n 10 Jam Kontak Senjata dengan Abu Sayyaf

Bebaskan 10 WNI, 18 Tentara Filipina Tewas

Bebaskan 10 WNI,  18 Tentara Filipina Tewas

MANILA (riaumandiri.co)-Militer Filipina terlibat kontak senjata selama 10 jam dengan kelompok Abu Sayyaf di Provinsi Basilan, Filipina Selatan, Sabtu (9/4). Dalam peristiwa itu, sebanyak 18 orang anggota militer Filipina tewas. Sedangkan dari kelompok Abu Sayyaf diperkirakan sebanyak lima orang.

Kontak senjata terjadi setelah militer Filipina menggelar operasi guna mengejar kelompok Abu Sayyaf.

Langkah itu ditempuh sebagai upaya untuk membebaskan 18 sandera asing, yang telah disandera kelompok itu sejak dua minggu terakhir. Sebagaimana diketahui, dari jumlah tersebut, sebanyak 10 orang di antaranya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera dari Kapal Brahma 12, belum lama ini.

Selain 18 tewas, sebanyak 53 orang lainnya dari militer Filipina, juga mengalami luka-luka. Para korban kontak senjata itu tergabung di batalion infanteri ke-44, pasukan infanteri 14, dan terutama batalion pasukan khusus ke-4.

Sementara itu, 10 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf, diindikasikan tidak berada di lokasi kontak senjata berlangsung. Sehingga mereka diperkirakan masih aman dari kekerasan bersenjata tersebut.

Batalion pasukan khusus ke-4 diketahui lebih sering melakukan operasi kontra-terorisme
di dalam negeri khususnya di wilayah-wilayah gerilyawan di Filipina Selatan. Batalion pasukan khusus ke-4 merupakan bagian dari

Bebaskan
resimen pasukan khusus airborne yang didirikan pada tahun 1960.

Seperti dituturkan juru bicara militer Filipina, Mayor Filemon Tan, Minggu (10/4), operasi militer dilakukan di kawasan Basulan dan sekitar Joso Islands, yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok Abu Sayyaf.

Dikatakan, sekitar 120 milisi Abu Sayyaf terlibat kontak senjata dengan pasukan militer Filipina. Kontak senjata terjadi mulai pada pukul 07.00 pagi waktu setempat hingga pukul 17.00.

Sumber dari media Filipina inquirer.net dari pihak militer Filipina, Minggu (10/4), menyebutkan beberapa orang militer Filipina telah dipenggal oleh kelompok Abu Sayyaf.

Pemimpin militer Filipina Jenderal Hernando Iriberri mengonfirmasi serangan tersebut. "Seluruh angkatan bersenjata berduka," katanya.

Salah satu korban dari pihak Abu Sayyaf asal Maroko yaitu Mohammad Khattab, disebut bertugas sebagai seorang instruktur dalam membuat alat peledak. "Dia mengatur semua penculikan dan uang tebusan. Serta berafiliasi dengan organisasi teroris internasional," kata Jenderal Iriberri.

Selain Mohammad Khattab, sekitar 20 orang anggota kelompok Abu Sayyaf juga mengalami luka-luka. Sementara itu, komandan Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, lolos dalam kontak senjata itu. Hanya seorang putra Isnilon yang tewas dalam pertempuran itu. Sebelumnya, Isnilon secara terbuka telah menyatakan tergabung dalam kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Disergap di Jalan
Menurut salah seorang pejabat militer Filipina yang tidak disebutkan namanya, kelompok Abu Sayyaf menyerang pasukan pemerintah dengan menggunakan senjata peluncur granat M203. Serangan itu yang menyebabkan banyaknya korban dari pihak pemerintah.

Sementara itu, Kolonel Benedict Manquiquis menyebutkan kontak senjata terjadi saat pasukan sedang dalam perjalanan ke lokasi kelompok Abu Sayyaf. Saat berada di tengah jalan, pasukan pemerintah disergap. Kelompok Abu Sayyaf disebut berada dalam posisi yang menguntungkan karena berada di wilayah tinggi.

"Musuh berada dalam posisi yang lebih tinggi. Jadi di mana pun tentara kami mencari perlindungan, mereka masih bisa terkena senjata berat dan peledak dari kelompok Abu Sayyaf," terangnya.

Gubernur Mindanao Mujiv Hataman juga mengatakan dirinya mendapatkan informasi adanya tentara Filipina yang tewas saat baku tembak dengan kelompok Isnilon Hapilon yang berafiliasi dengan kelompk Abu Sayyaf.

Usai baku tembak itu, pihak milisi yang dipimpin Hapilon telah menempatkan orang-orangnya di wilayah Sulu untuk mengantisipasi adanya oeprasi militer yang lebih besar. "Tentara telah memblokir jalur masuk mereka," kata Hataman.

Menteri Pertahanan Filipina, Voltaire Gazmin dan Kepala Militer Filipina Jenderal Hernando Iriberri, bahkan langsung terbang menuju markas komando di Zamboanga City untuk melakukan peninjauan usai baku tembak.

"Operasi Militer akan terus berlanjut dan mereka harus bertanggung jawab atas kejahatan mereka," ujar Iriberri.

Iriberri menyempatkan diri untuk menjenguk pasukan elite yang luka dan dirawat di rumah sakit usai baku tembak dengan kelompok Abu Sayyaf. Dirinya juga memberikan medali penghargaan kepada 53 tentara yang dirawat.

Pertempuran militer Filipina dan kelompok Abu Sayyaf dilakukan beberapa hari setelah pendeta asal Italia dibebaskan kelompok Abu Sayyaf pada Jumat (8/4) lalu. Abu Sayyaf dikenal kerap menculik warga asing dan menuntut uang tebusan. Termasuk 10 orang WNI, yang dimintai tebusan Rp15 miliar.

Sejauh ini, mereka yang disandera antara lain Ewold Hurn dari Belanda, John Ridsdel dan  Robert Hall dari Kanada dan Kjartan Sekkingstad dari Norwegia. Selain itu ada juga 10 WNI yang kini masih disandera kelompok itu. Mereka adalah awak kapal Brahma 12 yakni Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Octavianto, Reynaldi, Wendi dan Raknadian.

Terkait penyerangan itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Armanata Natsir mengatakan, 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf, tak berada di Basilan saat kontak senjata terjadi.

"Selama ini informasi yang diterima, 10 WNI yang disandera tidak terindikasi bahwa mereka berada di lokasi sekitar Basilan," terangnya, Minggu kemarin.

Armanata juga mengatakan pemerintah Indonesia telah mengetahui adanya bentrok senjata dengan kelompok Abu Sayyaf di Basilan pada Sabtu (9/4) lalu. "Kami mengetahui dari media," ucapnya. (dtc, ral, sis)