Tapem Rohul: Ada Kesalahan Administrasi
PASIR PENGARAIAN (HR)-Sengketa lahan yang terjadi di Desa Kepenuhan Timur, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, antara PT Budi Murni Panca Jaya dengan Koperasi Sawit Timur Jaya dan PT Agro Mitra Rokan,hingga kini masih menjadi perbincangan menarik.
Hal itu setelah sengketa lahan itu sampai melibatkan pihak lain, termasuk Bupati Rokan Hulu, Achmad dan instansi Polda Riau.
Terkait hal itu, Kabag Tata Pemerintahan Pemkab Rohul, M Zaki, akhir pekan kemarin menerangkan, pihaknya telah menelusuri sengketa lahan itu sejak dari proses awal. Hasilnya, lahan yang diklaim PT Budi Murni Panca Jaya seharusnya berada di Kecamatan Kepenuhan Tengah, bukan di Kepenuhan Timur seperti yang terjadi saat ini. Pihaknya menilai, ada kesalahan dalam proses administrasi sehingga mengakibatkan terjadinya polemik tersebut.
Sesuai data kronologis yang telah didapat pihaknya, M Zaki menuturkan, sengketa tersebut mula sejak tahun 2006-2007. Diawali pada 16 Februari 2007, pihaknya PT Budi Murni Panca Jaya (BMPJ) mengajukan permohonan izin pencanangan lahan kelapa sawit seluas lebih kurang 700 hektare yang berada di Kelurahan Kepenuhan Tengah, Kecamatan Kepenuhan.
“Pada tahun yang sama, Koperasi Sawit Timur Jaya dan Koperasi Petani Sawit Mutiara Kepenuhan juga mengajukan rekomendasi persetujuan prinsip pencanangan lahan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 4.815 hektare di Desa Kepenuhan Timur dan Desa Kepenuhan Hilir," ujarnya.
Namun setelah ditelusuri, ternyata lahan PT BMPJ seharusnya berada di Kelurahan Kepenuhan Tengah, bukan di desa Kepenuhan Timur, seperti yang terjadi saat ini. Atas dasar itu pula, Pemkab Rohul akhirnya mencabut Izin Prinsip PT BMPJ.
"Selanjutnya, oleh masyarakat Desa Kepenuhan Timur, lahan tersebut dimanfaatkan dengan membangun kebun sawit pola KKPA bersama PT Agro Mitra Rokan (AMR),” terangnya.
Pendek cerita, pada 10 Juni 2006 penandatanganan MoU antara Koperasi Sawit Timur Jaya dengan PT AMR pun dilaukan dengan Nomor: 001/MoU/AMR-KTJ/VI/2006. Isinya, Koperasi Timur Jaya menunjuk PT AMR untuk pengerjaan lahan kebun sawit milik koperasi tersebut yang selanjutnya dilakukan kerja sama dengan pola KKPA.
MoU itu sejalan dengan surat pernyerahan dan pernyataan untuk pembukaan lahan perkebunan oleh perangkat desa, mulai dari kepala desa, LKMD, Kadus, RW, RT, pemuda dan kelompok tani, ujarnya lagi.
Ditambahkannya, 15 Agustus 2006, Kepala Desa kepenuhan Timur mengeluarkan surat rekomendasi dengan Nomor :541/39/PMD/2006, tentang izin pembangunan kebun kelapa sawit pola KKPA yang ditujukan kepada Direktur Utama PT AMR. Surat tersebut diteken Pjs Kepala Desa ketika itu, yakni Ibrahim.
Selanjutnya, pada 27 September 2006, Camat Kepenuhan yang kemudian mengeluarkan surat Nomor: 525/872/PMD/2006, tentang rekomendasi izin prinsip pembangunan kebun kelapa sawit kepada PT AMR. Surat itu diteken Camat Kepenuhan saat itu, Drs H Tarmizi.
Diduga ada kesalahan administrasi dalam kasus ini, tambahnya, diketahui seiring ada dua surat Lurah Kepenuhan Tengah, dengan perihal dan tanggal yang sama namun dengan nomor yang berbeda. Misalnya Surat pada 13 Februari 2007 Nomor: 140/Pem/30/2007 perihal rekomendasi untuk mendapatkan izin prinsip pembukaan lahan seluas 700 hektare yang berada di Kelurahan Kepenuhan Tengah. Sedangkan surat keduanya pada tanggal 13 Februari 2007 Nomor 140/Pem/59/2007, perihal rekomendasi untuk mendapatkan izin prinsip pembukaan lahan.
Atas kesalahan ini menimbulkan tidak adanya kepastian hukum terhadap surat yang telah diterbitkan oleh Lurah Kepenuhan Tengah. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dicabutnya izin prinsip PT BMPJ. Kemudian pertimbangan lainnya menindaklanjuti hasil musyawarah Kelurahan Kepenuhan Tengah bersama pihak Desa Kepenuhan Timur pada 12 Juni 2007 silam tentang keputusan Batas Desa Kepenuhan Timur dengan Kelurahan Kepenuhan Tengah.
"Isinya, jika lahan seluas kurang lebih 700 hektare yang sudah di-SKT-kan atas nama H Zulyadaini ternyata masuk dalam wilayah Desa Kepenuhan Timur, maka surat itu akan dibatalkan. Selanjutnya diurus suratnya melalui Kepala Desa Kepenuhan Timur,” terangnya lagi.
Situasi Memanas
Ditambahkan Zaki, buntut dari sengketa lahan itu membuat situasi dan kondisi di tengah-tengah masyarakat, menjadi memanas dan bahkan dapat menimbulkan terjadinya konflik.
Maka berdasarkan pasal 6, pasal 23, pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, tentang pencegahan konflik dengan upaya pemeliharaan kondisi damai, Bupati Rohul melakukan tindakan-tindakan sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik.
Hal ini juga berdasarkan kewenangan kepala daerah dalam menjamin terciptanya kondisi sosial, hukum dan keamaan dalam negeri yang kondusif dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri.
"Dalam hal ini, seorang kepala daerah atau bupati dapat meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan secara terpadu, sesuai tugas, fungsi dan kewenangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan,” tutupnya. (gus)