Terkait Penanganan Kerusuhan 21-23 Mei, Komnas HAM: Polri Langgar Prinsip HAM

Terkait Penanganan Kerusuhan 21-23 Mei, Komnas HAM: Polri Langgar Prinsip HAM

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan pelanggaran prinsip dan norma HAM dalam penanganan kerusuhan di Jakarta pada 21-23 Mei 2019. Polri dianggap melakukan perendahan harkat dan martabat masyarakat sipil dan anak-anak dalam menangani massa anarkistis.

Komnas HAM tak menerima alasan Polri yang menyebut anak buahnya kelelahan sehingga melakukan aksi brutal. Penilaian itu menjadi satu dari tujuh kesimpulan hasil kerja lima bulan Tim Pencari Fakta Peristiwa (TPFP) 21-23 Mei Komnas HAM.

Wakil Ketua TPFP Beka Ulung Hapsara menegaskan, ada dua kasus yang menunjukkan Polri melanggar HAM saat penanganan kerusuhan 21-23 Mei. Pertama, pembiaran terhadap personel Polri yang brutal dalam melakukan penyisiran dan penangkapan di beberapa titik aksi anarkistis.


Beka mengatakan, aksi para personel keamanan itu terekam dalam banyak video amatir dan profesional yang TPFP dapat selama proses investigasi. Seperti kasus di Kampung Bali, di kawasan Jalan Sabang, Jalan Kota Bambu Utara, dan saat aksi pembakaran pos penjagaan Brimob di Jalan KS Tubun.

"Tindakan anggota Polri sewenang-wenang dan merendahkan harkat serta martabat kemanusiaan terhadap warga dan masyararakat, juga terhadap anak-anak dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan," kata Beka di kantor Komnas HAM, Senin (28/10/2019).

Menurut dia, penggunaan kekuatan yang berlebihan itu tidak selaras dan bertentangan dengan UU HAM (39/1999). Pun, tindakan represif anggota kepolisian tersebut melanggar Perkapolri 8/2009 yang mengharuskan penegakan hak asasi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Kedua, kata Beka, terkait dengan kasus pembakaran asrama Brimob di Petamburan yang menyebabkan anggota Polri menyerang para pelaku. Polri, kata Beka, kerap menyatakan, tindakan represif para personelnya dalam penanganan aksi pembakaran karena kelelahan dan tak mampu menahan emosi.

"Alasan tersebut tidak bisa dibenarkan," ujar dia. TPFP mendesak Polri mengambil tindakan hukum terhadap personelnya, yang melakukan kekerasan terhadap warga tersebut.

Juli lalu, Polri mengumumkan telah menghukum 10 personel Brimob yang melakukan tindakan kekerasan dalam penanganan kerusuhan 21-23 Mei. Mereka akan ditahan selama 21 hari di satuan mereka masing- masing.

Sanksi tersebut juga belum berujung pada penonaktifan. "Kami tegas terhadap personel sendiri yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin," kata Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo.**