Presiden: Novel Jangan Ditahan

Presiden: Novel Jangan Ditahan

SOLO (HR)-Penangkapan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang dilakukan penyidik Polri, mendapat perhatian serius dari Presiden Joko Widodo. Presiden pun memerintahkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk tidak menahan Novel. Presiden juga menginstruksikan penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil.

Hal itu dilontarkannya usai salat Jumat di Masjid Kottabarat, Solo, Jumat (1/5). "Saya sudah perintahkan ke Kapolri, pertama untuk tidak ditahan. Yang kedua proses hukum harus dilakukan secara transparan dan adil. Dan yang ketiga saya sudah perintahkan juga Wakapolri untuk tidak lagi membuat kontroversi. Hal-hal yang membuat kontroversi di masyarakat maupun ketidaksinergian antara KPK dan Polri. Mereka harus bekerja bersama-sama, Polri, KPK, Kejaksaan, semuanya dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi apakah Novel Baswedan akan dibebaskan," tanya wartawan.
"Sudah saya perintahkan tadi," ujar Presiden.

Penegasan Presiden Jokowi itu, kembali dinyatakan Mensesneg Pratikno. "Presiden sebagai pimpinan tertinggi Polri telah memerintahkan Kapolri untuk memastikan proses hukum bisa berjalan dengan terbuka, obyektif dan menjunjung tinggi rasa keadilan. Presiden juga telah memerintahkan Kapolri untuk melepaskan Novel Baswedan karena tidak ada alasan untuk menahan yang bersangkutan," ujar Pratikno dalam keterangan pers di Jakarta.

Pratikno juga menyatakan Presiden telah memerintahkan Kapolri untuk menjaga kondisi yang sudah kondusif dan tidak melakukan langkah-langkah yang menimbulkan kontroversi. "Polri diminta tidak mengambil tindakan apapun yang bisa memicu ketegangan antar institusi penegakan hukum," ujar Praktikno.

Menurut Praktikno, perintah Presiden ini agar segera dilaksanakan demi untuk menjunjung tinggi wibawa hukum, menjaga marwah KPK dan Polri. KPK dan Polri harus bahu membahu, saling menguatkan dan sinergi untuk melawan korupsi yang menjadi musuh bersama.


Tak Perlu
Sementara itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, penangkapan terhadap Novel seharusnya tak perlku dilakukan, jika yang bersangkutan bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang berjalan.

"Penangkapan terhadap Novel ini harusnya tidak perlu karena dia anggota Polri awalnya. Sekarang seharusnya secara sukarela meminta kepada Polri untuk diperiksa," ujarnya.

Badrodin menjelaskan, berkas kasus Novel telah diserahkan ke kejaksaan. Namun, karena dinyatakan belum lengkap atau P19, berkas dikembalikan oleh kejaksaan ke polisi.
"Ada dua petunjuk yg harus dilengkapi keterangan tambahan dan rekonstruksi. Karena itu, Polri harus segera lakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan untuk melengkapi berkas yang diminta jaksa," kata dia.
Novel, kata Badrodin, telah dua kali tidak hadir sehingga dilakukan penangkapan. Jika tidak segera dilengkapi berkasnya, maka kasusnya akan kadaluarsa.

Sementara itu, terkait tidak hadirnya Novel dalam dua kali pemanggilan tersebut, KPK memastikan bahwa yang bersangkutan bukan tidak mau mematuhi aturan hukum. Ketidakhadiran Novel karena pada waktu itu, yang bersangkutan tengah menjalankan tugas dari institusinya, KPK.

Buat Petisi
Terkait penangkapan Novel, sang istri Rina Emilda, membuat petisi untuk Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Dia meminta agar suaminya dibebaskan. Petisi dibuat Rina di change.org, Jumat (1/5/2015). Hingga sore ini sudah ada 11 ribu orang memberi dukungan.
Di dalamnya, Rina menceritakan tentang proses penangkapan terhadap suaminya. Di lamnya, ia berharap Presiden Jokowi, Bapak Kapolri Badrodin dan Ketua KPK Bapak Ruki segera membebaskan suaminya dari segala tuduhan.

Novel Baswedan ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri di rumahnya, Jumat (1/5) dini hari. Surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum memerintahkan untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi.

Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo. Sedangkan yang menyerahkan surat adalah AKBP Agus Prasetoyono dengan diketahui oleh ketua RT 003 Wisnu B dan ditandatangai pada Jumat, 1 Mei 2015.

Kasus tersebut pernah mencuat saat terjadi konflik KPK vs Polri pada 2012 saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011 dengan tersangka Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo.  Pada 2004, ada anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menyebabkan korban jiwa. Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras. (bbs, kom, dtc, ral, sis)