Sesalkan Pencabutan SKB Tiga Menteri, KPAI: Jangan Paksa Siswi Pakai Jilbab

Sesalkan Pencabutan SKB Tiga Menteri, KPAI: Jangan Paksa Siswi Pakai Jilbab

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag) terkait seragam sekolah yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat. Hasilnya, MA resmi mencabut SKB tersebut.

Namun, keputusan MA itu rupanya disesalkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI menilai, SKB 3 menteri semestinya patut didukung untuk memperkuat nilai kebangsaan.

"Meskipun KPAI menghormati keputusan Majelis Hakim MA yang menangani perkara ini, namun KPAI menyayangkan keputusan majelis hakim atas uji materi yang membatalkan SKB 3 menteri ini pada tahun 2021," ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti kepada wartawan, Jumat (7/5/2021) dikutip dari Detik.com.


Adapun alasan KPAI mendukung SKB 3 menteri ini karena aturan ini dinilai sudah tepat, sebab peserta didik yang bersekolah di sekolah negeri berasal dari berbagai suku maupun agama yang berbeda. Menurutnya, sekolah tidak bisa mengatur penggunaan seragam sekolah berdasarkan agama tertentu.

"Bahwa penyelenggaran pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sudah seharusnya memperkuat nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan kesatuan, serta tempat menyemai keragaman. Sekolah negeri memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara," katanya.

Retno juga menilai seragam sekolah bagi peserta didik hingga tenaga kependidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah seharusnya menjunjung tinggi demokrasi dan tidak diskriminatif. Menurut Retno, pengaturan seragam ini harus sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Bahwa mendidik perilaku yang baik kepada anak-anak harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan didasarkan pada kesadaran dirinya, bukan atas dasar paksaan, termasuk mendidik mengenakan jilbab atau menutup aurat. Kesadaran dibangun melalui proses dialog memberikan pengetahuan, memberikan kebebasan memutuskan dan orang dewasa di sekitar anak memberikan contoh (role model)," jelasnya.

Selain itu, Retno mengatakan anak perempuan itu harus diberi kebebasan dalam menentukan pakaian yang akan dikenakan. Dan kebebasan itu, kata Retno, sudah diatur dalam SKB 3 menteri ini.

"Bahwa anak perempuan seharusnya diberikan kebebasan dalam menentukan apa yang dikenakan. Ketentuan dalam SKB 3 Menteri ini secara prinsip mengatur bahwa peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Dengan kata lain, hak untuk memakai atribut keagamaan merupakan wilayah individual. Individu yang dimaksud adalah guru, murid, dan orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut," tuturnya.

Alasan lainnya adalah SKB 3 menteri dinilai Retno sudah sesuai dengan HAM dan sejalan dengan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

"Artinya peserta didik maupun pendidik yang sudah mengenakan jilbab karena kesadaran dan keinginannya sendiri dapat menggunakan jilbab. Bagi yang belum siap mengenakan atau tidak bersedia mengenakan jilbab juga diperbolehkan," ucapnya.

Dia pun mencontohkan beberapa kasus yang kerap terjadi di lingkungan sekolah tentang pemakaian seragam. Kasus yang dia soroti adalah kasus siswi SMAN 1 Sragen dan kasus percobaan bunuh diri karena dibully akibat tidak berjilbab.

"Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, KPAI mendorong negara dalam hal ini Kemdikbudristek, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk terus mencari jalan lain demi melindungi anak-anak perempuan Indonesia dari pemaksaan maupun pelarangan mengenakan seragam sekolah, dan atribut kekhasan agama di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah," tutup Retno.