Pemilihan di DPR Lemahkan KPK

PDI-P Jagokan Lima Nama Capim

PDI-P Jagokan  Lima Nama Capim

JAKARTA (HR)-Fraksi PDI Perjuangan mengaku, telah mengantongi lima nama yang dijagokan untuk menjadi pimpinan KPK selanjutnya. Pada seleksi calon pimpinan KPK mulai Senin (14/12) besok.

 "Ada lima jagoan kita, ini dari penilaian PDIP," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu di Jakarta, Sabtu (12/12).

Proses uji kepatutan dan kelayakan terhadap delapan calon pimpinanKomisi Pemberantasan Korupsi akan dilangsungkan pekan depan.

Sedianya ada sepuluh calon pimpinan KPK.

PDI-P
Namun, hanya delapan capim yang akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan pada 14-16 Desember 2015. Sebab, dua capim lainnya yaitu Robby Arya Brata dan Busyro Muqoddas telah menjalani uji kepatutan terlebih dahulu.

Meski begitu, Masinton enggan membuka identitas capim yang dijagokan PDIP.

Ia memastikan, kelima capim itu akan diperjuangkan di dalam rapat pleno Komisi III setelah uji kepatutan dan kelayakan dilangsungkan.

"Jangan kita buka di sini, nanti saja pas tanggal 14-16 kita buka. Kan ada 10 nanti yang lima lagi akan lemas kalau kita akan buka," kata dia.
Dipilih Presiden

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti, menilai, pemilihan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR perlu dikaji kembali.

Ditambahkan, menjadi hal yang menarik jika komisioner KPK langsung dipilih oleh presiden.

"Toh presiden juga dipilih publik. Dia juga menunjuk pansel yang asumsinya bekerja di bawah sebuah mekanisme dan pengawasan publik," kata Bivitri di Jakarta, Sabtu (12/12).

Menurut dia, pemilihan komisioner KPK melalui DPR berpotensi melemahkan lembaga antirasuah tersebut, apalagi jika menyebabkan KPK terbelenggu kepentingan politik dan menyebabkan lolosnya elite-elite politik dari jerat hukum karena adanya bargain politik.

"Saya kira, salah satu sebabnya (ada elite politik yang lolos) adalah karena mereka juga dipilih DPR. Mereka ada bargain. Nanti kalau diloloskan, mereka (elite politik) mengingatkan, 'jangan lupa, dulu saya yang pilih lho' ," ujarnya.

"Secara umum, KPK berat secara politik, saya kira tidak bisa dihindari dengan sistem pemilihan yang sekarang, di mana dia dipilih oleh partai-partai politik," kata dia.

Senada dengan Bivitri, praktisi hukum, Maqdir Ismail, menyatakan setuju jika komisioner KPK dipilih oleh presiden. Menurut dia, DPR saat ini dikuasai oleh partai-partai politik tertentu sehingga komisioner terpilih dikhawatirkan juga dimasuki kepentingan partai.

Namun, ia menganggap supervisi yang dilakukan KPK belum berjalan secara sinergis dengan penegak hukum lain. Karena itu, menurut dia, presiden idealnya mengambil alih semua urusan pemberantasan korupsi, termasuk untuk menunjuk komisioner KPK.

"Di KPK itu hampir tidak pernah ada sinergi supervisi yang mereka lakukan dengan penegak hukum lain. Pilihan kita, sekarang ini presiden harusnya mengambil alih semua, termasuk menunjuk komisioner KPK," kata Maqdis.(kpc/yuk)