Indonesian Creative School Disebut Terima Rp10 Miliar

Rabu, 06 Mei 2015 - 08:21 WIB
ilustrasi

PEKANBARU (HR)-Sidang dugaan korupsi penyimpangan penyertaan modal Pemkab Bengkalis sebesar Rp300 miliar kepada PT Bumi Laksamana Jaya, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (5/5).

Dalam sidang kemarin, saksi Keri Lafendi yang juga General Manager di perusahaan daerah milik Pemkab Bengkalis itu mengungkapkan, ada dana penyertaan modal PT BLJ yang diserahkan ke pihak lain, yakni PT Kalta sebesar Rp10 miliar. Dana itu kemudian digunakan untuk pembangunan sekolah Indonesian Creative School di Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru.

"Kerja sama (PT BLJ) dengan PT Kalta. Kemudian perusahaan itu membangun sekolah. Indonesian Creative School," ujar Keri di hadapan majelis hakim yang diketuai Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

Lebih lanjut, Keri menerangkan kalau selain ke PT Kalta, PT BLJ juga diketahui membentuk tujuh anak perusahaan. Sejumlah dana diduga mengalir ke anak perusahaan tersebut.

"Di sana (sekolah, red) total ada aliran dana Rp70 miliar. Sekolah, bangunannya, dan tanah itu kita sita. Sudah ada terpampang plang sitanya. Sekolahnya di Pekanbaru, Jalan Arifin Ahmad," terang JPU Syahron, kepada Haluan Riau usai persidangan.

PT BLJ yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bengkalis seharusnya melakukan pembangunan pembangkit listrik. Namun belakangan diketahui bahwa perusahaan itu tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana aturan yang ditetapkan. Penyertaan modal sebesar Rp300 miliar untuk pembangunan dua PLTU malah digunakan untuk membentuk anak perusahaan, dan menanamkan investasi.

"Setelah ditelusuri, yang Rp200 miliar untuk investasi ke mana-mana. Ada juga ke Bandung, Jawa Barat," tukas Syahron.

Hakim Geram
Selain Keri, JPU juga menghadirkan saksi Jonaidi yang merupakan Kabag Hukum Pemkab Bengkalis. Dalam kesaksiannya, Jonaidi selalu mengatakan tidak tahu ketika diajukan pertanyaan oleh hakim dan JPU. Tak ayal, sikap Jonaidi tersebut membuat Hakim Ketua, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, menjadi geram.

Salah satunya, ketika ditanya tentang kewenangan bupati selaku kepala daerah untuk tidak menyetujui pengajuan penyertaan modal perusahaan daerah tersebut, Jonaidi mengaku tak tahu. Sementara di satu sisi, ia merupakan Kabag Hukum Pemkab Bengkalis.

Jawaban serupa kembali diulanginya ketika hakim hakim menanyakan eksistensi sejumlah anak perusahaan PT BLJ yang menerima suntikan dana dari PT BLJ selaku perusahaan induk.
 
"Jangan selalu menjawab tidak tahu. Kita ingin tahu embrio anak perusahaan ini sudah diketahui Dewan dan Pemda sebelum Perda Penyertaan Modal terbit atau bukan. Berdasarkan Anggaran Dasar perusahaan, ini lahir setelah Perda. Harusnya anda tahu," tegas Pudjo.

Selain dua saksi tersebut, JPU juga menghadirkan saksi Hamdan selaku Kabag Perekonomian Pemkab Bengkalis dan Tarmizi, selaku PNS yang bertugas di Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis.

Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan kedua terdakwa terjadi pada tahun 2012 lalu. Saat itu Pemkab Bengkalis menganggarkan dana penyertaan modal kepada PT BLJ sebesar Rp300 miliar.

Dana tersebut seharusnya diperuntukan untuk pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Gas dan Uap (PLTGU) di Desa Buruk Bakul Kecamatan Bukit Batu, dan Desa Balai Pungut Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.

Dalam pelaksanaannya, pihak PT BLJ diduga malah mengalirkan dana tersebut kepada anak-anak perusahaannya di antaranya, PT Sumatera Timur Energi dan PT Riau Energi Tiga, nominalnya mulai dari jutaan rupiah sampai dengan miliaran baik dalam bentuk investasi, beban operasional, yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan PLTGU. Akibat perbuatan kedua terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp265 miliar. (dod)

Editor:

Terkini

Terpopuler