AS dan Eropa Jatuhkan Sanksi terkait Pelanggaran HAM di Uighur, China Murka

AS dan Eropa Jatuhkan Sanksi terkait Pelanggaran HAM di Uighur, China Murka

RIAUMANDIRI.CO, BEIJING-China murka setelah Amerika Serikat, Uni Eropa, dan sejumlah negara Barat lainnya menjatuhkan sanksi atas Beijing karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia atas minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

Wakil Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, melontarkan amarahnya pada Selasa (23/3), tak lama setelah Uni Eropa, Inggris, dan Kanada menjatuhkan sanksi dengan memasukkan empat pejabat Xinjiang ke dalam daftar hitam.

Sebagaimana dilansir AFP, Qin Gang pun langsung memanggil kepala delegasi Uni Eropa untuk China untuk menyampaikan protesnya.


"Sanksi Uni Eropa atas China, berdasarkan kebohongan dan informasi salah soal Xinjiang, tidak sesuai dengan fakta, dan tak berdasarkan hukum, tidak dapat diterima," ujar Qin Gang setelah pertemuan itu.

Ia kemudian berkata, "China mendesak pihak Eropa untuk memahami keseriusan kesalahan ini, memperbaikinya, dan menghentikan konfrontasi demi menghindari kerusakan hubungan China-Uni Eropa."

Tak lama setelah itu, China langsung menyerang balik dengan melarang masuk sepulu pejabat Eropa, termasuk lima anggota Parlemen Eropa.

Sebelum rangkaian aksi Eropa ini, Amerika Serikat juga menjatuhkan beberapa sanksi terhadap sejumlah pejabat China, terakhir pada Senin (22/3).

Sementara itu, Selandia Baru dan Australia juga mendukung upaya penjatuhan sanksi negara-negara Barat tersebut. Namun, mereka tak menjatuhkan sanksi sendiri terhadap China.

Rangkaian sanksi ini dianggap sebagai keberhasilan Biden yang sejak awal menjabat langsung berupaya menggandeng sekutu-sekutunya untuk menekan China.

China sendiri selalu membantah dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang yang meliputi kerja paksa dan sterilisasi perempuan.

Beijing mengklaim bahwa mereka menampung para Uighur itu di kamp pelatihan yang bertujuan untuk memberikan edukasi lebih baik demi memberantas ekstremisme di Xinjiang.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan bahwa China "terus melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang."

Kementerian Luar Negeri Inggris pun menyatakan bahwa rangkaian sanksi ini merupakan "sinyal paling jelas untuk menunjukkan bahwa masyarakat internasional bersatu untuk mengecam pelanggaran HAM China di Xinjiang."