Memberdayakan Mahasiswa Menghadapi Ancaman Global

Memberdayakan Mahasiswa Menghadapi Ancaman Global

Tidak ada sebuah bangsa yang lepas dari pengaruh dan jebakan globalisasi, sehingga hanya kecerdasan dan persatuan dalam bangsa tersebut yang akan menentukan apakah bangsa tersebut akan menjadi pemenang atau pecundang (Stiglitz, 2006).

Merefleksi keadaan sekarang ini, banyak dinamika persoalan yang harus kita hadapi dengan adanya asing yang telah membuat tidak kenyamanan  bagi negara kita dan pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan atau penerus bangsa kita ini, dan tentu ini sesuai dengan konteks saat ini 71 tahun Indonesia merdeka banyak dinamika yang menyertainya mulai dari awal ala berdirinya negara ini dibentuk, proses proklamasi kemerdekaan hingga dinamika setelah merdeka hingga sekarang yang penuh dengan polemik yang dirasakan oleh masyarakat.

Dinamika yang berkembang di dalam negara inl tentunya juga sangat di pengaruhi oleh negara di sekitar Indonesia. Hubungan interaksi manusia dalam sebuah masyarakat di dalam negara tercinta ini tentunya tidak bisa dipungkiri membawa dampak perubahan dalam sekala kecil maupun besar di dalam sistem budaya dalam masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensi dari negara ini tentunya diperlukan sebuah gagasan atau slogan besar untuk mengikat loyalitasnya masyarakat yang terdiri dari banyak golongan ini untuk mencapai kemaslahatan bangsa.
 
Dalam proses hubungan interaksi yang merupakan sebuah keniscayaan dari setiap orang untuk membentuk sebuah kelompok ini tentunya akan menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Apalagi sekelompok masyarakat yang sudah tergabung di dalam tatanan negara global yang tentunya bentuk negara itu tadi mempunyai cita-cita atau arah tujuan sendlri. Imperialisme atau gabungan keduanya mendobrak dinding dan menjalin dunia menjadi satu hingga terjadi penyatuan global.
 
Pelaku utama dalam proses penyatuan global ini mendunia demi pasar dan tenaga kerja yang dipelopori oleh revolusi industri. Proses penyatuan global dimotori dengan jatuhnya biaya transportasi berkat mesin uap dan kereta api serta jatuhnya biaya telekomunikasi barkat telegraf, telepon, satelit dan serat optik. Kekuatan di balik globalisasi masa ini adalah terobosan di bidang perangkat keras berawal dari kapal uap dan kereta api hingga telepon dan komputer.

Jika dilihat dari pendapat berbagai pakar dari beberapa disiplin ilmu, maka tantangan serta ancaman yang dihadapi oleh Indonesia di era global saat ini antara lain : Pertama, efek negatif globalisasi adalah menghambat pemberian pengembangan  kualitas  Indonesia agar kalah bersaing dalam era pasar bebas. Sumber daya manusia Indonesia generasi muda Indonesia dengan indoktrinasi disertai  dan Materi agar mau jadi agen negara asing. jika mereka menjadi pemimpin bangsa indonesia di kemudian hari akan bisa dikendalikan oleh pemerintah negara asing tersebut.

Kedua, negara asing akan melakukan lnvestasi besar-besaran di bidang industri strategis agar menguasai sektor industri strategis di Indonesia (Migas penambangan listrik komunikasi, satelit alat utama sistem senjata militer (Alutsista).

Ketiga, pihak  asing berusaha menciptakan pakta pasar bebas regional dan dunia agar produk lokal Indonesia menjadi tertekan dan hancur. Melakukan penetrasi, penyusupan suap, kolusi dengan pihak anggota legislatif Indonesia agar produk hukum strateginya akan menguntungkan pihak asing.

Keempat, adanya agen proxy-war yang menciptakan kelompok teroris di Indonesia, agar dengan dalih untuk memerangi terorisme dunia, pihak asing dapat  leluasa melakukan intimidasi dan campur tangan masuk ke Indonesia dengan dalih untuk menghancurkan terorisme.
 
Kelima, membeli dan menguasai media masa, baik cetak maupun elektronik, untuk membentuk opini publik yang menguntungkan pihak asing. Menguasai industri tekhnologi komunikasi tingkat tinggi, seperti satelit komunikasi untuk menyadap dan memonitor seluruh percakapan pejabat Indonesia
Keenam, memecah belah dan menghancurkan generasi muda Indonesia dengan Narkoba, pergaulan bebas, dan budaya konsumtif. Menjadikan Indonesia sebagai pasar produk asing.

Pandangan permasalahan diatas disebut sebagai proxy war. Proxy atau perang proksi ini merupakan perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Sementara kekuasaan kadang-kadang digunakan pemerintah sebagai proksi, aktor non-negara kekerasan, dan tentara bayaran, pihak ketiga lainnya yang lebih sering digunakan Diharapkan bahwa kelompok-kelompok ini bisa menyerang lawan tanpa menyebabkan perang skala penuh.

Pelaku perang proksi juga tidak hanya berjuang untuk memiliki perang proksi yang murni, namun sebagai kelompok berjuang untuk bangsa tertentu biasanya memiliki kepentingan mereka sendiri, yang dapat menyimpang dari orang-orang dari patron mereka. Biasanya perang proksi berfungsi baik selama perang dingin, karena mereka menjadi kebutuhan dalam melakukan konflik bersenjata antara setidaknya dua pihak yang berperang sambil terus perang dingin.

Kelompok yang menyikapi globalisasi secara negatif selalu berpandangan bahwa arus globalisasi ini merupakan bagian bentuk penjajahan dalam memperlancar arus imperialisme global. Akibat yang tidak terelakan dari arus ini kita dituntut untuk membuat sebuah strategi kebudayaan yang nantinya buat menopang eksistensi negara.

Terbelah dan terprovokasinya mahasiswa
Diakui atau tidak diakui, elemen gerakan mahasiswa dalam menyikapi konteks kekinian seperti misalnya dalam menyikapi kasus Ahok ataupun laporan PMKRI terhadap Habib Rizieq Syihab menurut amatan penulis nampak elemen mahasiswa sudah terbelah dan terprovokasi kelompok kepentingan tertentu, dimana ini hal ini sebagai ekses negatif banyaknya elemen mahasiswa yang diduga melakukan kegiatan politik praktis.

Dampak dari terbelah dan terprovokasinya elemen mahasiswa dalam menyikapi konteks kekinian seperti kasus penistaan agama dll dan ekses globalisasi antara lain meluasnya provokasi politik di kalangan elemen mahasiswa memanfaatkan isu penistaan agama sebagai salah satunya; Terprovokasinya elemen mahasiswa tertentu dari propaganda yang dilakukan kelompok pro ataupun anti Ahok; Adanya kemungkinan antar elemen mahasiswa diadu oleh proxy-war agent di Indonesia, bahkan antar elemen mahasiswa akan terfragmentasi; Munculnya rasa esprit de corps dan solidaritas yang salah di kalangan elemen mahasiswa dalam menyikapi isu kekinian; Memicu ketidakstabilan politik menjelang pemungutan suara khususnya pada Pilkada DKI Jakarta, sebagai ekses pemanfaatan isu penistaan agama serta last but not least gerakan mahasiswa terlibat semakin mendalam di politik praktis.

Menurut van Peursen, sebuah strategi budaya ini melingkupi hasil dari karya yang dihasilkan oleh manusia di dalam sebuah komunitas dari masyarakat itu  yang menjadi pertanyaan sekarang ini bentuk strategi budaya yang seperti apa untuk menjaga eksistensi negara ini?. Sedangkan menurut Sosiolog Prof. Koentjoroningrat, kebudayaan terdiri dari tiga unsur penting yaitu cipta, rasa dan karsa.

Menurut penulis, ada beberapa saran yang perlu dilaksanakan para pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa dan pemerintah dalam rangka memberdayakan mahasiswa menghadapi ancaman global antara lain : pertama, perlu ada program kerja yang mengajak mahasiswa untuk "mengaca kehidupan" dengan cara menggalakkan kembali bhakti sosial yang dilakukan mahasiswa difasilitasi pemerintah seperti Kemenristekdikti, Kemenkes, Kemenpora serta Kemenpera dan PU berkoordinasi dengan TNI seperti pengobatan gratis, pembersihan jalan atau selokan, menggalakkan olah raga bersama masyarakat, pelaksanaan kuliah kerja nyata di daerah perbatasan atau pulau terluar dll.

Kedua, pelaksanaan program bela negara yang diinisiasi oleh Kemenhan juga harus melibatkan elemen mahasiswa.
Ketiga, Kemenristekdikti bersama dengan Kemenko Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan serta Forum Rektor mendekati dan "mempengaruhi" elemen mahasiswa untuk tidak terlalu dalam melakukan politik praktis dengan kelompok mahasiswa disibukkan dengan melakukan kegiatan dalam kampus daripada diluar kampus.

Keempat, Kemenristekdikti bersama Kemenlu mengarahkan dan memfasilitasi elemen mahasiswa untuk melakukan studi banding antar kampus di dalam dan luar negeri terkait mengatasi ancaman globalisasi dan menjalin aliansi strategis dengan mahasiswa dari berbagai negara.

*) Penulis adalah pemerhati masalah strategis Indonesia. Tinggal di Ciamis, Jawa Barat.