Eks Karyawan Kembali Gagal Mediasi dengan Manajemen PT CPI

Rabu, 11 Desember 2019 - 23:10 WIB
Perwakilan eks karyawan PT CPI yang tergabung dalam Forum Kesetaraan (FK) 058 foto bersama di Kantor Disnaker Riau.

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Perwakilan mantan karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang tergabung dalam Forum Kesetaraan (FK) 058 kembali gagal melakukan pertemuan tripartit atau mediasi dengan PT CPI di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau, Jalan Pepaya Pekanbaru, Rabu (11/12/2019).

Hal ini karena pihak PT CPI kembali tidak menghadiri undangan dari Disnakertrans untuk mediasi dengan FK 058. Ini merupakan undangan kedua dari Disnakertras yang sudah dijadwalkan.

Ketua Forum Kesetaraan 058 Hendarmin mengatakan, apabila pihak PT CPI tidak hadir pada pertemuan ketiga maka masalah ini akan pihaknya bawa ke Pengadilan Hubungan Industiral (PHI) karena menurutnya pemanggilan ulang untuk pertemuan tripartit ini dalam UU dibatasi sampai tiga kali. 

"Undangan ketiga insya Allah minggu depan. Dan itu akan adanya putusan langsung dari Disnaker yang nantinya ada anjuran dari Disnaker. Kemudian dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)," katanya kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).

Hendarmin berharap PT CPI hadir pada pertemuan ketiga untuk musyawarah mufakat terkait tuntutan para eks karyawan PT CPI. 

"Jika datang di pertemuan ketiga dan PT CPI mau membuka dialog, mungkin permasalahan akan sampai di situ tidak perlu ke PHI. Tapi, kalau lihat gelagatnya sampai dua kali tidak hadir, tidak tahu lah," ujarnya.

Dia mempertanyakan itikad dari pihak Chevron dalam menyelesaikan masalah ini. Ada 136 orang eks karyawan PT CPI dari berbagai daerah yang menuntut hak mereka. 

Dia juga mengatakan, jika diperlukan nantinya para eks karyawan tersebut akan melakukan unjuk rasa menuntut hak mereka dipenuhi.

Hendarmin menceritakan, yang jadi sengketa antara pihaknya dengan PT CPI adalah terkait pemberlakuan SK Nomor 058/2010 yang diterbitkan BP Migas pada tahun 2010. Dalam SK tersebut secara tegas menyatakan bahwa perubahan usia pensiun dari semula 56 tahun menjadi 58 tahun, dan berlaku sejak ditetapkan pada tanggal 17 Mei 2010. 

Hendarmin menjelaskan, sejak diterimanya SK tersebut oleh PT CPI, para karyawan beberapa kali menggelar pertemuan dengan pihak perusahaan. Mereka menuntut pihak perusahaan segera memberlakukan SK tersebut.

"Begitu SK itu dikeluarkan, PT CPI tidak mau memberlakukan SK itu. Sehingga kami yang usianya 56 tahun sudah tidak bisa lagi bekerja. Kami menyebutnya bukan pensiun dini. Namun dipecat. Sementara SK itu berlaku setelah pemecatan kami tepatnya pada 2014," jelas Hendarmin.

Dia juga menyinggung soal alih kelola Blok Rokan dari PT CPI ke Pertamina. Menurut dia masalah ini juga mestinya menjadi perhatian pihak Pertamina yang akan melanjutkan pengelolaan Blok Rokan.

"Harusnya Pertamina jeli karena yang dikhawatirkan, mereka bakal mewarisi masalah ini. Waktu handover harusnya tidak ada masalah. Kebayang dong Pertamina yang harus bertanggung jawab dengan masalah kami," ucapnya.

Sementara Kabid Hubungan Perindustrial dan Syaker Disnakertrans Riau, Rinda Situmorang mengatakan bahwa pihak PT CPI telah mengirim surat yang menyatakan tidak akan hadir dengan alasan para penuntut bukan karyawan PT CPI lagi dan masalah ini dianggap telah selesai.

"PT CPI melayangkan surat yang berisi tidak akan hadir lagi karena itu bukan karyawan mereka lagi. Karena pada 2013 menurut PT CPI sudah menyelesaikan hak-hak pekerja karena memang sudah tiba di usia pensiun," terangnya.

Namun begitu, lanjut dia, pihaknya sebagai perwakilan pemerintah tetap akan melakukan tugas sesuai porsi.

"Mungkin sudah selesai pada 2013 dan sekarang sudah 2019. Namun, jika sudah membayar, kita minta bukti autentiknya dari PT CPI kalau sudah membayar pensiun mereka," sebut dia.

Pihaknya meminta pihak Chevron menyerahkan bukti autentik pembayaran dan fakta hukum ke Disnakertrans terkait pembayaran uang pensiun tersebut.

Terpisah, Manager Corporate Communications PT CPI, Sonitha Poernomo dalam keterangan tertulisnya kepada media mengatakan, PT CPI menghormati langkah Disnakertrans untuk mengadakan pertemuan klarifikasi mengenai tuntutan Paguyuban FK-058 terkait kebijakan usia pensiun di lingkungan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). 

Dia menjelaskan, pada 14 November 2019 dan 2 Desember 2019, PT CPI telah menemui perwakilan Paguyuban FK-058 sebagai bentuk upaya penyelesaian masalah ini. Pihak paguyuban meminta dilaksanakannya Perundingan Bipartit.

"Mengingat proses Bipartit belum ditempuh dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada Disnakerstrans dan para pensiunan, PT CPI memutuskan untuk tidak hadir dalam pertemuan tanggal 11 November 2019," ucapnya.

Lebih lanjut, Sonitha sebutkan, Paguyuban FK-058 sebelumnya pernah mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk tuntutan yang sama. Namun, Pengadilan menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili gugatan tersebut. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Terkait kebijakan usia pensiun, sebut dia, PT CPI mematuhi peraturan perundangan yang berlaku dalam menerapkan surat keputusan kepala BPMIGAS (kini SKK Migas) Nomor 58 tahun 2010 (SK-58) tentang kebijakan usia pensiun 58 tahun di lingkungan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Kebijakan usia pensiun 58 tahun berlaku efektif di lingkungan PT CPI pada 11 Juli 2014. Pelaksanaan SK-58 dengan masa transisi telah disepakati oleh Serikat Pekerja dalam PKB yang telah terdaftar dan telah disetujui oleh SKK Migas dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi," tutupnya. 


Reporter: Rico Mardianto

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler