Zul AS Segera Disidangkan

Zul AS Segera Disidangkan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU--Tak lama lagi, Zulkifli Adnan Singkah alias Zul AS akan menjalani persidangan. Mantan Wali Kota Dumai itu dimungkinkan akan tetap berada di Jakarta dan menjalani proses sidang secara virtual.

Zulkifli AS merupakan pesakitan perkara dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBNP Tahun 2017 dan APBN 2018. Perkara itu ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Zulkifli AS diketahui menyandang status sebagai tersangka dalam perkara itu sejak Mei 2019. Ia juga telah dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Metro Jakarta Timur sejak 17 November 2020 silam.


Adapun alasan penahanan tersebut, untuk mempermudah proses penyidikan, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, melarikan diri, serta mengulangi perbuatan tindak pidana.

Ada dua perkara yang menjerat Zulkifli AS, yaitu tindak pidana korupsi terkait DAK dan penerimaan gratifikasi. Pada perkara ini, dia diduga memberi uang total sebesar Rp550 juta kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBNP Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai.

Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sedangkan pada perkara kedua, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan dia selaku Wako Dumai, dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.

Dalam proses penyidikan perkara, Zulkifli AS diketahui telah diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka. Selain itu, sejumlah saksi juga telah dimintai keterangan.

KPK juga pernah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Dumai. Adapun lokasi tersebut, di antaranya Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai, Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Dumai, dan rumah dinas Wako Dumai.

Tidak hanya itu, KPK juga pernah melakukan penggeledahan di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Dumai. Sementara dua lokasi lagi adalah kediaman pihak swasta, yaitu di rumah pengusaha di Jalan Hasanuddin Kota Dumai, dan rumah pengusaha di Jalan Diponegoro Kota Dumai.

Berkas perkaranya itu telah dinyatakan lengkap atau P-21 beberapa waktu lalu. Kewenangan penanganan perkara itu juga telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) 

"Senin (15/3) telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari Tim Penyidik kepada Tim JPU setelah berkas perkara penyidikan dimaksud telah dinyatakan lengkap (P-21)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis (25/3).

Setelah tahap II itu, Tim JPU kemudian menyiapkan rencana dakwaan, sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Rendak itu pun sudah rampung disusun.

"Kamis (25/3), JPU KPK melimpahkan berkas perkara terdakwa Zulkifli AS ke PN Tipikor Pekanbaru," lanjut Ali Fikri.

Dengan telah dilimpahkannya berkas perkara, kewenangan penahanan terhadap Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu juga beralih menjadi kewenangan pengadilan.

"Penahanan selanjutnya menjadi kewenangan PN Tipikor dan saat ini tempat penahanan yang bersangkutan tetap dititipkan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur," tutur pegawai KPK berlatar belakang Jaksa itu.

Dalam kesempatan itu, Ali menyebut kalau Tim JPU saat ini menunggu penetapan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara itu. Para hakim itu nantinya yang akan menetapkan jadwal sidang perdana.

"Selanjutnya menunggu penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan," kata Ali Fikri.

Zulkifli sendiri, sebut dia, didakwa dengan pasal berlapis. Yakni, dakwaan kesatu primair, Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Lalu, atau dakwaan kesatu subsidair, yakni, Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dan dakwaan kedua primair, Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Atau dakwaan kedua subsidair, yakni Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.***