Jamiluddin Ritonga: MK Layak Kabulkan Gugatan PKS Soal Presidential Threshold

Jamiluddin Ritonga: MK Layak Kabulkan Gugatan PKS Soal Presidential Threshold

RIAUMANDIRI.CO - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengajukan gugatan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/7/2022).

Pasal 222 UU Pemilu tersebut mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi DPR atau 25% suara sah secara nasional pada pemilu sebelumnya.

Pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga berpendapat, MK layak untuk mengabulkan gugatan PKS tersebut. Karena alasan MK menolak gugatan sama karena yang mengajukan gugatan tidak punya legal standing.

"Jadi, selayaknya MK mengabulkan gugatan PKS. Keputusan itu dapat semakin menguatkan demokrasi di tanah air, sekaligus terpilihnya pasangan presiden-wakil presiden yang berkualitas," kata Jamil kepada media ini, Rabu (6/7/2022).

Sebelumnya, gugatan serupa sudah berulang kali dilakukan beberapa elemen masyarakat, namun ditolak oleh MK.

MK menolak gugatan PT 20 persen karena pengaju gugatan bukanlah pemegang legal standing atau hak hukum untuk menggugat aturan tersebut. Menurut MK, pemegang legal standing adalah partai politk (Parpol), sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.

"Karena itu, ada harapan gugatan PKS tersebut dapat diterima MK. PKS sebagai Parpol tentu memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan PT 20 persen," kata Jamil.

Menurut Jamil, kalau gugatan PT 20 persen dikabulkan MK, maka peluang capres alternatif akan bermunculan. Partai politik peserta pemilu dengan sendirinya dapat mengajukan pasangan capres-cawapres.

"Kalau pasangan capres-cawapres banyak, tentu akan menyulitkan para oligarki untuk cawe-cawe. Para oligarki tidak lagi dapat mendikte pasangan capres-cawapres yang diinginkannya," sebut mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Menurutnya, beragamnya pasangan capres-cawapres dapat juga meminimalkan politik polarisasi di tanah. Politik semacam ini hanya menguatkan politik identitas yang berbahaya bagi keutuhan NKRI. (*)



Tags Politik