Pagar Betis Teknis Kampanye

Pagar Betis Teknis Kampanye

DINAMIKA praktek pemberlakuan kampanye pada pilkada 2015 mengalami beberapa pasal pergeseran pada pilkada 2017. Hal ini menuntut semua pihak yang berkepentingan langsung dalam praktek kampanye untuk selalu update regulasi.

Peraturan Kampanye nomor 12 tahun 2016 sebagai perubahan atas peraturan sebelumnya yaitu nomor 7 tahun 2015 dalam hal yang sama dinilai tidaklah cukup langsung aplikatif untuk bisa mengatur semua kondisi serta penyebutan tingkat spesifik perhelatan di 101 pilkada Provinsi/Kabupaten/Kota yang dilaksanakan serentak di tahun 2017 tidak terkecuali pada Pilkada Pekanbaru dan Kampar.

Peraturan kampanye di atas hanya mendesign dan memetakan secara umum yang bersifat nasional dan jika diterapkan tidak akan mampu memberi penjelasan kebutuhan daerah.


Konteks Kepastian Bagi KPU Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar (selanjutnya baca: KPU) sangatlah penting untuk membuat penjelasan dan batasan aplikatif menyangkut hal-hal yang bersifat teknis dalam kampanye untuk menciptakan kepastian hukum dan tidak menimbulkan penafsiran-penafsiran baru tentang pengaturan dan penerapan muatan kampanye pilkada dari tanggal 28 Oktober 2016 sampai dengan 11 Februari 2017 dengan catatan memfungsikan penghitungan hari kalender.

Untuk itu harus ada kepastian pengaturan yang menyentuh hal-hal tersebut yang dituangkan dalam sebuah pedoman yang ditetapkan dalam sebuah keputusan. Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat langsung pada pasal 80 ayat (2) PKPU nomor 7 tahun 2015 yang tidak dihapuskan pada PKPU nomor 12 tahun 2016 tentang kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan/atau walikota dan wakil walikota yang berbunyi “ KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan KPU/KIP Kabupaten/Kota tentang pedoman teknis pelaksanaan kampanye pemilihan Bupati dan wakil Bupati atau walikota dan wakil walikota dengan berpedoman pada peraturan ini “.

Dengan pedoman teknis yang terjabar secara detail ini justru memudahkan dan menguntungkan KPU memberikan penjelasan kepihak terkait dalam pengelolaan kegiatan kampanye yang akan dilaksanakan sekaligus lebih melindungi KPU terhadap penolakan regulasi yang berpotensi menimbulkan celah hukum baru terhadap polemik kampanye jika hanya mengandalkan Peraturan Kampanye yang ada.

Bagi KPU yang sudah terlanjur membuat pedoman teknis kampanye dan terkesan hanya menduplikasi dari peraturan kampanye yang ada untuk segera merubah keputusannya. Menempuh langkah perubahan terhadap sebuah keputusan pedoman teknis kampanye bukanlah hal yang inkonstitusional sepanjang tetap mengacu pada peraturan dan perbaikan kesiapan substansi pilkada.

Identifikasi Pedoman Teknis Penerapan PKPU nomor 12 Tahun 2016 dan PKPU nomor 7 Tahun 2015 harus dikompilasikan, jika tidak akan menghasilkan pemahaman yang rancu mengingat  ditemukan dalam PKPU nomor 12 Tahun 2016 pemberlakuan ketentuan bunyi pasal dengan penulisan “diubah, dihapus, disisipkan, dan ditambah” sesuai peruntukkannya. Untuk menyajikan keputusan pedoman teknis pelaksanaan kampanye dimaksud perlu dilakukan persiapan Identifikasi yang berisi pemberlakukan peraturan khusus tentang kampanye tersebut terdiri dari: a. penjelasan pelaksana kampanye dalam semua bentuk batasannya yang lebih konkrit; b. materi kampanye yang mengikat pasangan calon dan pengaturan dengan materi penambahan pasal lainnya yang lebih mudah dimengerti; c. metode kampanye yang dikelola, pengelolaan dan pengelolanya yang dibatasi aturan; d.penyebaran bahan kampanye, pengaturan dan pembatasannya; e. pemasangan alat peraga kampanye meliputi pengaturan, larangan, pembatasan dan penetapan; f.iklan kampanye di media massa meliputi pengaturan, batasan penayangan; g. pertemuan terbatas memuat pengaturan dan batasan; h. pertemuan tatap muka dan dialog meliputi pengaturan dan batasan; i.kegiatan lain meliputi pengaturan dan batasan; j.jadwal, waktu dan lokasi kampanye yang digunakan meliputi akurasi waktu, penempatan yang terbagi adil dan terkoodinir; k.pemberitaan dan kampanye yang memuat pengaturan, larangan; l. kampanye pemilihan oleh pejabat negara yang memuat aturan, perizinan, larangan,prosedur, pengusulan dan tindakan; m. larangan dan sanksi yang memuat pengaturan pemberlakuan larangan kampanye dengan penyebutan daerahnya dengan obyek pelaku yang jelas, apa, harus bagaimana, akan berdampak apa dan rangkaian mekanisme dan pelibatan yang akan ditempuh; n.larangan khusus terkait penggantian pejabat dan penggunaan kewenangan, program dan kegiatan untuk pilkada 2017 didaerahnya.

Semua bahasa pedoman teknis harus mengurai dengan penggunaan bahasa yang cukup dimengerti dan langsung dapat dijadikan pedoman yang diberlakukan untuk teknis satu daerah penyelenggaraan saja dan tidak dapat digunakan pada pilkada daerah lainnya. Bahasa “pedoman teknis pelaksanaan kampanye” bukanlah hal yang baru.

Dalam pelaksanaan pilkada sebelum Tahun 2015, KPU Republik Indonesia telah mengaturnya melalui Peraturan KPU nomor 69 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Kampanye Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan PKPU nomor 10 Tahun 2010. Idealnya bahwa sebuah pedoman harus dapat menjadi pegangan, acuan secara konsep dan aplikatif dan tidak menimbulkan masalah baru karena penjelasannya dinilai belum jelas atau tidak jelas.

Untuk membuktikan tingkat kelayakan sebuah pedoman teknis maka secara prosedur tentu telah melewati pembahasan dan pleno KPU dan selanjutnya akan teruji setelah diketahui dilapangan oleh pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kampanye.

Untuk memudahkan KPU dalam mengontrol efektifitas pedoman teknis ini maka distribusi harus segera dilakukan untuk menghindari gesekan khususnya kepada setiap paslon dan/atau tim kampanye masing-masing.

Posisi Pengawas Sesuai tugas dan kewenangan Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 30 huruf a angka 5 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 adalah mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan yang meliputi antara lain adalah pelaksanaan kampanye.

Dalam pengembangan sistem pengawasannya sebagaimana yang diatur dalam pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Bawaslu Nomor 11 Tahun 2014 diterapkan penggunaan strategi pencegahan dan penindakan dengan upaya tindakan langkah-langkah dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran dan/atau indikasi awal pelanggaran.

Posisi inilah kemudian menugaskan Panwas untuk pro aktif memberikan masukan kepada KPU terhadap potensi pelanggaran yang akan timbul  dalam pelaksanaan kampanye sekaligus membuktikan dan mencatat efektifitas pemberlakukan peraturan dan pedoman teknis pelaksanaan kampanye yang  telah disusun dan ditetapkan. Salah satu rangkaian pembuktian yang mendominasi dalam catatan penulis di pilkada 2015 adalah terhadap permasalahan ketaatan waktu dan pengisian serta ketepatan waktu dalam penyampaian dan penyerahan jenis formulir : 1).

Nama tim kampanye yang sesuai Model BC1-KWK; 2). Nama petugas kampanye yang sesuai dengan Model BC2-KWK; 3). Nama orang seorang/relawan sesuai Model BC3-KWK; menjadi 4). Pendaftaran akun media sosial sesuai Model BC4-KWK, masih menjadi problem dalam aktifitas kampanye, ditambah lagi dengan adanya jenis formulir baru yaitu nama pihak lain/relawan sesuai Model BC5-KWK menjadi potensi baru yang harus disikapi KPU.

Ketidak taatan dan ketepatan dalam pemenuhan formulir diatas dapat diartikan tidak dipatuhinya Peraturan KPU tentang kampanye dan tidak efektifnya pedoman teknis pelaksanaan kampanye itu sendiri.

Mata Rantai Penyelenggaran Kampanye Panitia Pengawas Pemilihan dalam pilkada bukanlah lembaga yang berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan sesama penyelenggara dan stakeholder lainnya.

Penegakkan sebuah aturan, khususnya dalam kampanye akan justru banyak menghadapi uji kelayakan kepastian hukum dari peraturan dan pedoman yang akan diawasi saat dilapangan.

Peserta dari Paslon, tim kampanye, partai politik pendukung dan pihak-pihak yang disebutkan dalam peraturan dan pedoman teknis adalah bagian tak terpisahkan dalam kegiatan kampanye dengan adanya pemberlakuan tersebut, disatu sisi sebagai pengguna dan disisi lain sebagai obyek pemberlakuan. Posisi KPU sendiri diletakkan sebagai pengambil keputusan, fasilitator dan pengawal diberlakukannya satu peraturan dan pedoman teknis pelaksanaan kampanye yang telah disusunnya.

Ini perlu menjadi catatan besar karenaaktifitas Kampanye berada diurutan kedua paling “Seksi” setelah pemungutan dan penghitungan suara dan mengingat kegiatan kampanye bersentuhan langsung dengan semua kelompok pemilih maka kehati-hatian dan ketrampilan KPU dalam merumuskan Pedoman Teknis Pelaksanaan Kampanye harus lebih tampak untuk memastikan tahapan ini terpayungi dengan legal dan terpagar betis lebih rapi demi terselenggaranya pilkada 2017 yang berlangsung secara demokratis, luber, jurdil dan berkualitas serta dilaksanakannya peraturan perundangan undangan secara menyeluruh menyeluruh