ICW Sebut Rakyat Hilang Kepercayaan pada Jokowi Jika Tak Teken Perpu KPK

ICW Sebut Rakyat Hilang Kepercayaan pada Jokowi Jika Tak Teken Perpu KPK

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK). ICW memaparkan sejumlah konsekuensi logis jika Jokowi tak mengeluarkan Perppu KPK, salah satunya masyarakat akan hilang kepercayaan kepada pemerintah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan Jokowi terpilih dengan memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres 2014 dan 2019. Kurnia menyatakan masyarakat tentu tak ingin Jokowi melakukan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Namun, kondisi saat ini justru terbalik, narasi penguatan yang selama ini didengungkan oleh Presiden seakan luput dari kebijakan pemerintah," kata Kurnia dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (8/10/2019).


Kurnia mengatakan konsekuensi lainnya jika Jokowi tak menerbitkan Perppu KPK antara lain, penindakan kasus korupsi akan melambat karena aturan-aturan dalam UU KPK yang baru disahkan.

"Nantinya berbagai tindakan projusticia akan dihambat karena harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas. Mulai dari penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan," ujarnya.

Kemudian, kata Kurnia, KPK tak lagi menjadi lembaga negara independen. Berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang baru tertulis, KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Menurut Kurnia, keberadaan pasal itu dalam aturan yang baru membuat status KPK tak lagi bersifat independen. Padahal sejak awal KPK diharapkan menjadi bagian dari rumpun kekuasaan ke empat, yakni lembaga negara independen dan terbebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Kurnia menyebut keputusan Jokowi jika tak mengeluarkan Perppu KPK akan menambah daftar panjang pelemahan lembaga antikorupsi itu.

Menurutnya, sepanjang lima tahun pemerintahan Jokowi, berbagai pelemahan terhadap KPK telah terjadi. Mulai dari penyerangan terhadap Novel Baswedan, pemilihan pimpinan KPK yang sarat akan persoalan, ditambah lagi pengesahan UU KPK.

"Bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla," tuturnya.

Kurnia menyatakan Jokowi juga akan dianggap sebagai presiden ingkar janji pada 'Nawa Cita'. Dalam poin ke-4 'Nawa Cita', Jokowi berjanji melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.

"Publik dengan mudah menganggap bahwa NawaCita ini hanya ilusi belaka saja jika Presiden tidak segera bertindak untuk menyelamatkan KPK," ujarnya.

Selanjutnya, Kurnia khawatir indeks persepsi korupsi akan menurun drastis jika Jokowi tak mengeluarkan Perppu KPK. Saat ini IPK Indonesia berada pada peringkat 89 dari total 180 negara dengan skor 38. Selama dua tahun sebelumnya IPK Indonesia stagnan di angka 37.

Kurnia juga menilai iklim investasi akan terhambat ketika Jokowi tak menerbitkan Perppu KPK. Padahal, kata dia, pemerintah saat ini sangat gencar menawarkan investasi luar negeri agar bisa membantu pembangunan berbagai proyek strategis di Indonesia.

"Jika KPK dilemahkan secara sistematis seperti ini, bagaimana mungkin Indonesia bisa memastikan para investor akan tertarik menanamkan modalnya di saat maraknya praktik korupsi," katanya.

Jokowi, lanjut Kurnia, juga akan dianggap mengabaikan amanat reformasi. Ia mengatakan bahwa salah satu amanat reformasi 1998 lalu adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini termaktub dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998.

Kurnia menyebut sikap Jokowi yang kukuh tak mau meneken Perppu KPK akan membuat citra Indonesia buruk di dunia internasional. Kurnia menyebut United Convention Against Corruption (UNCAC) telah mengeluarkan sikap terkait dengan pelemahan KPK.

Menurutnya, lembaga ini menilai bahwa UU KPK hasil revisi akan mengancam prinsip independensi KPK dan bertolak belakang dengan mandat dalam Pasal 6 jo Pasal 36 UNCAC.

"Setidaknya lebih dari 90 organisasi dunia menyoroti persoalan pelemahan KPK. Tentu berdampak buruk bagi citra pemerintah yang selama ini selalu menggaungkan tata kelola pemerintah yang bersih dari korupsi," katanya.

Terakhir, kata Kurnia, Jokowi yang tak menerbitkan Perppu KPK akan menghambat pencapaian program pemerintah.

Ia menyebut kejahatan korupsi menyasar berbagai sektor strategis di Indonesia, mulai dari pangan, infrastruktur, energi dan sumber daya alam, pendidikan, pajak, kesehatan, dan berbagai sektor lainnya.

"Dengan kondisi seperti ini harusnya pemerintah memikirkan tentang penguatan KPK, agar setiap penyelenggaraan program tersebut dapat diikuti dengan penindakan jika ada pihak-pihak yang ingin menyelewengkan dana yang pada akhirnya akan berakibat menghambat berbagai capaian penting," ujarnya.