Zul AS Batal Diperiksa sebagai Terdakwa

Zul AS Batal Diperiksa sebagai Terdakwa

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Jelang sidang dengan agenda pemeriksaannya sebagai terdakwa, tekanan darah Zulkifli Adnan Singkah naik. Hal itu membuat persidangan tersebut urung digelar.

Sejatinya mantan Wali Kota Dumai itu menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (5/7/2021). Adapun agenda sidang adalah pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi.

Namun karena yang bersangkutan sakit, sidang tersebut batal digelar. "Pak Zul (Zul AS,red) tidak bisa sidang hari ini (kemarin,red), karena lagi sakit," ujar Wan Subantriarti selaku Tim Penasehat Hukum Zul AS, Senin siang.


Dikatakan Wan, tekanan darah Zul AS sedang naik. Hal itu berdasarkan surat keterangan sakit dari dokter di klinik Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

"Tensi beliau (Zul AS,red) naik. Itu berdasarkan keterangan dari dokter di klinik Rutan," sebut Wan.

Atas hal itu, sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa terpaksa ditunda. Jika kembali sehat, sidang akan digelar pada pekan depan.

"Minggu depan dijadwalkan sidang pemeriksaan terdakwanya," pungkas Wan.

Diketahui, dalam dakwaan pertama, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, perbuatan terdakwa Zul AS terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Saat itu telah terjadi pemberian uang secara bertahap yang dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta.

Terdakwa memberikan uang secara bertahap kepada Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Uang juga diberikan kepada Rifa Surya selaku Kepala Seksi (Kasi) Perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik II, Subdirektorat DAK Fisik II dan Kasi Perencanaan DAK Non fisik.

Uang diberikan sebesar sebesar Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan SGD35,000.

Dalam pengurusan DAK APBN 2017, terdakwa memerintahkan Marjoko Santoso selaku Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Daerah (Bappeda) Kota Dumai untuk pengurusan DAK melalui Yaya Purnomo. Atas perintah itu, Marjoko menemui Yaya di Hotel Aryaduta Jakarta, pada Agustus 2016.

Saat itu Yaya bersama Rifa membicarakan pengurusan DAK untuk bidang pendidikan, jalan dan rumah sakit.

Pada saat pertemuan itu, pengajuan usulan DAK APBN 2017 Kota Dumai dalam tahap belum diverifikasi oleh Kementerian Keuangan karena Pemerintah Kota (Pemko) Dumai belum memiliki admin tingkat nasional. Selanjutnya, Yaya dan Rifa memberikan kode admin kepada Marjoko.

Saat itu, Marjoko menyerahkan proposal berisi usulan DAK APBN 2017 sebesar Rp154.873.690.000 kepada Yaya dan Rifa untuk dilakukan analisa dan verifikasi.

Pertemuan kembali dilakukan pada September 2016. Ketika itu Zulkifli AS bersama Marjoko, bertemu Yaya dan Rifa di Jakarta. Yaya dan Rifa menyanggupi permintaan DAK APBN 2017 Kota Dumai.

Syaratnya, ada biaya pengurusan sebesar 2,5 hingga 3 persen dari nilai pagu yang ditetapkan. Permintaan itu disanggupi oleh terdakwa.

Pada November 2016, Marjoko diperintahkan oleh Zul AS untuk memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebesar Rp100 juta. Uang diserahkan di Bandara Sukarno-Harta, Tangerang, Banten.

Pemberian uang berlanjut pada Desember 2016 di Jakarta. Marjoko atas perintah terdakwa kembali memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebanyak Rp250 juta.

Dalam melancarkan tujuannya, Zul AS melalui bawahannya juga melibatkan kontraktor untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Pasalnya, DAK Pemko Dumai tahun 2016 mengalami kurang bayar sebesar Rp22.354.720.000.

Zul AS memerintahkan Sya'ari selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai untuk mencari pihak rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee untuk Yaya dan Rifa, agar DAK APBN-Perubahan 2017 Kota Dumai dapat diterima oleh Kementerian Keuangan.

Selanjutnya Sya'ari memberitahu kepada terdakwa bahwa ada calon rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee. Calon rekanan itu adalah Arif Budiman dan Mashudi.

Atas hal itu Sya'ari menyampaikan, paket pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai, dengan perkiraan pagu anggaran sebesar Rp7,5 miliar, untuk Arif Budiman. Dengan catatan, ada komitmen fee sebesar Rp150 juta dan hal itu disanggupi Arif Budiman.

Untuk Mashudi diberi paket kegiatan pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai dengan  perkiraan pagu anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Syaratnya, komitmen fee Rp50 juta, dan Mashudi juga menyanggupinya.

Dalam perkara itu, Zul AS dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo Pasal 13 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, JPU juga mendakwa Zul AS menerima gratifikasi sebesar Rp3.940.203.152. Uang tersebut diterimanya dari pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemko Dumai.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, terdakwa menerima uang terkait pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Pemerintah Kota Dumai.

Atas hal itu, Zul AS disangkakan dalam Pasal 12B Jo Pasal 11 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.



Tags Korupsi