Pengelolaan Aset di IKN Nusantara: Menuju Pengelolaan Aset yang Efisien dan Dukung Kelestarian Alam

Pengelolaan Aset di IKN Nusantara: Menuju Pengelolaan Aset yang Efisien dan Dukung Kelestarian Alam

RIAUMANDIRI.CO - Pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Nusantara, nama yang dipilih untuk ibukota baru tersebut, yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur akan segera terealisasi. Rancangan Undang-Undang Ibukota Negara (RUU IKN) telah disahkan oleh DPR menjadi UU melalui rapat paripurna pada tanggal 18 Januari 2022. UU IKN ini tentunya akan menjadi landasan hukum untuk dimulainya pembangunan infrastruktur dan berbagai fasilitas sehingga dapat mendukung pemindahan ibukota secara bertahap yang direncanakan dimulai pada Semester pertama Tahun 2024.

Namun sebagai langkah awal, UU tersebut mengamanatkan Presiden untuk segera menunjuk Kepala Otorita IKN. Otorita IKN merupakan lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dipimpin oleh Kepala Otorita yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden. Otorita IKN memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta menyelenggarakan Pemerintah Khusus IKN. Dengan tugas dan fungsi tersebut, Otorita IKN menjadi lembaga yang akan mengelola anggaran pembangunan IKN, yang diperkirakan mencapai Rp 501 triliun. Di samping itu untuk kelancaran pembangunan IKN, Otorita IKN juga memiliki hak utama dalam pembelian tanah di wilayah IKN Nusantara.

Ada ketentuan yang cukup menarik mengenai Otorita IKN ini yaitu berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang tersebut, Otorita IKN akan menjadi Pengguna Barang untuk IKN Nusantara. Hal ini berarti semua hasil pembangunan IKN yang dilakukan oleh Otorita IKN yang berupa aset akan menjadi Barang Milik Negara (BMN) dengan status penggunaannya ada pada Otorita IKN. Dengan demikian, semua jalan, jembatan, gedung kantor, bahkan seluruh tanah yang dibebaskan untuk kepentingan IKN akan berstatus penggunaan di Otorita IKN.


Kenapa hal ini menjadimenarik? Tak lain karena IKN akan menjadi rumah dari hampir seluruh Kementerian/Lembaga, yang sejatinya berdasarkan peraturan di bidang pengelolaan BMN juga berstatus sebagai Pengguna Barang. Memang, sesuai ketentuan yang ada saat ini, sangat dimungkinkan setelah pembangunan selesai nantinya, Otorita IKN akan mengalihstatuskan asetaset tersebut kepada Kementerian/Lembaga yang akan menempati dan menggunakan aset tersebut, sehingga pemeliharaan dan pengembangan aset-aset tersebut akan menjadi tanggung jawab setiap Kementerian/Lembaga.

Namun demikian, mengingat kekhususan Otorita IKN dan kewenangan yang dimilikinya cukup luas dalam pengembangan IKN, maka perlu dibuka wacana agar aset-aset tersebut status penggunaannya tetap berada pada Otorita IKN dan tidak perlu dialihstatuskan ke Kementerian/Lembaga. Dengan status ini, maka semua pemeliharaan, pengaturan penggunaan, dan pengembangan nantinya tetap ada pada Otorita IKN, atau dengan kata lain Otorita IKN akan menjadi satu-satunya asset manager di IKN nantinya. Adapun Kementerian/Lembaga hanya bersifat sebagai pemakai atau bahkan penyewa asset. Wacana ini, didasari oleh alasan utama yaitu efisiensi dalam pembangunan gedung perkantoran.

Saat ini, masing-masing Kementerian/Lembaga bertindak selaku Pengguna Barang, sehingga mereka dapat melakukan usulan pembangunan sesuai kebutuhannya sendiri, walaupun dalam penggunaan nantinya tidak optimal. Sebagai contoh, semua Kementerian/Lembaga akan memiliki kebutuhan akan Gedung Aula Pertemuan yang digunakan untuk berbagai keperluan, namun apabila dicermati penggunaan Gedung Aula Pertemuan ini untuk masing-masing Kementerian/Lembaga tidaklah optimal, penggunaannya mungkin hanya beberap kali dalam satu minggu bahkan dalam satu bulan. Begitu juga dengan ruang rapat maupun ruang kerja, dengan perkembangan saat ini standar kebutuhan yang berlaku dapat menciptakan ketidakoptimalan penggunaannya. Hal ini tak lain disebabkan dengan penggunaan sarana kerja online yang diakselerasi oleh Pandemi Covid-19.

Rapat-rapat dapat dilaksanakan secara daring yang tentunya mereduksi kebutuhan akan ruang rapat, begitu juga penyimpanan arsip yang dapat dilakukan secara digital sehingga juga mereduksi kebutuhan akan ruang arsip. Adapun pemanfaatan teknologi informasi dalam bekerja yang kemudian diperkuat dengan konsep working from anywhere maupun kebijakan fleksible working space juga akan mereduksi kebutuhan ruang perkantoran yang terkotak-kotak.

Kondisi diatas, tentunya juga sejalan dengan konsep pembangunan IKN Nusantara yang mengusung konsep Smart City dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Ditunjang dengan kualitas sambungan internet yang tentunya sangat baik, akan semakin mendorong orang untuk dapat bekerja dari mana saja, tanpa dibatasi oleh batas-batas fisik tertentu. Konsep ini akan menghilangkan keperluan akan batas-batas fisik dalam penggunaan aset terutama aset berupa Gedung Perkantoran., dan menghilangkan silo-silo dalam penggunaan aset.

Beberapa fasilitas dapat digunakan secara bersama, dan hanya beberapa fasilitas yang memang perlu diperuntukan pada Kementerian/Lembaga. Kondisi diatas menimbulkan pemikiran untuk menerapkan konsep sharing economic yang berkembang saat ini. Konsep yang saat ini sedang berkembang pesat terbukti mengefisienkan proses bisnis.

Penerapan konsep ini dalam manajemen penyediaan ruang perkantoran, akan menyebabkan standar kebutuhan akan ruang dan fasilitas kantor dapat dihitung secara bersama, atau setidaknya gabungan dari beberapa Kementerian/Lembaga yang menempati satu komplek perkantoran di IKN Nusantara. Pengagbungan ini akan meningkatkan optimalisasi penggunaan aset gedung perkantoran, mengefisienkan biaya operasional aset, dan pada akhirnya tentu akan menghemat anggaran negara dan mengurangi biaya pembangunan IKN Nusantara. Kondisi ini tentunya hanya dapat terjadi jika Otorita IKN bertindak selaku pengguna barang dan menjalankan peran sebagai manajer operasional aset.

Permasalahan untuk pengadaan Rumah Dinas bagi ASN di IKN juga bisa menjadi lebih mudah diselesaikan, jika Otorita IKN yang memiliki kewenangan untuk me-manage penggunaannya. Pada saat ini banyak keadaan dimana ada Kementerian/Lembaga yang memiliki rumah dinas yang berlebih, disisi lain ada Kementerian/Lembaga yang kekurangan bahkan tidak memiliki rumah dinas bagi ASN-nya.

Upaya untuk mengalihkan status penggunaan dari kementerian yang berlebih kepada kementerian ke kurang sering terkendala dengan adanya ego sektoral, atau hanya sekedar keinginan untuk mempertahankan aset. Dengan status penggunaan rumah dinas hanya pada Otorita IKN, maka pembagian penggunaan dapat lebih mudah, dan tidak ada rumah dinas yang dibiarkan kosong/idle. Alasan lain dari wacana ini adalah agar terciptanya penggunaan lahan yang efisien.

Salah isu yang dikemukakan beberapa pihak yang menolak pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara adalah terkait isu permasalahan kerusakan lingkungan akibat pembangunan IKN Nusantara. Terlebih lagi dengan isu perubahan iklim yang mengemuka saat ini, pembangunan masif pada lahan yang cukup luas dikhawatirkan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup besar. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan pemikiran awal pembangunan IKN yang berniat tetap melestarikan lingkungan.

Dengan Otorita IKN sebagai satu-satunya manajer operasional aset di IKN, maka pengaturan penggunaan lahan akan semakin mudah dijalankan. Selain itu, dengan efisiensi pembangunan sebagaimana dijelaskan diatas, Otorita IKN tidak perlu membangun komplek perkantoran sebanyak jumlah Kementerian/Lembaga yang ada. Dengan perhitungan yang matang, mungkin hanya diperlukan pembangunan komplek perkantoran tidak lebih dari setengah dari jumlah Kementerian/Lembaga.

Penggunaan lahan menjadi lebih optimal, kebutuhan lahan menjadi berkurang, dan sisa lahan dapat tetap digunakan untuk pelestarian alam. Pihak Otorita dengan kewenngan sebagai satu-satunya asset manager di IKN juga dapat membangun berbagai fasilitas khususnya gedung perkantoran dengan standar yang sama, memiliki fungsi yang optimal, dan memenuhi standar bagi bangunan hijau serta berkelanjutan.

Perencanaan lingkungan juga dapat lebih komprehensif, dengan mengatur lokasi komplek perkantoran yang terkoneksi antar komplek dan berbagai fasilitas lainnya, sehingga memudahkan pergerakan manusia dan barang, menurunkan penggunaan fossil energy untuk transportasi sehingga akan meminimalkan dampak pada lingkungan. Penerapan Otorita IKN sebagai satu-satunya Pengguna Barang atau manager asset di IKN, dapat mencontoh apa yang sudah diterapkan oleh beberapa negara yang sudah maju dalam pengelolaan aset negaranya.

Salah satunya adalah apa yang diterapkan oleh Belanda.Di negara ini, semua aset tanah dan gedung perkantoran pemerintah dikelola hanya oleh satu Badan yaitu Rijksvastgoedbedrijf yang disingkat RVB atau The Central Government Real Estate Agency. Badan ini mengelola 12,3 m2 bangunan pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah negara yang terdiri dari gedung perkantoran, museum, penjara, dan beberapa gedung lainnya yang fungsinya cukup beragam. Khusus untuk perkantoran, Badan ini mengelola penggunaan ruang perkantoran secara efisien dan efektif.

Badan ini memiliki tujuan untuk menyediakan ruang-ruang perkantoran yang bisa digunakan oleh semua instansi. Mereka membuat ruang perkantoran yag fleksibel, efisien dan menarik, serta menawarkan lingkungan kerja yang lengkap untuk berbagai aktivitas kerja. Mereka juga menyediakan bangunan yang dapat mendukung pekerjaan atau rapat-rapat yang berbeda, serta mendukung cara kerja yang efisien, terlepas atau tidak tergantung pada waktu, lokasi maupun perangkat kerja. Mereka juga tentunya sangat memperhatikan standar bangunan hijau dan berkelanjutan, terutama untuk penghematan energi.

Keunikan yang ada adalah bahwa semua organisasi pemerintah bertindak selaku penyewa. Organisasi pemerintah tersebut hanya perlu menginformasikan jumlah pegawai yang perlu diakomodasi dan lokasinya, RVB akan menyediakan gedung perkantoran yang tepat dan menyewakan dengan harga yang tetap untuk per meter perseginya. Setiap organisasi pemerintah telah diberikan anggaran sesuai dengan standar keluasan sesuai jumlah pegawainya.

Namun demikian jika organisasi pemerintah tersebut dapat mengefisienkan cara kerjanya sehingga hanya perlu menyewa ruang kantor dari RVB dengan keluasan yang lebih kecil dari standar, maka kelebihan anggaran menjadi reward bagi mereka yang dapat digunakan untuk keperluan lain di organisasinya.

Mekanisme ini terbukti memicu para organisasi pemerintah di sana untuk mencari cara kerja yang lebih efektif dan efisien, agar kebutuhan ruang juga semakin mengecil. Efisiensi yang dilakukan menjadi reward, dan tidak akan berdampak pada pemotongan anggaran kerja di tahun berikutnya. Di sisi RVB, semakin kecil kebutuhan ruang perkantoran bagi organisasi pemerintah berarti semakin banyak aset yang dapat dimanfaatkan dengan pihak lain, atau diprivatisasi.

Dengan cara ini pemerintah Belanda pada tahun 2020 berhasil menekan kebutuhan tanah bagi organisasi pemerintah hanya sebesar 60% dibanding tahun 2012, dan menghemat 136 juta euro per tahun. Mungkinkan ini bisa diterapkan di IKN Nusantara? Momen pembangunan IKN Nusantara ini bisa dijadikan langkah bagi Indonesia untuk mengelola aset real property dengan cara yang lebih modern. Dengan cara yang lebih menekankan efektivitas dan efisiensi, dengan tetap memperhitungkan kelestarian alam. ***

Ditulis oleh: Rachmat Kurniawan, Kepala KPKNL Pekanbaru



Tags Nasional