Dipicu Kenaikan Harga Bahan Makanan dan Transportasi Turun

September, Riau Deflasi 0,38 Persen

September, Riau Deflasi 0,38 Persen

PEKANBARU (HR)-Selama September, Riau mengalami deflasi sebesar 0,38 persen. Kondisi ini dipicu bukan karena produksi barang yang menurun, tetapi karena turunnya harga dan  daya beli masyarakat yang disebabkan karena kondisi ekonomi yang masih sulit ditambah lagi kondisi asap yang menyelimuti Riau dua bulan terakhir. Sehingga daya beli masyarakat menjadi menurun, sementara produksi barang cukup lancar.

Demikian diungkapkan Kepala Badan Pusat Statisktik (BPS) Riau Mawardi Arsyad kepada Haluan Riau, Kamis (1/10) dalam acara ekspos perekonomian bulanan propinsi Riau di Kantor BPS Riau Jalan Pattimura.
Dari data surve yang dilakukan BPS, terjadinya deflasi merupakan gabungan dari 3 kota. Dengan deflasi dari 3 kabupaten tersebut tertinggi di Pekanbaru sebesar 0,40 persen, Tembilahan 0,38 persen dan Dumai sebesar 0,23 persen. Sementara dibandingkan secara nasional terjadi deflasi secara keseluruh sebesar 0,05 persen. Dengan indeks harga konsumen (IHK)121,56 persen.

"Penurunan ini disebabkan karena daya beli masyarakat yang berkurang, terdapat pada sektor makanan dan sektor transportasi. Apalagi ditambah dengan kondisi asap yang masih menyelimuti Riau, untuk transportasi yang terlihat yakni pada transportasi domestik. Orang menjadi mengalihkan tempat keberangkatan dan kepulangannya, ke propinsi lain karena asap," terang Mawardi.
Dijelaskannya, penurunan terjadi pada indeks harga pada kelompok makanan sebesar 2,59 persen. Dengan komoditas yang memberi andil yakni untuk cabe merah, daging ayam, bawang merah, minyak goreng, sayur mayur, dan juga angkutan udara.
Jika di lihat dari 23 kota di Sumatera, kondisi deflasi terjadi pada 17 kota dan 6 kota lainnya mengalami inflasi. Sementara secara nasional dari 82 kota, 36 kota mengalami deflasi dengan tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 1,85 persen. Serta terendah di Bandung sebesar 0,01 persen.

"Jadi untuk sektor transportasi, juga menjadi pemicu terjadi deflasi. Karena banyak penerbangan yang dibatalkan, sehingga menyebabkan kerugian bagi sektor penerbangan. Padahal harga sudah diturunkan, tetapi tidak ada penerbangan," pungkasnya.
BPS Catat Deflasi September 0,05 Persen
Sementara itu di Jakarta, Badan Pusat Statistik mencatat, telah terjadi penurunan harga barang dan jasa di masyarakat (deflasi) selama September 2015 mencapai 0,05 persen. Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, deflasi terjadi setelah lewatnya masa Idul Fitri pada Juli 2015, di mana permintaan akan barang dan jasa pada bulan itu meningkat namun penurunan permintaan masih terasa hingga September yang menyebabkan harga turun.
Suryamin mengatakan juga, dengan deflasi 0,05 persen pada September kemarin, laju inflasi secara tahun berjalan (year on year/yoy) menyentuh angka 6,83 persen. Sementara secara kumulatif, inflasi selama tahun kalender berjalan atau year to date (ytd) dihitung mencapai 2,24 persen.

Suryamin menambahkan, jika di lihat lima hingga enam tahun ke belakang, deflasi September tahun ini bukanlah tren baru. BPS mencatat pernah terjadi deflasi pada September 2013 sebesar 0,35 persen.
Suryamin melanjutkan, sumbangan inflasi tertinggi berasal dari sektor pendidian dan rekreasi yang mencapai 1,72 persen. Hal itu disebabkan pada saat itu merupakan tahun ajaran baru bagi anak sekolah.
Sementara penyumbang deflasi terbesar pertama adalah berasal dari bahan makanan yakni sebesar 0,23 persen. Deflasi terbesar kedua disumbang oleh sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,09 persen.

"Ada pengurangan aktivitas angkutan udara akibat kabut asap, sehingga ada penurunan tarif dari maskapai," kata Suryamin.
Sementara ada juga kelompok yang menjadi penyumbang inflasi terbesar yakni kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,07 persen. Komponen penyumbang inflasi lainnya yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,05 persen, kelompok sandang 0,06 persen, kelompok kesehatan 0,02 persen serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,07 persen.***