Prioritas Penertiban Kawasan Hutan Nasional, Satgas PKH Stanby di Riau
Riaumandiri.co - Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Mayjen TNI Dody Triwinarto, bersama Gubernur Riau, Abdul Wahid dan anggota DPR RI, telah mengadakan pertemuan terkait dengan relokasi masyarakat pasca penyerahan lahan di lokasi Taman Nasional Teso Nilo.
Dalam penjelasan komandan Satgas PKH, Provinsi Riau menjadi daerah prioritas dalam penertiban kebun sawit ilegal di kawasan hutan. Dari total target nasional seluas 3,7 juta hektare, Provinsi Riau menyumbang luasan terbesar, yakni sekitar 1,2 juta hingga 1,7 juta hektare.
"Target nasional terbesar memang ada di Riau, disusul Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara," ujar Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Mayjen TNI Dody Triwinarto, dalam pertemuan bersama Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI di Kantor Gubernur Riau, Kamis (10/7).
Dikatakan Dody Dody Triwinarto, luas lahan sawit ilegal yang masuk kawasan hutan kemungkinan masih bisa bertambah, seiring dinamika di lapangan yang terus berkembang. Riau memiliki tanah yang sangat subur, sehingga banyak ditanami sawit. Namun dalam praktiknya, tata kelola sawit di kawasan hutan sering kali tidak tertib dan melanggar aturan. Hingga berujung ke perambahan hutan secara besar-besaran.
"Melihat kondisi yang ada, saya yakin jumlahnya bisa bertambah. Karena itu saya memilih untuk lebih banyak standby di Riau, mengingat subjek hukum dan luasan lahan terbanyak ada di sini. Dari target 1,2 juta hingga 1,7 juta hektare kebun sawit ilegal yang masuk di kawasan hutan, sekitar 30 hingga 40 persen lahan merupakan milik perorangan. Semua itu ada datanya, dan ada konsekuensinya sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 2025," jelasnya.
Satgas PKH Dody, menjelaskan, tidak serta-merta melakukan penindakan. Sejak November 2024, tim telah mengidentifikasi, menghimpun, dan mengkonfirmasi data dari berbagai sumber. Setelah data valid dan terintegrasi di Posko PKH yang di Kejaksaan Agung, barulah tindakan di lapangan dilakukan.
"Data kami menunjukkan bahwa objek kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan terluas secara nasional ada di Riau. Kawasan TNTN telah dirambah menjadi kebun sawit sejak tahun 2004. Selama 21 tahun, kawasan konservasi ini terus mengalami kerusakan akibat perambahan masif yang dilakukan secara sistematis oleh jaringan cukong sawit,” tegasnya.
Dody mengungkapkan bahwa kawasan TNTN saat ini dikuasai oleh pemilik kebun berskala besar yang justru tidak tinggal di kawasan tersebut. Menurutnya, para pekerja ini hanyalah kelompok yang dipekerjakan oleh para cukong untuk mengelola lahan. Mereka bahkan membangun fasilitas sendiri, termasuk beberapa Sekolah Dasar dan satu SMP, demi mendukung aktivitas tinggal di kawasan tersebut.
"Yang tinggal di dalam TNTN itu kebanyakan hanya pekerja. Pemilik lahan sawit yang luas justru tinggal di luar, ada yang di Pekanbaru, Pelalawan, Medan, bahkan Jakarta. Dari hasil identifikasi lapangan, jumlah warga yang bermukim di dalam TNTN tidak sebanyak yang selama ini diklaim. Awalnya dilaporkan ada 15 ribu orang. Setelah kita cek, ternyata jumlahnya tidak sebanyak itu, hanya sekitar 4.000 hingga 5.000 jiwa," jelasnya.
Lebih lanjut, Dody membeberkan bahwa ada 13 titik jalan yang menjadi akses keluar-masuk ke dalam TNTN yang selama ini digunakan para oknum untuk masuk dan merambah kawasan hutan. Aktivitas ini diyakini tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan aparatur desa.
"Kami yakin, kepala desa tahu. Tak mungkin orang bisa masuk begitu saja tanpa izin, pasti sudah minta izin kepala desa, dan memang dalam pemeriksaan, beberapa kepala desa sudah mengakui," tegasnya.
Untuk diketahui, saat ini penegakan hukum tengah berjalan. Kejaksaan Tinggi dan Polda Riau sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang terlibat.