Musibah Banjir Rob dan Rendahnya Pulau

Senin, 06 April 2015 - 11:24 WIB
Bupati Irwan dan Lurah Juwita bersama Camat Asrorudin saat membersihkan parit di Jalan A Yani.

LETAK wilayah seluruh Kabupaten Kepulauan Meranti  termasuk ibukotanya Selatpanjang, sepenuhnya dikelilingi oleh lautan. Posisi dan letak ibukota kabupaten tersebut bahkan hanya setinggi sekira 1,5 hingga 2,5 meter saja dari permukaan laut saat surut.

Kondisi ini memaksa seluruh kawasan itu rentan terhadap banjir rob, atau banjir yang diakibatkan terjadinya pasang laut tinggi.

Pasang tinggi yang terjadi setiap tahun juga disebut pasang kelling. Hal itu terjadi setiap menjelang akhir tahun dan bahkan berlangsung hingga awal tahun. Kondisi ini cukup menyulitkan seluruh masyarakat Kepulauan Meranti.

Karena pasang ini akan menutupi seluruh permukaan tanah rendah yang hanya setinggi 1 meter atau lebih sedikit dari permukaan air dalam kondisi normal itu.


Akibatnya banyak jalan dan lokasi tertentu mengalami kebanjiran yang cukup parah. Karena pasang yang terjadi apalagi pada puncaknya bisa mencapai 2,5 meter dari pasang biasa.

Kondisi ini tidak bisa dihindari, dan musibah tahunan ini menjadi sesuatu yang rutin. Situasi justru akan lebih parah lagi, jika musim pasang tinggi ini bersamaan datangnya dengan musim penghujan.

Intensitas hujan biasanya cukup tinggi menjelang akhir tahun dan pasangpun terjadi juga sebagai pasang puncak. Kondisi ini memaksa beberapa kawasan di Kepulauan Meranti, termasuk sebagian besar wilayah ibukota kabupaten itu berubah menjadi lautan.

“Inilah salah satu problematika klasik yang senantiasa dihadapi masyarakat Meranti sejak keberadaan daerah itu, hingga sampai detik ini.

Tak urung, pemerintah daerah juga kelabakan dibuatnya. Sebab hingga sejauh ini masih belum mampu mengatasi persoalan fenomena alam tersebut.

Sebab untuk mengatasi persoalan banjir rob itu, seluruh pulau mestinya dibentengi dengan bangunan tanggul yang kokoh. Lalu  pembangunan jaringan sungai, serta pembangunan ratusan bahkan mungkin ribuan pintu klep air. Yang tentu semua itu akan membutuhkan dana triliunan rupiah.   

Bahkan kondisi akan semakin parah, akibat semakin tergerusnya hutan mangrove yang mestinya berperan sebagai bemper pulau untuk menangkis derasnya serangan angin yang disertai tingginya gelombang pasang laut itu.

Tapi apa daya, dimasa lalu, perambahan hutan mangrove menjadi salah satu potensi eknomi yang justru kayu bakau itu dieskpor ke negara tetangga. Akibatnya kini daratan yang ada sebagian telah gundul, walaupun pemerintah daerah berupaya terus melakukan penanaman kembali.  

Buang Sampah Sembarangan Perparah Situasi
Kebiasaan buruk masyarakat kota Selatpanjang, yakni membuang sampah secara sembarangan. Pengusaha kedai kopi, rumah toko di sepanjang bibir pantai yang membelakangi laut Selat Air Hitam itu hingga saat ini menjadi tempat pembuangan sampah.

Demikian juga pemilik toko di pinggiran jalan-jalan protokol, walaupun dinas terkait telah menyediakan tong sampah persis di depan toko tersebut, namun tempat yang disediakan itu terkesan hanya menjadi pajangan.

Demikian juga para pedagang musiman, seperti penjual berbagai jenis buah-buhan itu, dimana kulitnya dengan mudahnya dibuang ke parit.
Selain para pedagang musiman, pedagang gerobak yang juga berpotensi menghasilkan sampah organik dan non organik itu, juga berpotensi menyumbat saluran drainase dalam kota.

Apalagi permukaan drainase sebagian telah ditutup, baik oleh pemilik toko maupun para pedagang gerobak permanen, yang semua itu memaksa saluran air itu tersumbat.

Pemilik toko harusnya memiliki kewajiban untuk membersihkan drainase atau parit yang berada persis di depan tokonya.

Parit yang tersumbat di sepanjang halaman atau teras toko, harusnya menjadi tanggungjawab pemilik toko. Dengan demikian fungsi tong sampah yang disediakan pemerintah tidak menjadi pajangan.

Kepala Dinas Kebersihan Pasar dan Pertamanan, Joko Surianto Selamat SH, saat menggelar gotong royong pembersihan sampah baru-baru ini mengatakan, seberapa banyakpun tenaga personil kebersihan yang dikerahkan dalam kota Selatpanjang, tidak akan mampu mengatasi persoalan sampah. Jika, kesadaran masyarakat atau pola pikir masyarakat yang berpendapat kebersihan itu hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja.

Produksi sampah organik maupun non organik dari hari ke hari terus meningkat volumenya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya perekonomian masyarakat, dan menggeliatnya pembangunan menjadi  faktor meningkatnya produksi sampah masyarakat,”akunya.

Gerobak Permanen Tidak Dibenarkan Lagi
Camat Tebingtinggi Drs. Asroruddin dalam kesempatan GORO yang dikomadoi Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan dan Lurah Selatpanjang Barat Juwita, baru-baru ini menegaskan, seluruh gerobak pedagang yang permanen dan menyita bahu jalan atau berada di atas drainase di berbagai jalan protokol yang ada harus dibongkar.

Menurut Asroruddin, keberadaan gerobak permanen tersebut justru menghambat upaya pembersihan parit yang akan  dilakukan petugas kebersihan. Sehingga jika pedagang ingin melakukan aktifitasnya di atas gerobak, maka gerobaknya harus bisa bergerak (mobile).

Selanjutnya jika petugas kebersihan hendak membersihkan lokasi gerobak itu maka akan dengan mudah dilakukan.

Demikian juga salah satu seluruh bangunan yang berada di atas parit besar seperti yang terdapat di pinggir Jl Imambonjol, yang ternyata selama ini digunakan sebagai tempat pangkas rambut, juga harus dirubuhkan.

Pembongkaran gubuk atau menyerupai kios itu juga disetujui oleh Bupati Irwan, saat menyaksikan kondisi parit yang memang terhalang akibat bangunan yang tegak persis di atas saluran air tersebut.   

Kelurahan Selatpanjang Barat Pilot Proyek
Lurah Selatpanjang Barat, Juwita Ratnasari S Farm, semenjak dilantik menjadi Lurah perempuan pertama di Kabupaten Kepulauan Meranti, pada 5 Januari 2015 lalu, tidak pernah diam berpangku tangan di kantornya.

Sebelum mempelopori gotong royong massal yang berhasil menghadirkan Bupati Irwan yang rela terjun langsung berbaur dengan berbagai peserta goro sambil mengangkat sampah.

Lurah muda nan energik ini juga telah berhasil mengajak berbagai lapisan masyarakat Kelurahan Selatpanjang Barat, yang rela masuk ke parit besar yakni Sungai Juling. Sungai Juling, salah satu sungai terbesar yang membelah kota Selatpanjang, yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah dan yang membawa sampah ke laut.

Dengan penuh yakin akan didukung berbagai lapisan masyarakatnya, program kebersihan itu telah dicanangkan,  dimana setiap minggu di Kelurahan Selatpanjang Barat itu dilakukan gotong royong bersama.

“Mudah-mudahan apa yang kita telah mulai di Kelurahan Selatpanjang Barat ini, menjadi menular di berbagai wilayah yang ada. Sehingga musuh kita mengenai sampah itu bisa diperangi secara berkesinambungan,”ungkap Lurah perempuan pertama di Meranti itu.

“Saya tidak bermaksud menonjolkan diri, apalagi mau mengambil peran instansi terkait, namun apa yang kami lakukan murni untuk membangun masyarakat kita khususnya di wilayah Kelurahan Selatpanjang Barat agar menjaga dan memelihara kebersihan.

Latar belakang pendidikan saya sebagai petugas kesehatan itu dan sempat membidangi kesehatan lingkungan di Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti itu, memotivasi saya untuk terjun dan mengajak masyarakat agar cinta terhadap kebersihan lingkungan.

Kebersihan itu indentik dengan kejiwaan kita dan kesehatan kita. Lingkungan bersih berpotensi memberikan kesehatan bagi penduduk sekitarnya.

Sebaliknya lingkungan yang kotor dan kumuh tentu akan menghasilkan berbagai dampak buruk dalam kehidupan bermasyarakat.

Lingkungan kotor dan sampah yang berserakan dipastikan akan memberikan kesulitan bagi masyarakat itu sendiri.

Seperti terjadinya banjir, ancaman penyakit menular, berkembangnya nyamuk dan berbagai kemungkinan buruk lainnya jika lingkungan kita tidak sehat.

“Inilah yang mendasari kenapa kami menggiatkan goro ini guna memberikan semacam gerakan moral bagi seluruh warga masyarakat yang menyaksikan langsung. Termasuk menyaksikan pak Bupati sendiri yang terjun langsun memungut sampah.

“Mari kita semua berlomba untuk berbuat kebaikan bagi masyarakat, maupun wilayah kita masing-masing.  Tidak ada yang salah jika seseorang mau berbuat kebaikan.

Dan sebaiknya, kita mesti mendukung upaya baik yang dilakukan oleh siapapun dia,”ujar Juwita yang rela mengais sampah dengan tangan mungilnya itu.
       
Bupati Irwan Turun Beri Contoh
Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan MSi, dalam kesempatan gotong royong yang juga melibatkan berbagai pihak dan instansi itu mengakui, terpaksa melakukan pembersihan langsung dengan mengais sampah dalam parit, untuk memberikan contoh bagi masyarakat.

Menurutnya, presepsi masyarakat selama ini tidak tepat dengan beranggapan kebersihan kota itu semata-mata hanya tanggungjawab pemerintah saja.

Mulai dari dahulu saat Selatpanjang masih sebagai ibukota kecamatan, ada kesan di benak masyarakat bahwa tanggungjawab kebersihan itu menjadi tugas rutin oleh petugas kebersihan yang nota bene dikordinir oleh pemerintah itu.

Dan tradisi itu berlanjut hingga saat ini. Anehnya, kita menjadi kesal, sebab seluruh jalan protokol, dalam kota sudah diaspal hotmix, sedangkan parit atau drainasenya masih berisi sampah.

Jalan Merdeka, Jalan Tebingtinggi, Jalan A Yani, Teuku Umar, Diponegoro, Imambonjol dan beberapa ruas jalan protokol dalam kota sudah mulus. Tapi dikotori oleh sampah yang bahkan memaksa tersumbatnya saluran air.

Sampah yang menumpuk kata Irwan, sebagai penyebab pertama terjadinya banjir. Selanjutnya bau busuk yang menyengat yang berpotensi menimbulkan penyakit menular dan berbagai penyakit lainnya.

Untuk itu lanjut Irwan, sampah harus menjadi musuh bersama dan semua pihak tidak bisa terlepas. Baik ia seorang pejabat, pedagang atau siapapun dia harus menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah secara sembarangan,”kata Irwan.

Bupati Irwan bertekad, seluruh masyarakat Meranti agar sejak saat ini menghidupkan kembali budaya gotong royong. Mulai dari  tingkat RT, RW, Lurah maupun Desa, hingga ke tingkat kecamatan. Dan nantinya akan dibuat perlombaan kebersihan antar desa, RT atau kelurahan dan kecamatan.  Sehingga sampah tidak lagi dibuang sembarangan dan menjadikan kota sagu kita ini menjadi kota bersih, nyaman dan asri,”sebut Irwan.     

Perda Sampah Salah  Satu Solusi
Salah satu solusi untuk menjamin sampah  tidak dibuang sembarangan yakni dengan menerbitkan Peraturan Daerah tentang kebersihan. Peraturan tentang kebersihan ini mutlak dibutuhkan. Sebab selain wilayah darat yang penuh sampah, wilayah perairan juga dipenuhi sampah.

Sebagian besar masyarakat Kepulauan Meranti hingga saat ini masih menganggap laut menjadi tempat pembuangan sampah yang tidak pernah penuh itu.

Masyarakat kecil, dan juga para pengusaha dan pedagang toko  sangat terbiasa membuang sampah organik maupun non organik ke laut.

Laut dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah. Sampah dibuang ke laut menurut sebagian besar masyarakat untuk menyelesaikan persoalan. Pada hal tidak diketahui, sesaat sampah dibuang ke laut, justru saat itu persoalan mulai muncul.

Nelayan di Meranti kian lama  hasil tangkapan mereka semakin menurun. Tidak jarang pelaut atau nelayan tradisionil pulang ke rumah dengan tangan hampa, alias tidak mendapatkan seekor ikan-pun.

Kenapa hal itu terjadi,  salah satunya hampir di sepanjang pantai perairan Kepulauan Meranti sampah telah memenuhi relung-relung pantai yang mestinya sebagai tempat bersarangnya udang dan biota laut lainnya.

Sampah telah menggunung di sepanjang pantai, terutama sampah non organik seperti material terbuat dari plastik dan bahan fiber lainnya. Tentu butuh ratusan tahun untuk dapat mengurai sampah tersebut. Dan akhirnya berdampak buruk bagi kelangsungan masa depan biota laut, dari berbagai jenis  udang dan ikan itu.

Tangkapan Nelayan Terus Menurun
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DPW Provinsi Riau H. Wan Amiruddin, sejak lama mengeluhkan semakin minimnya pendapatan para nelayan di hampir seluruh daerah pesisir di Provinsi Riau sejak 10 tahun belakangan ini.

Menurutnya, merosotnya hasil tangkapan nelayan di berbagai wilayah itu termasuk di Kepulauan Meranti sendiri, adalah akibat kondisi laut atau perairan di Riau yang semakin tercemar. Kesadaran seluruh pihak untuk kelestarian lingkungan dinilai masih sangat minim.

Masyarakat  di darat membuang sampah sembarangan yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian juga masyarakat lainnya yang memiliki rumah di tepi pantai, maka laut dijadikan tong sampah raksasa. Siang malam laut kita menjadi sasaran empuk untuk pembuangan sampah.

Tidak cukup oleh masyarakat yang berdomisili di darat, para pengusaha kapal laut baik kapal barang dan kapal penumpang dengan mudahnya membuang sampah ke laut. Botol minuman platik, bungkus apa saja, dibuang sengaja ke laut.

Parahnya lagi petugas kapal barang dan kapal penumpang lainnya justru di tengah laut menjadi tempat membuang sampah.

“Kami dari nelayan sangat berharap kepada seluruh pemerintah daerah khususnya daerah yang memiliki perairan seperti Meranti agar segera menerbitkan Perda Sampah atau Perda Kebersihan.

Dengan terbitnya peraturan pemerintah daerah itu tentu akan mengurangi pembuangan sampah ke laut.

Kami dari keluarga besar Nelayan di Riau sangat mendukung upaya Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti yang akan menerbitkan Perda tentang Kebersihan itu.

Kami mendukung sepenuhnya rencana pembuatan Perda itu dan kepada daerah lain di wilayah pesisir itu hendaknya juga bergerak membuat peraturan pemerintah daerah itu. Sehingga masyarakat nantinya akan berpikirdua kali jika hendak membuang sampah.

"Kita yakin, jika sudah ada sanksi tegas dari pemerintah yang mengatur tentang kebersihan itu, tentu aka lebih menjamin seluruh daerah menjadi bersih dan bebas dari sampah yang berserakan,”jelas Wan Amir.(adv/hms)
 

Editor:

Terkini

Terpopuler