Pansus Belum Laporkan Perusahaan ke KPK

Rabu, 01 Juli 2015 - 09:52 WIB
ilustrasi

PEKANBARU (HR)- Rencana Tim Panitia Khusus Monitoring Lahan DPRD Provinsi Riau akan mengeluarkan rekomendasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran penyalahgunaan izin kehutanan terkedendala Surat Keputusan Rencana Tata Ruang Wilayah Riau yang belum disahkan.
"Kasus hutan kita harus menunggu RTRW, kita tak tau ni apakah perusahaan yang merubah


hutan menjadi kebun masuk dalam kawasan hutan atau tidak. Kalau masuk tentu bisa dijerat hukum, kalau tidak bisa lewat. Jadi untuk kasus hutan kita tunggu RTRW setelah itu hasilnya baru kita laporkan ke KPK," kata Ketua Tim Pansus Lahan, Suhardiman Ambi usai hearing bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Senin (29/6).

Dijelaskan Suhardiman, sampai saat ini belum ada niat dari pemerintah pusat untuk mengesahkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau, bahkan Ketua Pansus berindikasi ada permainan antara pengusaha dengan pemerintah pusat selama ini, karena RTRW Riau yang sudah belasan tahun sudah ada hasil dari tim terpadu namun tak kunjung ada kepastian.

"Persoalan utama kita hanya RTRW, SK penunjukan kawasan hutan dari Pemerintah pusat. Bahkan SK nya pun berubah-rubah, mulai dari SK no 673, sampai 878, tak jelas mana yang dipakai. Saya melihat ada permainan ini antara pengusaha dengan pusat," tegasnya.

Dari hasil tim terpadu yang dibentuk Pemprov Riau, kata Suhardiman, dihasilkan seluas 2,7 juta hektare lahan yang bukan kawasan hutan. Setelah direvisi oleh Menteri Kehutanan tahun 2012 hanya 1,6 juta hektare, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) 673. Namun pada tahun 2014 berubah lagi SK Nomor 878 dengan luas 1,5 juta hektare.

"Terakhir kita menerima laporan lagi ada SK Nomor 878 kawasan itu ada 1,6 hektare, nah ini kan aneh, ada apa tiga kali perubahan tanpa ada kejelasan. Jadi kami minta Pemprov Riau untuk mendesak mentri kehutanan segera mengesahkan RTRW Riau atau kalau perlu ketiga SK itu dibatalkan hitung ulang lagi oleh tim terpadu dan buat SK baru, agar tidak ada masalah lagi," ujar Suhardiman.

Namun untuk menjerat perusahaan-perusahaan yang telah melakukan tidakan merugikan negara dan Provinsi Riau, pihaknya masih ada bukti lain yakni dari penggelapan pajak yang tidak pernah dibayar. "Dari kasus pajak mereka bisa kita laporkan ke KPK dan kasus lainnya yang telah kita temui," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Riau, M Yafiz menjelaskan, pihaknya bersama Dinas Kehutanan dan perkebunan telah berulang kali meminta kejelasan dan kepastian dari Menteri Kehutanan untuk mempercepat kawasan hutan di Riau ini.

Ketiga SK yang telah dikeluarkan itu semua belum bisa dipakai untuk menjalankan program pembangunan di Riau. "Jadi beberapa hari lalu kami sudah berkonsultasi dengan Kementrian, mereka mengatakan jangan ada melakukan apapun sampai ada keputusan resmi pengesahan RTRW Riau," kata Yafiz.

Yafiz menjelaskan, SK yang telah dikeluarkan pihak Kementrian kehutanan baru perubahan kawasan hutan, bukan kawasan penetapan, sehingga untuk pengesahan penetapannya harus ada kajian lagi dari pusat. Ketiga SK tersebut tidak bisa dipatuhi. "Penjelasan dari Mentri Kehutanan, mereka akan mengkaji lagi dengan Dirjennya yang baru dibentuk. Jadi untuk menetapkan kawasan itu ditetapkan oleh mentri sesuai dengan undang-undang. Yah kita tunggu SK nya dari mentri kehutanan," tutup Yafiz. (nur)

Editor:

Terkini

Terpopuler