Kredit Fiktif di BNI 46 Pekanbaru Rp40 M, Notaris Dewi Farni Terancam 20 Tahun Penjara

Kredit Fiktif di BNI 46 Pekanbaru Rp40 M, Notaris Dewi Farni Terancam 20 Tahun Penjara

RIAUMANDIRI.CO - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Dewi Farni Dja'far. Dalam dakwaannya, JPU menyebut oknum notaris itu melakukan rasuah, dimana ancaman pidananya maksimal 20 tahun penjara.

Dewi Farni merupakan terdakwa kasus dugaan Korupsi dalam proses pemberian Kredit Refinancing kepada Debitur PT Barito Riau Jaya (BRJ). Dimana kredit itu diberikan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru dengan rinciannya, sebesar Rp17 miliar pada tahun 2007 dan Rp23 miliar pada tahun 2008.

Sidang perdana perkara tersebut telah digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (20/10). Adapun agendanya adalah pembacaan surat dakwaan oleh Tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.


"Surat dakwaan untuk terdakwa Dewi Farni Dja'far telah dibacakan Jaksa Dewi Shinta Dame Siahaan dan Lusi Yetri Man Mora," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Martinus Hasibuan melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Agung Irawan, Kamis petang.

Dikatakan Agung, sidang tersebut digelar secara virtual. Dimana majelis hakim yang diketuai Dahlan, Tim JPU dan Penasihat Hukum terdakwa berada di ruang sidang. Sementara, terdakwa mengikuti sidang melalui video teleconfrence dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru, tempat dia ditahan.

Di dalam dakwaannya, kata Agung, JPU menyatakan Dewi Farni Dja'far melakukan rasuah, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ayat (1) KUHP. Dalam pasal tersebut, ancaman pidananya maksimal 20 tahun penjara.

Atas dakwaan itu, lanjut Agung, terdakwa menyatakan mengerti, dan tidak menyatakan keberatan. Dengan begitu, sidang akan dilakukan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

"Sidang berikutnya dijadwalkan digelar pada tanggal 26 Oktober 2022," pungkas Agung Irawan.

Salah seorang anggota Tim JPU, Lusi Yetri Man Mora usai persidangan menyatakan, pihaknya siap untuk membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa Dewi Farni Dja'far. Untuk pembuktian itu, pihaknya akan mempersiapkan saksi-saksi dan alat bukti.

Lanjut dia, ada sekitar 26 orang yang nantinya akan dihadirkan sebagai saksi, termasuk di dalamnya saksi ahli. Puluhan orang itu keterangan telah tertuang di dalam berkas perkara.

"Kalau tak salah, total saksi itu ada 26 orang," singkat Lusi.

Sebelumnya, Plt Kajari Pekanbaru, Martinus Hasibuan pernah memaparkan disposisi perkara. Perbuatan rasuah itu bermula pada tahun 2008 lalu. Saat itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Kredit Refinancing kepada Debitur PT BRJ. Rinciannya, sebesar Rp17 miliar pada tahun 2007, dan Rp23 miliar pada tahun 2008.

"(Dewi Farni) Yaitu orang yang membantu dan atau turut melakukan pemenuhan salah satu syarat permohonan kredit maupun pencairan kredit atas penambahan plafon kredit investasi Refinancing yang diajukan oleh debitur PT Barito Riau Jaya kepada PT BNI Pekanbaru sebesar Rp23 miliar tahun 2008," kata Martinus belum lama ini.

Adapun peran Dewi Farni saat itu, kata Martin, membuat / menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini kemudian merupakan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini

"Akibatnya PT BNI SKC Pekanbaru mengabulkan permohonan kredit dimaksud yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp22.650.000.000," kata Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau itu.

Dalam kasus ini, enam tersangka telah dihadapkan ke persidangan dan divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ. Lalu, tiga pegawai BNI, Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.

Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.

Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing). 

Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil pengusutan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada.

Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.(Dod)