RRI jadi Corong FPI dan PKS?

Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya

Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menegaskan, jangan terlalu cepat menilai RRI menjadi corong Front Pembela Islam (FPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Penegasan itu disampaikan Jamil menanggapi pernyataan pengamat media penyiaran publik Sapta Pratala yang menilai RRI tidak netral dan menjadi corong PKS dan FPI.

Berdasarkan hasil kajian dan media monitoring yang dia lakukan terhadap pemberitaan RRI, Fraksi PKS DPR mendapat porsi pemberitaan sangat besar dibanding fraksi-fraksi lainnya.

Kemudian, setelah pembubaran FPI tanggal 30 Desember 2020, RRI melansir sejumlah berita yang berisi berbagai komentar dari masyarakat atas pembubaran FPI.

"Temuan itu seyogyanya tidak serta merta dijadikan dasar untuk menghakimi RRI. Untuk menyimpulkan RRI sebagai corong PKS dan FPI tentulah tidak cukup hanya mengacu pada jumlah berita yang disiarkan," kata Jamiluddin kepada Riaumandiri.co, Sabtu (15/5/2021).

Menurut pengajar Metode Penelitian Komunikasi itu, frekuensi berita PKS dan FPI yang tinggi, bisa saja karena pada periode tersebut banyak peristiwa dari dua lembaga itu yang memiliki nilai berita tinggi. Karen itu, wajar saja kalau RRI banyak menyiarkan PKS dan FPI.

"Jadi, frekuensi pemberitaan yang tinggi tidak serta merta RRI langsung divonis sudah menjadi corong PKS dan FPI. Perlu dilihat lebih jauh, apakah arah pemberitaannya positif, netral, atau negatif terhadap PKS dan FPI?" kata mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Sebagai media massa, jelas penulis buku Riset Kehumasan itu, RRI juga harus memperhatikan kaidah berita. Nilai berita, objektifitas, netralitas, dan berita seimbang (balance news) haruslah tetap menjadi acuan bagi RRI dalam mebuat berita.

"Sebagai media publik, RRI memang harus mengayomi semua elemen masyarakat. RRI harus mampu menjembatani semua elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Aspirasi itu bisa saja bernada memuji, mengeritik, atau netral. RRI yang dibiayai APBN haruslah mengakomodirnya," kata Jamil.

Karena itu, ulas Jamil, RRI tidak boleh seperti di zaman Orba, yang jelas-jelas menjadi corong pemerintah. Isi pemberitaannya hanya yang positif untuk memuji pemerintah.

Paradigma itu tentu sudah tidak sesuai di era reformasi. Di era ini, media publik seperti RRI, tidak diharamkan menyampaikan pemberitaan yang bernada kritik. Hal ini yang harusnya disadari pengelola RRI, pengambil kebijakan, dan pengamat.

Dia mencontohkan yang dilakukan media publik di berbagai negara. BBC di Inggris, VOA di Amerika, dan ABC di Australia, merupakan media publik yang kerap mengeritik pemerintahnya.

"Jadi, janganlah karena RRI memuat banyak memuat PKS dan FPI pada periode tertentu, lantas disimpulkan sudah menjadi corong dua lembaga tersebut. Berpikir seperti ini sangat bias dan menyesatkan," tegas Jamil.

"Biarkan RRI menjadi media publik yang sesungguhnya dengan tetap taat pada kaidah berita. Hanya dengan begitu RRI dapat menjelma menjadi media yang netral dan independen untuk melayani semua elemen masyarakat Indonesia," ulasnya.



Tags Nasional