Teknologi Modifikasi Cuaca Berhasil Redam Hotspot di Riau

Teknologi Modifikasi Cuaca Berhasil Redam Hotspot di Riau

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Operasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau melalui teknologi modifikasi cuaca hingga kini masih berlanjut. Pada 31 Maret, jumlah hotspot hasil monitoring MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dan SPNN (Suomi National Pollar-Orbiting Partnership Satellite) sudah berkurang hingga dua titik api.

“Jumlah hotspot sudah berkurang secara signifikan, dan curah hujan terjadi secara merata di seluruh wilayah Provinsi Riau,” ujar Tri Handoko Seto, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BB TMC-BPPT) di Jakarta, melalui keterangan tertulis yang diterima Riaumandiri.co, Jumat (5/4/2019).

Hasil pantauan satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) pada 30 Maret 2019 dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB (31 Maret 2019), hujan hampir merata terjadi di seluruh wilayah Provinsi Riau bervariasi ringan hingga lebat dengan curah hujan terbesar terjadi di Riau bagian utara.


Penyemaian di udara.

Sementara jumlah hotspot yang termonitor dari MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dan SPNN (Suomi National Pollar-Orbiting Partnership Satellite) pada 31 Maret 2019 pukul 06.00 terpantau nol dan pukul 16.00 terpantau di dua titik saja.

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Riau telah dilaksanakan sejak 26 Februari 2019. Kegiatan TMC bertujuan untuk menanggulangi bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau.

Menurut Tri Handoko Seto, target TMC mengacu pada beberapa parameter seperti curah hujan, jumlah titik api, hingga tingkat kebasahan lahan.

Pesawat TMC.

“Kegiatan TMC akan selesai jika kondisi beberapa parameter terkait karhutla sudah dinilai dalam kondisi aman. Pada beberapa kegiatan sebelumnya, TMC biasanya berakhir pada waktu menjelang puncak musim hujan di wilayah target,” paparnya.

Menurut Sutrisno, Kepala Bidang Pelayanan Teknologi BB-TMC, metode TMC untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan yaitu melakukan penyemaian awan untuk memaksimalkan pembasahan lahan di wilayah target. Melalui penyemaian awan yang dilakukan, lanjutnya, bahan semai yang disebar ke dalam awan akan mempercepat proses fisis awan sehingga dapat memaksimalkan potensi awan yang ada menjadi hujan.

“Hujan yang turun ke permukaan akan membasahi lahan di wilayah Provinsi Riau sehingga mampu membantu pemadaman titik api. Kondisi lahan yang terjaga tingkat kebasahannya juga akan menekan potensi kemunculan titik api baru maupun penyebarannya,” ujarnya.

Sementara untuk mitigasi bencana asap akibat karhutla, kata Sutrisno, dengan melakukan pembasahan lahan sehingga dapat menekan jumlah titik api. Pembasahan lahan melalui hujan juga dapat mereduksi potensi penyebaran kebakaran yang telah terjadi, terutama pada lahan gambut.

“Dengan mengacu pada kasus kebakaran hutan dan lahan, maka wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang tinggi yang menjadi fokus operasi TMC selama ini,” ujarnya.

Lebih dari satu bulan (26-31 Maret 2019), BBTMC-BPPT telah dilakukan penerbangan penyemaian awan di wilayah Provinsi Riau sebanyak 42 misi penyemaian dengan pemakaian bahan semai sebanyak 33.200 kg.

“Penerbangan penyemaian awan akan dilakukan dengan prioritas pembasahan lahan di wilayah yang terdeteksi konsentrasi titik api. Selain itu, pertimbangan keberadaan awan potensial juga menjadi syarat penyemaian awan,” ujarnya.

Bahan yang diperlukan untuk melakukan penyemaian awan yaitu bahan semai berupa garam higroskopis. Partikel garam tersebut dibawa ke udara dengan menggunakan pesawat untuk kemudian disebar ke dalam awan potensial untuk mempercepat prosesnya menjadi hujan.

Operasi TMC di Riau awal tahun ini menggunakan pesawat CASA A-2107 milik TNI-AU. 

”Kendala terbesar operasional TMC adalah masalah pesawat. Dua pesawat milik BBTMC saat ini masih dalam tahap perbaikan sehingga harus meminta dukungan pesawat dari TNI AU,” ungkap Sutrisno.

Diketahui Provinsi Riau merupakan wilayah yang secara historis rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan. Sebaran titik api terpantau di sepanjang pesisir timur seperti Kab. Rokan Hilir, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Indragiri Hilir, Kep. Meranti dan Kota Dumai. 

“Pada beberapa hari sebelumnya, kondisi titik api di Provinsi Riau juga lebih banyak terkonsentrasi di wilayah-wilayah tersebut,” ujarnya.

Pantauan pada 24-27 Maret, jumlah titik api di atas 80 persen lebih banyak terdeteksi di Kab. Kepulauan Meranti, Kota Dumai dan Bengkalis.