Kasus Kompol Suparno

Tak Miliki Izin Usaha Perkebunan

Tak Miliki Izin Usaha Perkebunan

SIAK (HR)-Dua pegawai Dinas Kehutanan Kabupaten Siak dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus perambahan cagar biosfer Giam Siak Kecil, yakni Ahmad dan Khairul Huda.

Keduanya mengaku pernah melakukan pengukuran lahan yang telah dikuasai terdakwa, Kompol Suparno. Pengukuran tersebut dilakukan bersama tim penyidik dari Polda Riau.

"Atas permintaan penyidik dari Polda Riau, kami bersama penyidik melakukan pengukuran lahan yang diduga dikuasai Suparno seluas 433 haktar," kata Ahmad di hadapan hakim ketua Sorta Ria Neva SH MHum didampingi hakim anggota Rudi Wibowo SH MH dan Alfonso SH MH dalam sidang lanjutan, Rabu (4/2).

Berdasarkan batas wilayah, secara administrasi baik data dari Bappeda dan Tataruang, lahan yang telah digarap itu masuk ke wilayah Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau.

Namun, saat tim turun tidak membawa pemdes Tasik Betung, melainkan Kades Buantan Besar. Pasalnya, informasi awal surat tanah dikeluarkan oleh Pemdes Buantan Besar.

Ahmad menjelaskan, 433 hektare yang dikuasai terdakwa masuk keempatareal. Yakni kawasan Suwaka Marga Satwa, seluas 141 hektare, areal konservasi PT Balai Kayang Mandiri seluas 213,57 hektare, areal Cagar Biosfer Giam Siak Kecil 193 hektare, Hutan Produksi 52,6 hektare.
 
Di luar 433 hektare itu juga ditemukan pembukaan lahan baru milik B Sitepu dan beberapa orang lainnya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, B Sitepu merupakan rekan Suparno membeli lahan di areal tersebut.

"Saat kami melakukan pengukuran, bertanya sama orang setempat, informasinya lahan milik Suparno adalah yang digali keliling. Fakta di lapangan bukan di petak-petak, tapi satu hamparan ada galian keliling. Sebagian sudah ditanam, sebagian berkasnya baru ditumbang dan nampak bibit kelapa sawit dalam polibag lebih dari 1000 batang," terang saksi ahli ini.

Ahmad menjelaskan bahwa areal tersebut sesuai ketentuan tidak boleh digarap menjadi kebun, baik untuk kebun kelapa sawit dan tanaman lainnya, kecuali lahan hutan produksi, itu juga harus melalui prosedur perizinan.

Saat dimita keterangan kenapa hal itu bisa terjadi, ia mengaku Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak telah melakukan sosialisasi. Kegiatan terpusat di pemerintahan kecamatan dan memanggil kades serta BPD dan perangkat desa. Saat pertanian itu diulangi oleh ketua majelis hakim, mantan Kades Buantan Besar A. Rahim merasa dimintai keterangan dan membantah pernah dipanggil dalam forum sosialisasi.

"Kenapa kades itu tidak tahu," tanya Sorta Ria Neva.
 
"Saya tidak pernah dipanggil dalam sosialisasi," kata A. Rahim

Lalu Sortaria meluruskan bahwa pertanyaan itu ditujukan kepada saksi, lantas saksi memberikan jawaban bahwa sosialisasi terhadap lahan itu disampaikan di Kecamatan Sungai Mandau.

Menurut Ahmad, keterbatasan anggaran merupakan salah satu kendala bagi pihaknya untuk melakukan sosialisasi secara berkelanjutan. "Anggaran kami tidak ada," kilahnya. (lam)