IKA FAPERIKA TAJA JKB #3

Ini Solusi Konkret Unri dan Alumni Soal Kabut Asap

Ini Solusi Konkret Unri dan Alumni Soal Kabut Asap

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Asap di Riau terjadi menahun. Tapi anehnya, 3 tahun lalu, 2016-2018 asap tak muncul. Namun di 2019 ini kembali Riau didera persoalan asap yang berat. Sekolah bahkan libur. Kerugian bisa mencapai triliunan rupiah. 

Paham ini masalah krusial, Ikatan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Faperika) Unri, lewat program JOm Kita Bisa (Bincang santai), mengangkat tema "Ada Apa dengan Asap: Alumni Beri Solusi", di sesi pertemuan ke 3 (JKB #3), yang rutin diadakan 2 pekan sekali di JOm Ngopi Kopi Sedap, Jalan Adi Sucipto Pekanbaru.

Bincang santai tapi berisi ini, dilaksanakan, Rabu (25/9/2019). Narasumber yang hadir hebat-hebat, yakni Wakil Rektor 3 Unri Prof Dr Iwantono MPhil, pakar lingkungan dan gambut yang juga dosen Ir Makruf Siregar MSi dan alumni Faperika Unri yang punya segudang temuan/hasil penelitian Dr Wan Sopyan Hadi MT.


Diskusi sore, pukul 16.25 Wib hingga 18.16 Wib itu sangat hidup. Selain para pakar lingkungan, audiens yang hadir juga dari kalangan mahasiswa, tokoh masyarakat, LAMR, dan para awak media cetak, elektronik dan online. Karena persoalan asap sudah jadi momok bersama, JKB #3 ini seperti jadi saluran yang pas untuk mendiskusikan unek-unek. 

Walau sedikit seru, tapi jalannya diskusi tetap santai. Apalagi ada Ketua IKA Faperika Unri Baikal SPi MSi, dan dipandu moderator Khairul Amri SPi, membuat JKB #3 semakin hidup dan bersemangat. 

Menurut WR 3 Unri Prof Iwantono, terkait asap Unri sudah berbuat. Salah satunya, membentuk satgas peduli bencana. Kemudian, ada penelitian tentang tata kelola lahan gambut dan juga melakukan aksi sosial langsung ke masyarkat. 

"Kita, sejak 2012 lalu sudah aktif terlibat dalam masalah asap di Riau. Karena 2016-2018 lalu tak lagi ada asap, barulah di 2019 ini kembali kita aktifkan satgas peduli bencana ini. Anggotanya para mahasiswa yang sudah kita latih. Termasuk juga membantu di lapangan, dengan cara penetapan hasil penelitian di lahan gambut. Bahkan, para mahasiswa yang KKN atau praktik lapang ke masyarakat, pun selalu memberi edukasi agar tidak membakar lahan dan hutan. Unri siap ambil bagian bersama pemerintah dan alumni untuk penanganan Karhutla ini," kata dia. 

Sementara menurut Makruf Siregar, ada tiga langkah tepat dan konkret untuk menghilangkan masalah asap di Riau. 1) rewetting, tetap memastikan lahan gambut itu badah, 2) revegetasi, tanami lahan gambut itu dengan tanaman ramah gambut, seperti pinang dan nenas, dan 3) berdayakan masyarakat di sekitar lahan gambut itu. Ajak juga mereka untuk sama-sama memelihara lahan gambut tersebut.

"Minimal 40 cm air di lahan gambut itu harus ada terus. Tak boleh kering air di lahan ini. Rewetting atau tetap basah, itu pasti tak akan membuat gambut kering dan mudah terbakar. Dan, masyarakat di sekitar lahan ini, ya wajib di sadarkan dan diberdayakan. Selagi mereka tak berdaya alias miskin-miskin, jangan harap tak ada kebakaran lahan gambut. Mau makan apa mereka. Kalau mau asap selesai, itu tiga langkahnya: rewetting, revegetasi dan pemberdayaan masyarakat," jelas Makruf.

Sementara Dr Sopyan Hadi, secara mencengangkan semua audiens, mengekspos beberapa temuannya yang bisa dipakai untuk pencegahan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di Riau. Misalnya ada temuan pesawat mini tanpa awak, yang bisa dipakai untuk monitoring lahan pada radius sangat luas. Sopyan pernah menggunakan pesawat itu untuk memantau kawan Cagar Booster yang begitu luas. Cukup dipantau di satu ruangan saja, jelajah pesawat ini bisa jelas terlihat di monitor. Dengan begitu, lahan gambut busa rutin dipantau dari udara, dan tidak ribut pas begitu terbakar. 

Sopyan juga menujukkan hasil temuan terbarunya, yakni ekstrak campuran untuk air semprotan mobil pemadam kebakaran. "Ekstrak batang pisang. Namanya belum ada. Tapi, dengan campuran ekstrak ini, air semprotan pemadam itu akan jauh berkualitas. Air ini bisa cepat mematikan api di lahan gambut yang terbakar dan cepat pula mendinginkan lahan bekas terbakar. Dengan begitu, pemadam api tak perlu berlama lagi dan tak perlu menguras tenaga di lapangan," kata Sopyan memberi penjelasan.

Namun, ia sadar bahwa temuannya itu belum bisa diproduksi massal. "Selama ini saya masih mengerjakan ini secara mandiri. Masih dengan modal sendiri dan terbatas," ujar Sopyan, sambil memutar video dirinya bersama para pemadam karhutla, beberapa waktu lalu ikut memadamkan api dan mendinginkan lahan bekas karhutla. Ia pun punya harapan besar pada JKB dan Unri, juga pemerintah agar bisa bersama-sama menjadikan temuan itu sebagai salah satu cara untuk bebas dari bencana asap.

Gayung pun bersambut. WR 3 Unri Prof Iwantono berjanji akan segera membawa hasil temuan alumni ini ke kampus. Menurutnya, karya alumni seperti inilah yang selama ini ditunggu-tunggu. Dalam waktu dekat, pihak Unri akan adakan kuliah umum yang besar untuk mendengar ekspos temuan ini. Dan, rencana WR 3 ini didukung pula oleh rekan-rekan BEM Faperika Unri yang hadir di JKB #3 kemarin. Iwantono yakin, jika kampus dan alumni bersama-sama bergerak pasti masalah asap dan masalah lain di Riau akan bisa diselesaikan.

Melihat antusias ini, Ketua IKA Faperika Unri Baikal, pun merasa sangat senang. Menurut dia, JKB ini adalah wadah alumni Unri, buka saja alumni Faperika, untuk berkumpul dan berdiskusi. Ia berharap, lewat JKB, yang sudah 3 kali mengadakan pertemuan, akan lahir ide dan pemikiran cemerlang untuk memajukan almamater Unri dan tentunya juga Provinsi Riau. Inilah salah satu peran alumni Unri, dan diharapkan semua pihak bisa mendukungnya.