Dugaan Suap APBD Riau

Johar Laporkan Akir dan Riky ke Polda Riau

Johar Laporkan Akir dan Riky ke Polda Riau

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus, yang baru saja ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap RAPBD Perubahan Riau Tahun 2014 dan RAPBD Riau 2015, akan melaporkan Ahmad Kirjuhari dan Riky Hariansyah, ke Polda Riau.


Johar
Langkah hukum itu dilakukan karena kedua koleganya sesama mantan anggota DPRD Riau periode 2009-2014 tersebut, dinilai telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Johar Firdaus. Hal itu yang akhirnya membuat Johar ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut.

Menurut penasehat hukum Johar Firdaus, Razman Arif Nasution, Minggu (17/4), pihaknya sangat meragukan keterangan beberapa saksi, dalam perkara yang sebelumnya menjerat Ahmad Kirjuhari tersebut. Khususnya yang menyatakan Johar Firdaus telah menerima sejumlah uang, saat berada di tangga atau basement kantor DPRD Riau, pada medio 2015 lalu.

"Kami akan mengambil tindakan hukum terhadap (Ahmad) Kirjuhari, di mana dia mengaku menyerahkan uang di tangga atau basement Kantor DPRD (Riau) kepada Pak Johar (Firdaus). Juga kepada Riky (Hariansyah), yang juga mengaku memberikan uang," ungkap Razman.

Ditambahkannya, hal itu tidak boleh terjadi. Adanya pernyataan yang menyebutkan telah memberikan uang kepada Johar Firdaus, itu harus bisa dibuktikan. Kalau tidak, itu bisa menimbulkan opini publik yang menyesatkan.

"Kita akan melaporkan saudara Kirjuhari dan Riky ke Polda Riau, karena sudah terjadi tindakan pencemaran dan fitnah terhadap klien kami. Saya, dalam minggu ini akan datang ke Pekanbaru," tegasnya.

Selain itu, Razman juga menyatakan kesiapannya menghadapi KPK dalam perjalanan proses hukum kliennya. Pihaknya juga tengah mempertimbangkan untuk mengajukan upaya praperadilan terkait penetapan Johar sebagai tersangka.

"Saya sedang mendalami. Kasus ini dalam konstruksi hukum nantinya akan disampaikan KPK melalui surat pemberitahuan sebagai tersangka, yakni Pasal 12, Pasal 55 yang dilihat turut serta dalam penyuapan. Itu bisa saja kami lakukan praperadilan," pungkasnya.

Ditambahkan anggota tim penasehat hukum dari Johar Firdaus, Wan Subantriarti, pihaknya meminta agar masyarakat jangan langsung menjudge secara negatif. Bagaimanapun, kata pengacara asli Riau ini, Johar Firdaus merupakan tokoh masyarakat Riau.

"Kasus ini harus dilihat dengan proporsional dengan tidak mengabaikan asas praduga tak bersalah. Pak Johar juga sangat menghormati proses hukum ini," ujarnya.

Dicekal 6 Bulan
Seperti dirilis sebelumnya, belum lama ini KPK juga telah mengajukan pencekalan terhadap Johar Firdaus, sehingga yang bersangkutan tidak bisa bepergian ke luar negeri. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap Suparman, yang juga sama-sama ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ini.  

Menurut Plt Juru Bicara KPK, Yuyuk Andriati, pencekalan tersebut berlaku hingga enam bulan ke depan. "Surat permohonan cekal sudah dimintakan oleh KPK pertanggal 11 April 2016," terangnya.

Permohonan cekal tersebut, lanjut Yuyuk, dilakukan agar kedua tersangka yang mendampingi dua tersangka sebelumnya, Ahmad Kirjuhari dan Annas Maamun, untuk tidak meninggalkan Indonesia selama proses penyidikan yang dilakukan Penyidik Lembaga antirasuah tersebut.

"Permohonan cekalnya untuk enam bulan ke depan," tukas Yuyuk.

Terkait hal itu, Razman Arif mengaku sudah mengetahuinya. "Beliau (Johar Firdaus,red) tidak ada masalah. Karena saya mengatakan, KPK itu jangankan seseorang itu jadi tersangka, belum tersangka saja orang sering dicekal. Bahkan orang dicekal, akhirnya juga tidak jadi tersangka. Jadi cekal itu bukan sesuatu yang menakutkan," ujarnya.

Seperti diketahui, Penyidik KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan suap RAPBD Perubahan Riau Tahun 2014 dan RAPBD Riau 2015, yakni Johar Firdaus dan Suparman. Kedua orang ini merupakan merupakan Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau periode 2009-2014 tersebut.

Dalam kasus ini, keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dod)