Wapres Tidak Setuju

Mukernas PKB: Bubarkan DPD

Mukernas PKB: Bubarkan DPD

Jakarta (riaumandiri.co)-Musyawarah Kerja Nasional Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah resmi ditutup dan menghasilkan beberapa agenda politik.

Agenda pertama, kata Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding dalam konferensi pers penutupan musyawarah di Jakarta, Sabtu (6/2), adalah mengusulkan untuk membubarkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
PKB memandang keberadaan DPD saat ini hanya menjadi “aksesoris” demokrasi.

Misalnya, selama ini DPD hanya diikutsertakan dalam membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah dan sering kali diabaikan.

Karena itu, PKB berpendapat anggaran DPD yang sangat besar bisa dialihkan untuk program pembangunan yang lebih bermanfaat langsung pada masyarakat.

"Bagi PKB, sepanjang kewenangan fungsi DPD seperti hari ini, maka PKB merekomendasikan untuk dihilangkan. Kalau diberi kewenangan lebih baik, kita setuju eksistensinya," kata Abdul.

Hal ini mempertegas ungkapan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang mengatakan arus kuat pengurus daerah
Mukernas

 partainya menghendaki agar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibubarkan karena dianggap tidak berfungsi sama sekali.

"Jadi arus kuat teman-teman dari diskusi Forum Musyawarah Kerja Provinsi banyak yang menganggap DPD tidak berfungsi sama sekali, karena di satu provinsi hanya ada empat anggota DPD," ujar Cak Imin di arena Musyawarah Kerja Nasional PKB di JCC, Jakarta, Jumat (5/2) malam.

Cak Imin mengatakan suara pengurus daerah terkait keberadaan DPD itu kemudian dibawa ke dalam forum lebih tinggi yakni Mukernas PKB dan akan dibahas secara mendalam.

"Pilihannya mau ditambah kewenangan atau dibubarkan. Kalau versi teman-teman steering committee Mukernas masih menghendaki perubahan UUD tanpa keberadaan DPD," kata dia.

Menanggapi hasil Mukernas PK tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak setuju dengan usulan bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) layak dibubarkan, karena langkah yang dinilai lebih tepat adalah melakukan perubahan.

"Bukan pembubaran, tetapi perubahan, mungkin perbaikan," kata Wapres kepada wartawan setelah mengikuti acara Syukuran 60 tahun dan Ensiklopedia Pemikiran Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Sabtu (6/2).

Menurut Jusuf Kalla, dirinya tidak bisa mencampuri terkait dengan bagaimana perubahan terhadap DPD itu dilakukan karena hal tersebut merupakan wewenang lembaga itu sendiri terkait urusan tersebut.

Sementara itu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya menampung semua masukan terkait dengan perubahan dalam ketatanegaraan yang sedang digodok oleh Badan Pengkajian MPR.

Selain itu, Zulkifli juga mengingatkan bahwa pembubaran DPD itu bila dilakukan pasti terkait dengan amandemen UUD 1945 yang memiliki mekanisme yang ketat.

Terkait dengan perubahan UUD 1945, Pasal 37 UUD 1945 untuk ayat (1) menyatakan, usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Kemudian di ayat (3), untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Selanjutnya di ayat (4), putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad menilai, Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar memberikan alternatif bagi eksistensi DPD, dan bukan ingin membubarkannya.

"Saya menangkap bahwa itu bukan pembubaran DPD, namun memberikan alternatif, yaitu dibubarkan atau diperkuat," katanya di Mataram, Sabtu.

Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) lulusan 1972 itu meyakini bahwa PKB ingin memperkuat keberadaan DPD di Indonesia sehingga pihaknya mendukung amandemen Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dalam rangka penguatan DPD.

Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu menilai, DPD selama ini sudah berperan dalam proses legislasi, namun belum maksimal sehingga dibutuhkan penguatan melalui amandemen UUD 1945.

"Kami selama ini sudah berperan, namun belum optimal, masih mentok karena kewenangannya dibatasi," ujar alumni Universitas Oklahoma City, Amerika Serikat (AS), itu.

Menurut dia, perlu ada keseimbangan antara perwakilan politik dan perwakilan daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.(kpc/cnn/rol/yuk)