orang tahun ini menjadi 2-3 kali lipat pada tahun 2019.

Menurut Alvin Toffler dalam bukunya ‘The Third Wave’ mengatakan pariwisata akan menjadi primadona bisnis masa depan. Kecenderungan orang berwisata pun makin meningkat dan sudah menjadi kebutuhan utama. Pemerintah seharusnya cepat menanggapi fenomena ini dengan serius sehingga pariwisata Indonesia makin maju dan di kenal di seluruh dunia, bukan hanya Bali saja. ***