Pihak Tol Pekanbaru-Bangkinang Minim Komunikasi dengan Kejati Riau

Pihak Tol Pekanbaru-Bangkinang Minim Komunikasi dengan Kejati Riau

RIAUMANDIRI.CO - Pendampingan kegiatan proyek jalan tol Pekanbaru-Bangkinang yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Riau tidak semudah yang dibayangkan. Pihak terkait mulanya minim berkomunikasi dengan Korps Adhyaksa tersebut. Barulah beberapa bulan terakhir, komunikasi intens dilakukan guna membahas persoalan yang dihadapi.

Proyek tol Pekanbaru-Bangkinang dikerjakan sepanjang 40 kilometer oleh PT Hutama Karya (HK). Ditargetkan akhir 2021, infrastruktur yang menjadi salah satu proyek strategis nasional di Bumi Lancang Kuning ini bisa beroperasi.

Dalam pelaksanaannya, Kejati Riau diminta untuk mendampingi dan mengawal kegiatan tersebut. Khususnya dalam masalah pembebasan tanah atau lahan proyek pembangunan tol.


Dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan, kini tinggal 500 meter lagi pembebasan lahan belum dilakukan. 

Dikatakan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto, proyek tol Pekanbaru-Bangkinang sempat terkendala pembebasan lahannya sepanjang 2,5 kilometer. Guna menyelesaikan masalah itu, telah dilakukan rapat bersama dengan Gubernur Riau Syamsuar, Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto, dan pihak rekanan, seperti PT HK, PT HKI, dan Hakaaston.

"Pada Mei kemarin kita rapat dengan Pak Gubernur, Bupati Kampar, Sekda, HK dan HKI dan Hakaaston. Memang kami usulkan pembentukan tim untuk mengawal kegiatannya," ujar Raharjo, Senin (8/11).

Namun, masukan itu tak direspon Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau hingga Agustus 2021 lalu. Barulah pada awal September kemarin, pihak PT HK datang ke Kejati Riau.

"Bilang akhir September di depan mata. Lahan masih kurang 2,5 kilometer yang belum bebas. Kami dengan menggunakan cara-cara intelijen turun ke sana. Sekarang  pembebasan lahan kurang dari 500 meter lagi," ungkap Asintel. 

Dari penelusuran yang dilakukan, pembebasan lahan tol yang terkendala tersebut terjadi karena beberapa hal. Di antaranya, besaran ganti rugi yang tak seragam.

"Ada kesenjangan dalam menerima ganti rugi. Ada yang Rp600 ribu dan ada yang Rp300 ribu permeter," beber Raharjo.

Mendalami hal ini, pihaknya kemudian berkoordinasi dengan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau. Dari koordinasi ini diketahui nilai yang berbeda berasal dari penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

"Kita sarankan baik-baik pada KJP, kekeliruan KJP di situ. Nereka hanya menilai setara eksisting lahan di tempat tadi. Tapi tidak dioverlay dengan RTRW di Kampar. Sudah kita sampaikan pada KJPP, mereka tidak mau menilai lagi, " kata dia. 

Kendala ini kemudian dirembukkan lagi. Diungkapkan Raharjo, kontraktor utama jalan tol pada dasarnya tak mempermasalahkan jika dilakukan penilaian ulang. Namun kembali lagi, KJPP menolak.

"Tapi KJPP-nya tidak mau. Penilaian itu memang kewenangan mutlak KJPP. Jalan terakhir dalam bentuk konsinyasi. Dalam jangka waktu 14 hari akan muncul penetapan," terang dia.

Untuk penyelesaian masalah pembebasan lahan jalan jalan tol ini, akhir Oktober 2021 kemarin, pertemuan sudah dilakukan. Pihaknya kembali berdiskuso dengan Kanwil BPN Riau.

"Kalau tol ini terwujud terpanjang di Indonesia," pungkas mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) itu. 

Sementara itu, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Riau Dzakiyul Fikri menuturkan, pihaknya telah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Satuan Kerja Pengadaan Tanah Jalan Tol Wilayah II Direktorat Jenderal (Ditjen) Binamarga Kementrian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Kamis (4/3) lalu.

"Di perda (peraturan daerah,red) lama itu, bukan kawasan hutan. Ternyata di perda 10/2018, itu kawasan hutan. Merujuk surat Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan,red)," kata Dzakiyul. 

Asdatun menegaskan, prinsipnya negara tidak boleh membayar kalau itu kawasan hutan. "Ini menjadi sesuatu yang pelik. Harus dikeluarkan dari kawasan hutan, " sebut mantan Kajari Kabupaten Madiun itu.

Dalam melakukan pendampingan ini, usai memberikan pendapat hukum pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, pihaknya tidak mendapatkan perkembangan informasi. 

"Baru bulan Agustus kemarin muncul lagi," sesal Dzakiyul memungkasi.