Setya Novanto Bisa Pelesiran, Kredibilitas Kemenkum HAM Dipertanyakan

Setya Novanto Bisa Pelesiran, Kredibilitas Kemenkum HAM Dipertanyakan

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Narapidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto kembali jadi sorotan karena tepergok di sebuah toko bangunan di wilayah Padalarang, Jawa Barat. Gara-gara kasus ini, kredibilitas Kemenkum HAM dipertanyakan.

ICW menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami wajib bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Dia menyebut ada persoalan serius dalam pengelolaan dan pengawasan lapas.

"Kejadian Setya Novanto yang diketahui pelesiran semakin menegaskan bahwa ada persoalan serius dalam pengelolaan serta pengawasan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia. Tentu karena lapas berada di wilayah kerja Kementerian Hukum dan HAM maka Menteri Yasonna Laoly dan Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami wajib ambil tanggung jawab atas peristiwa ini," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Sabtu (15/6/2019).


Kurnia kemudian mengungkit lagi soal kasus suap yang menjerat eks Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen. Menurutnya, peristiwa Novanto pelesiran ke toko bangunan ini membuat Kemenkum HAM seperti terlihat tidak menghargai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap kasus suap Wahid Husen.

"Lagipun belum lekang di ingatan publik ketika KPK melakukan tangkap tangan di Lapas Sukamiskin beberapa waktu lalu, atas kejadian ini seakan Kemenkum HAM hanya menganggap tindakan KPK sebagai angin lalu saja tanpa adanya perbaikan yang serius," kritiknya.

Kurnia meyakini bahwa publik akan bertanya-tanya seberapa besar keseriusan pemerintah dalam memberikan efek jera bagi para koruptor terkait kasus Setya Novanto ini.

"Jika pengelolaan lapas masih terus menerus seperti ini maka kinerja kepolisian, Kejaksaan, serta KPK dalam menangani perkara korupsi akan menjadi sia-sia saja," imbuhnya.

KPK kemudian ikut angkat bicara. KPK menghargai Setya Novanto langsung dipindahkan dari Lapas Sukamiskin ke Rutan Gunung Sindur setelah kasus ini terjadi. Namun KPK mengingatkan juga soal kredibilitas Kemenkum HAM.

"KPK menghargai pemindahan napi tersebut. Namun memang dengan berulangnya publik melihat ada narapidana yang berada di luar Lapas, hal tersebut tentu akan berisiko bagi kredibilitas Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Ditjen PAS yang memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab agar Lapas dikelola dengan baik," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Febri mengatakan, KPK mengingatkan agar Ditjen Pas tetap berupaya menjalankan rencana aksi perbaikan pengelolaan Lapas yang sudah pernah disusun dan dikoordinasikan dengan KPK. Ini penting agar publik tahu bahwa selama ini memang ada upaya melakukan perbaikan.

"Kami harap Ditjen Pas juga dapat mengimplementasikan apa yang pernah disampaikan sebelumnya tentang rencana penempatan terpidana korupsi di Nusakambangan. Atau setidaknya tahapan menuju ke sana perlu disampaikan ke publik agar masyarakat memahami bahwa upaya perbaikan sedang dilakukan," ujarnya.

"Jika masyarakat masih menemukan adanya narapidana yang berada di luar, hal tersebut akan menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, khususnya penyelenggaraan Lapas," sambungnya.

Pimpinan KPK Saut Situmorang juga berpendapat senada. Dia mempertanyakan bagaimana pengawasan terhadap sosok besar seperti Setya Novanto justru longgar.

"Kok bisa jalan-jalan gitu ya? Wah tidak adil itu namanya. Kok bisa seperti itu, seperti apa ya pengawasannya," kata Saut saat dihubungi detikcom, Sabtu (15/6). "Bisa dipahami bila SOP (standar operasional prosedur) keluar rumah binaan tidak dipatuhi ya potensi ada yang menggunakan kesempatan," sambungnya.

Saut berharap Novanto tetap ditahan di Gunung Sindur hingga masa penahanan selesai. Saut meminta agar kasus ini ditangani tuntas, agar terang benderang bagaimana Setya Novanto bisa bebas pelesiran di toko bangunan.

"Ya sudah kalau begitu yang bersangkutan di Gunung Sindur-in aja sampai selesai masa tahanan biar nggak buat macam penilaian pada criminal justice system NKRI kita," ujarnya.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jawa Barat Liberti Sitinjak telah menjelaskan, Setya Novanto memang berada di luar Lapas Sukamiskin dan dirawat di rumah sakit Santosa Bandung sejak tanggal 12 Juni 2019. Novanto dijadwalkan pulang pada Jumat (14/6).

"Nah hari Jumat menurut dokternya sudah bisa pulang. Lalu petugas pengawal telepon ke kantor untuk dijemput," ucap Liberti saat dikonfirmasi, Sabtu (15/6).

Sekitar pukul 13.45 WIB, lanjut Liberti, Novanto meminta izin kepada petugas pengawal untuk ke lantai dasar untuk membayar administrasi perawatan. Novanto dirawat di lantai 8 rumah sakit tersebut. 

Petugas menurut Liberti mempersilakan lantaran percaya terhadap Novanto. Saat Novanto minta izin, koruptor proyek e-KTP itu menggunakan kursi roda didampingi istri. Apalagi barang-barang Novanto juga masih ada di kamar.

Petugas pengawal lantas menunggu di ruang perawatan Novanto. Namun, sudah sampai sekian jam lamanya Novanto tak kunjung kembali ke ruang perawatan. 

"Saat dicek ke bawah ternyata enggak ada. Dia (pengawal) tunggu-tunggu, baru masuk atau kembali lagi pukul 17.45 WIB," kata Liberti. 

Sekembalinya ke rumah sakit, Novanto lantas dibawa ke Lapas Sukamiskin. Saat itu juga, Novanto dan pengawal diperiksa lantaran ditemukan kabar pelesiran ke Padalarang. Liberti lantas mengambil tindakan dengan memindahkan Novanto ke Rutan Gunung Sindur. 

"Ini ada kelalaian, anak buah kita terlalu percaya. Saya minta maaf kepada publik. Anak buah saya belum menjalankan SOP dengan baik," jelas Liberti. Atas kasus ini, Novanto kemudian dipindah ke Rutan Gunung Sindur di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Novanto ditempatkan di sel isolasi dan masih diperiksa. 



Tags SETNOV