BPK Laporkan Kebocoran Finansial Rp14, 7 T ke Jokowi

BPK Laporkan Kebocoran Finansial Rp14, 7 T ke Jokowi

JAKARTA (HR)– Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan  Republik Indonesia yang dipimpin Ketuanya Harry Azhar Azis menemui Presiden Joko Widodo, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/4) siang.

Dalam kesempatan ini, BPK menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2015, dan melaporkan adanya temuan yang menimbulkan dampak finansial sebesar Rp14,74 triliun.
Ketua BPK Herry Azhar Azis mengemukakan, selama semester II-2014, BPK memperoleh 3.293 temuan masalah yang berdampak finansial senilai Rp 14,74 triliun?. “Rinciannya adalah kerugian negara Rp 1,42 triliun, potensi kerugian negara Rp 3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp 9,55 triliun,” ungkapnya.
Menurut Herry Azhar, dari hasil pemeriksaan terhadap 135 kementerian/lembaga di tingkat pusat, 479 pemerintah daerah dan BUMN, serta 37 BUMN, juga ditemukan 7.789 kasus ketidakpatuhan terhadap aturan senilai Rp 40,55 triliun, dan 2.482 kasus ke-lemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI).
Ketua BPK itu menyebutkan, kasus yang dimak-sudkan itu meliputi pelanggaran Undang-Undang dan pelanggaran peraturan. “Jadi misalnya dana untuk ke masjid diberikan ke siapa begitu, bukan ke masjid,” papar Harry sesaat sebelum bertemu Presiden Jokowi.
Harry juga menyebutkan,  khusus di sektor penerimaan pajak dan migas, BPK juga menemukan masalah senilai Rp 1,124 triliun.
Sementara di Kementerian ESDM, menurut Harry, juga ada masalah dalam belanja infrastruktur, yang mengakibatkan proyek senilai Rp 5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan, dan mengakibatkan kerugian negara Rp 562,66 miliar.
Sedangkan di Kementerian Pertanian, BPK menilai tidak tercapainya target pertumbuhan produksi kedelai sebesar 20,05% per tahun serta target swasembada kedelai.
Sementara di Kementerian Hukum dan HAM, BPK menemukan masalah dalam peru-bahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan Payment Gateway yang mengabaikan risiko hukum
Masalah lainnya, papar Harry, pemerintah pusat dan daerah dinilai belum siap mendukung penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah maupun Daerah.(wol/ivi)