Konvensi Indonesia Berkemajuan

Konvensi Indonesia Berkemajuan

Pada 23-24 Mei Pusat Muhammadiyah menggelar acara "Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan, Jalan Perubahan Membangun Daya Saing Bangsa".

Istilah "berkemajuan" menjadi tema yang sangat populer di kalangan Muhammadiyah dan sebenarnya bukan hal baru.

Kalau kita tengok ke belakang, gagasan berkemajuan dapat dilacak dari spirit para pendahulu, pendiri Muhammadiyah yang mengidamkan Islam sebagai agama yang berkemajuan.

Rumusan dari gagasan Islam berkemajuan bisa ditemukan dari hasil muktamar Muhammadiyah 2010 di Yogyakarta, khususnya tentang "pandangan Islam yang berkemajuan".

Gagasan ini terus menggelinding dan mendapat peneguhan sekaligus penegasan ketika Muhammadiyah menggelar Muktamar ke-47 di Makassar pada 2015 yang secara spesifik mengangkat tema "Gerakan pencerahan untuk Indonesia yang berkemajuan".

Tema berkemajuan diangkat Muhammadiyah bukan tanpa alasan. Muhammadiyah memandang dan menyakini bahwa Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan.

Islam berkemajuan menyemai benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Begitu bunyi tanfidz Mukatamar Muhammadiyah seabad tahun 2010 tentang "Pandangan Islam yang Berkemajuan".

Prof Dr Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, pernah menyampaikan, Islam berkemajuan beriringan dengan konsep negara Indonesia.

Cita-cita memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang di Pembukaan UUD 45 adalah hal yang juga dicita-citakan oleh Islam berkemajuan.

Spirit Islam yang maju dan semangat kebangsaan yang juga menginginkan kemajuan harus dirajut untuk berjalan seirama, bersinergi untuk mengisi cita-cita kemerdekaan bangsa.

Visi dan spirit kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara harus diterjemahkan dalam ranah yang lebih operasional dan praksis di berbagai sektor kehidupan agar bisa menjadi bangsa yang berdaya saing dan maju.

Melalui momentum kebangkitan nasional, Muhammadiyah menerjemahkan gagasan Islam berkemajuan dalam spirit dan bingkai kebangsaan. Dari Islam berkemajuan untuk Indonesia yang berkemajuan, begitulah kira-kira.

Gerakan Muhammadiyah yang sejak awal dikenal sebagai gerakan pembaruan sejatinya berujung pada kemajuan itu sendiri.

Kiprah Muhammadiyah tak bisa dimungkiri memang untuk memajukan kehidupan bangsa. Hal ini bisa dilihat dari gerakan Muhammadiyah yang nyata di berbagai bidang, khususnya pendidikan, kesehatan, humanitas, pemberdayaan masyarakat, sosial, dan ekonomi.

Pandangan Islam berkemajuan punya daya hadap dan relevansi yang sesuai realitas kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

Berbagai persoalan bangsa yang kini masih mendera, seperti korupsi yang kian masif, kejahatan serta kemungkaran yang makin canggih, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan bangsa juga masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai.

Singkat cerita, daya saing bangsa sebagai bangsa yang besar masih terlihat lemah jika dibandingkan negara-negara lain.

Berdasarkan the Global Competitiveness Report pada 2015-2016 yang disusun berdasarkan 113 indikator yang memengaruhi produktivitas suatu negara, posisi Indonesia di urutan ke-37 dari 140 negara.

Di tingkat ASEAN, posisi Indonesia masih kalah jauh dengan Singapura yang di peringkat kedua, Malaysia posisi 18, dan Thailand peringkat 32.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia juga belum menunjukkan performa membanggakan. IPM Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 187 negara.

Dengan posisi itu, tentu pemerintah dan segenap elemen bangsa harus lebih bekerja keras dalam mengupayakan perbaikan kualitas pembangunan manusia.

Salah satu penyebab angka IPM kita tak berubah signifikan beberapa tahun terakhir karena adanya ketimpangan pembangunan antardaerah.

Perlu langkah terobosan akselerasi untuk mempersempit jurang pembangunan manusia Indonesia.

Dekadensi moral juga menjadi masalah berat. Para pimpinan dan elite bangsa tidak sedikit yang menunjukkan tingkah laku tak patut untuk dicontoh, korupsi, penyalahgunaan kekuasan, perilaku tak tahu malu dan tidak patut terus saja dilakukan, sehingga menjadi contoh betapa bangsa ini krisis moralitas.

Kita tidak bisa lagi mengatakan perilaku amoral ini dilakukan oknum. Kalau oknum, mengapa gejala ini hampir merata dan begitu banyak? Tentu, ini menjadi catatan tersendiri.

Moralitas pemimpin ternyata agak paralel dengan moralitas masyarakat yang terlihat juga semakin pragmatis dan permisif.

Perilaku tidak beradab begitu nyata dilakukan tanpa malu dan menerabas sekat-sekat kemanusiaan.

Tentu, gambaran sekilas kondisi bangsa ini yang mungkin dalam batas tertentu terkesan simplistis, begitu muram dan berat.

Tapi, kita tidak bisa pesimistis menghadapi beratnya permasalahan. Kita harus memompa optimisme, yakin daya upaya mewujudkan Indonesia yang berkemajuan, seperti yang dicita dan diidamkan akan tercapai.

Ada beberapa prasyarat untuk menjadikan Indonesia berkemajuan. Pertama, Indonesia berkemajuan tidak boleh sebatas slogan.

Berkemajuan harus menjadi etos dalam setiap gerak kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, gagasan Indonesia berkemajuan harus operasional dan diterjemahkan dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di ranah pemerintah, masyarakat, atau privat.

Proses pemajuan keadaban publik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang menjadi pilar sendi kehidupan berbangsa harus menjadi prioritas.

Ketiga, Muhammadiyah bersama elemen bangsa lainnya, termasuk negara itu sendiri harus terus mendorong mewujudnya gagasan kemajuan. Semua elemen bangsa harus satu visi dalam menjadikan Indonesia yang berkemajuan.

Tak boleh lagi ada perpecahan orientasi pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita boleh menoleh ke belakang, tapi hanya untuk mengambil pelajaran, tidak untuk kembali ke belakang.  Perbedaan memang menjadi realitas kemajemukan yang menjadi kodrat Tuhan.

Kita sebagai ciptaan tidak punya kuasa menyamakan segala sesuatu yang dari sananya sudah berbeda. Tapi, kita sebagai manusia diberi kelebihan untuk menyatukan dan mengelola perbedaan itu menjadi kekuatan bersama yang kuat dan kokoh dalam bingkai persatuan untuk kemajuan bersama.

Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan berkemajuan ini harus menjadi contoh, bahkan aktor penting pelaku gerakan kemajuan untuk Indonesia yang berkemajuan.

Islam berkemajuan, Muhammadiyah berkemajuan akan mewujud menjadi Indonesia berkemajuan jika aktor penggerak kemajuan ini serius dan konsisten mendorong dan menggerakkan proses kemajuan dalam setiap relung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kita semua menyambut baik gelaran konvensi Indonesia berkemajuan ini. Semoga, mampu menghimpun ide dan menyatukan gagasan kemajuan untuk akselerasi Indonenesia yang maju dan berdaya saing. Selamat berkonvensi.***
 
Dosen Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Muhamamdiyah Yogyakarta (UMY)