Sawit Illegal di Tesso Nilo

Sawit Illegal di Tesso Nilo

Berdasarkan citra satelit April 2011 dan SPOT tahun 2009, estimasi luas yang dirambah di dalam kompleks hutan Tesso Nilo telah mencapai 86.238 Ha, atau sekitar 51% dari total luas keseluruhan (lihat Tabel. 4).

Analisis citra landsat dan SPOT antara 2002 dan April 2011 menunjukkan bahwa perambahan dengan intensitas tertinggi terjadi pada tahun 2006 (14.164 Ha), 2008 (14.704 Ha) dan 2009 (16.305 Ha) (Peta 1).
Sejumlah survey lapangan antara 2005 dan 2009 mencatat peningkatan jumlah rumah tangga yang menetap di dalam Taman Nasional Tesso Nilo dimana sekitar 96% dari perambah yang bermukim di dalam taman nasional pada 2009 berasal dari luar kawasan.

Mayoritas dari pendatang ini bahkan berasal dari luar Provinsi Riau. Perambah menjalankan sejumlah modus operandi untuk memperoleh akses terhadap lahan kompleks hutan Tesso nilo guna mengembangkan kebun kelapa sawit ilegal
Kerjasama Perkebunan
Ditemukan beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam koperasi melakukan kerjasama dengan perusahaan perkebunan melalui skema Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).
Dengan skema ini maka kebun anggota koperasi akan menjadi plasma dari perusahaan inti. Pada Koperasi Soko Jati Pangean—yang terafiliasi dengan PT Citra Riau Sarana—areal kebun yang diklaim milik koperasi karena termasuk wilayah adat Kepenghuluan Pangean merupakan kawasan konsensi IUPHHK PT. Hutani Sola lestari.

Sedangkan areal perkebunan yang diklaim milik Koperasi Tani Bahagia yang bekerjasama dengan PT Inti Indosawit Subur merupakan kawasan yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Dalam mekanisme ini skema KKPA digunakan untuk melegitimasi kepemilikan atas lahan.
Dari survey terhadap area perambahan seluas 52.266 ha di dalam kawasan hutan Kompleks hutan Tesso Nilo. 70% dari areal tersebut (36.353) ha atau telah dikonversi menjadi kebun sawit, sedangkan sisanya merupakan lahan terlantar atau ditanami tanaman pertanian lainnya.
Kepemilikan Ilegal
Dari sebaran kebun sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo, pola kepemilikan diperoleh informasi bahwa pengembangan kelapa sawit di Kompleks hutan Tesso Nilo dilakukan baik secara individu maupun berkelompok.
Modal pengembangan dan pengelolaan kebun yang dimiliki oleh individu umumnya diperoleh secara swadaya oleh masing-masing pemilik.

Sementara kebun yang dikelola oleh kelompok, modalnya ditanggung bersama oleh para anggota kelompok. Namun, ditemukan ada juga kelompok memperoleh modal yang berasal dari perusahaan.
Umur tanaman diklasifikasikan berdasarkan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), yaitu tanaman yang dipelihara sejak bulan pertama penanaman sampai dipanen pada umur 30 - 36 bulan) dan Tanaman Menghasilkan (TM), yaitu tanaman di atas umur 30-36 bulan).
15.819 Ha atau 43% dari kebun sawit illegal di Kompleks hutan Tesso Nilo termasuk tanaman menghasilkan. Kebun-kebun ini diperkirakan menghasilkan TBS antara 243.000 sampai 374.000 ton per tahun, atau sekitar 1% dari total TBS yang dihasilkan Provinsi Riau.

Produksi TBS saat ini cukup untuk memenuhi pasokan satu unit pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 67.000 ton per tahun. Trend ke depannya produksi TBS akan terus meningkat mengingat bahwa tanaman yang ada saat ini berumur di bawah 8 tahun, sementara yang paling tua berumur 10 tahun.
57% kebun TBM diperkirakan akan menghasilkan buah dalam beberapa tahun mendatang dan melipatgandakan pasokan TBS yang dihasilkan saat ini.
Dengan asumsi kemampuan pemrosesan 60 ton/jam selama 20 jam/hari dengan 25 hari kerja per bulan dan tingkat ekstraksi minyak 18%.

Kebun ini sebagian besar dimiliki oleh individu dimana 524 orang menguasai 26.298 Ha atau sekitar 72% dari total kawasan perkebunan di kompleks hutan Tesso Nilo. Luas rata-rata perkebunan yang dimiliki oleh individu adalah 50 hektar, jauh melebihi luas perkebunan yang umumnya dimiliki oleh petani. Hal ini menunjukkan adanya kepemilikan modal yang besar.
Teriidentifikasi 20 kelompok perambah di Kawasan Hutan Tesso Nilo. Tiga kelompok beroperasi di konsesi IUPHHK PT Hutani Sola Lestari (Peduli Kasih, Soko Jati dan Koridor RAPP Baserah), 3 kelompok di konsesi IUPHHK PT Siak Raya Timber (Bukit Kesuma, Mamahan Jaya dan Segati Jaya).

Sedang 14 kelompok yang melakukan perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo; Air Sawan 1, Air Sawan 2, Bagan Limau, Bina Wana Sejahtera, Pelabi Jaya, Koridor RAPP Ukui Gondai, Kuala Onangan Toro Jaya, Lancang Kuning, Mamahan, Mandiri Indah, Perbekalan, Pondok Kempas, Simpang Silau, dan Toro Makmur.
Peran Swasta Swasta
Hasil survey lapangan menunjukkan bahwa beberapa kelompok masyarakat diindikasikan memiliki keterkaitan dengan 2 (dua) perusahaan kelapa sawit besar.
Perusahaan tersebut adalah PT Citra Riau Sarana dengan Koperasi Soko Jati Pangean dan Kelompok masyarakat Desa Lubuk Batu Tinggal dengan PT. Inti Indosawit Subur.
PT. Citra Riau Sarana diindikasikan memiliki kaitan dengan Koperasi Soko Jati Pangean untuk pengembangan kebun sawit di dalam kawasan IUPHHK Hutani Sola Lestari.
Koperasi Soko Jati Pangean, adalah unit usaha yang didirikan oleh warga desa Kecamatan Pangean pada tahun 2006. Anggota koperasi ini berasal dari Desa Pasar Baru, Pulau Kampai, Pulau Rengas, Rawang Binjai dan Koto Pangean.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, koperasi ini dibentuk untuk merealisasikan keinginan masyarakat Kecamatan Pangean dalam pengembangan kelapa sawit dengan PT Citra Riau Sarana.
Lebih lanjut dari pemaparan sumber di lapangan diketahui bahwa alasan PT Citra Riau Sarana membangun kebun sawit untuk masyarakat Pangean adalah untuk mewujudkan janji PT Citra Riau Sarana.
Pada saat PT Citra Riau Sarana mengembangkan kebun kelapa sawit di Kecamatan Pangean pada 1998, mereka menjanjikan kebun untuk warga sekitarnya.

Dari pantauan lapangan, di dalam koperasi Soko Jati terdapat beberapa Kelompok Tani, diantaranya adalah Kelompok Jati Indah yang mengelola kebun dengan anggota 150 orang, Kelompok Tani Jati
Sebelas dengan anggota 150 orang dan Kelompok Sawit Sejahtera dengan anggota 140 orang. Dengan menerapkan batas alokasi legal untuk petani sebesar 2 hektar per-anggota, dapat diperkirakan total area yang digarap sebesar 880 ha.
Pada kenyataannya pantauan lapangan menunjukkan luas areal yang telah ditanami seluas 3.053 Ha. Dari luasan tersebut, 2.664 Ha sudah menghasilkan TBS.
Dari informasi yang diperoleh dari pihak Koperasi Soko Jati Pangean, areal tersebut termasuk wilayah adat Kepenghuluan Pangean. Sehingga menurut adat, areal tersebut dapat dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat Pangean.

Kementerian Kehutanan masih mempertahankan status areal tersebut sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh IUPHHK PT Hutani Sola Lestari.
Perusahaan yang ditemukan juga bekerjasama dengan masyarakat dalam penguasaan areal di dalam Kompleks hutan Tesso Nilo adalah PT Inti Indosawit Subur (PT IIS) dengan Koperasi Tani Bahagia.
Anggota koperasi ini merupakan warga Desa Air Hitam, Lubuk Kembang Bunga, Kampung Baru dan Lubuk Batu Tinggal. Pengembangan kebun sawit oleh PT IIS dilaksanakan pada tahun 2000-2001.

Informasi dari PT IIS, pengembangan KKPA yang diduga tumpang tindih dengan Taman Nasional Tesso Nilo hanya sekitar 400 Ha, namun hasil survey WWF luasnya diperkirakan mencapai sekitar 1.870 Ha. KKPA merupakan suatu bentuk skema kredit dengan
syarat lunak yang diberikan oleh pemerintah melalui PT (Persero) Permodalan Nasional Madani (PT. PNM) kepada koperasi primer yang selanjutnya disalurkan kepada anggotanya.
Surat dari Bupati Kampar kepada Gubernur Riau tanggal 20 Agustus 1999 mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit ini dibawah skema KKPA.
Namun, karena perkebunan tersebut berlokasi di dalam Kawasan Hutan, koperasi perlu memperoleh izin pelepasan dari Kementerian Kehutanan. Pengurus Koperasi menyatakan bahwa koperasi tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.

Dikelilingi Mills
Terdapat 50 mills di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo dengan total kapasitas terpasang sebesar 2.420 ton per jam 20. Sebelas dari 50 mill ini merupakan pabrik independen—tidak memiliki kebun—dengan kapasitas terpasang 500 ton per jam.

Berdasarkan data pemerintah, ke-50 pabrik pengolahan ini dimiliki oleh 10 kelompok perusahaan: Wilmar (4 mills, titik kuning pada Peta 4), Ganda (3 mills, titik merah) Asian Agri (6 mills, titik ungu), Sinar Mas (1 mill, titik merah muda), Musim Mas (3 mills, titik biru muda), Duta Palma (5 mills, titik biru tua), Astra Agro (3 mills, hijau), Indofood Sukses Makmur (2 mills, oranye), PTPN V (3 mills, coklat muda) dan yang tidak teridentifikasi (20 mills, hitam).

Perkiraan kebutuhan pasokan TBS untuk seluruh mills yang berada di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo adalah sebesar 14,5 juta ton per tahun. Sementara untuk ke-11 mills yang tidak memiliki kebun sendiri diperlukan pasokan TBS dari kebun swadaya sebesar 3 juta ton per tahunnya.***