Dijanjikan Kerja Kafe, Ternyata Jadi PSK

Aksi Perdagangan Perempuan Terkuak

Aksi Perdagangan Perempuan Terkuak

PEKANBARU (HR)-Untuk kesekian kalinya, aksi perdagangan perempuan di Bumi Lancang Kuning, kembali terkuak. Kali ini, yang menjadi korbannya adalah delapan orang wanita muda yang berasal dari Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
 
Untuk menjebak para korban, para pelaku menjanjikan mereka bekerja di kafe. Namun kenyataannya, mereka dipaksa menjadi pekerja seks komersial.

Hal itu diungkapkan Kapolresta Pekanbaru, Kombes Pol Robert Haryanto Watratan didampingi Kapolsek Senapelan Kompol Melky Bharata, dalam konferensi pers di Mapolresta Pekanbaru, Rabu (11/3).

Dikatakan Kapolresta, dalam kasus ini pihaknya telah menetapkan dua tersangka, yakni Ps (40) dan Rm (22). Sedangkan para gadis muda yang menjadi korban aksi perdagangan perempuan itu berjumlah delapan orang. Mereka adalah Ss (16), Sw (16), Aa (18), Sn (20), Ry (20), Ef (18), Sw (34) dan Rn (32).

Lebih lanjut, Robert Haryanto mengungkapkan, terkuaknya aksi perdagangan manusia itu berawal ketika dua orang gadis muda yang sempat disekap di kafe atau bar milik PS, berhasil melarikan diri dan melapor ke Kepolisian setempat. Sebelum kabur, keduanya dipaksa Ps menjadi wanita pemuas nafsu pria hidung belang di kafe miliknya yang berada di Maridan, Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenanyan Raya, Pekanbaru.

Mendapat laporan itu, petugas pun langsung bergerak menuju kafe milik Ps dan langsung mengamankannya. Bersama Ps, petugas juga mengamankan Rm (22) yang diketahui sebagai pacar Ps. Sepak terjang keduanya selama ini sudah dikenal sebagai mucikari.
"Pemilik kafe langsung kita amankan. Selama ini ia dikenal sebagai mucikari," terangnya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka, terungkap bahwa modus yang mereka gunakan adalah dengan mengiming-imigi para korban dengan pekerjaan sebagai pramusaji. Namun setelah berada di kafe miliknya, para perempuan muda itu dipaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK). Para perempuan muda itu didatangkan dari Serang, Kabupaten Banten.

Diterangkan Robert, selama berada kafe milik Ps dan Rm, para wanita muda itu dipaksa melayani tamu untuk bersetubuh. Sedangkan uang yang didapat dari perbuatan itu, digunakan untuk membayar dana dan ongkos yang telah dikeluarkan Ps dan RM saat membawa dari Serang menuju Pekanbaru.
 
"Adapun rincian utang yang harus mereka bayar, Biaya transportasi berupa tiket pesawat Jakarta-Pekanbaru, biaya sewa kamar, biaya makan dan biaya laundri," terang Kapolresta.

Taktik licik ini dilakukan tersangka sebagai jaminan agar para korban tidak berusaha kabur. Selain itu seluruh handphone milik korban turut disita kedua tersangka. Namun yang tidak manusiasi, saat jam operasional kafe sudah tutup, para perempuan itu dimasukkan ke dalam rumah dan dikunci dari luar oleh kedua tersangka.

Diburu ke Banten
Ditambahkan Kompol Meilky Bharata, hingga saat ini proses penyelidikan terhadap jaringan sindikat perdagangan perempuan itu masih berlanjut.

"Kita masih  melakukan pengejaran terhadap perekrutan yang beroperasi di wilayah Banten. Kita juga memeriksa orangtua korban yang masih anak-anak serta berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk pengamanan sementara para saksi korban," terangnya.

Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 pasal 2 dan pasal 12, tentang Perdagangan Orang dan pasal 83 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Layani Tamu
Sementara itu Ss, salah seorang korban, mengaku awalnya dirinya dijanjikan akan bekerja sebagai pelayan kafe di Pekanbaru. Dari kampung halamannya di Lampung, perempuan muda ini datang dengan menggunakan bus. Begitu sampai di Pekanbaru, ia langsung dibawa ke kafe milik PS di Maridan. Di tempat itu, selain bekerja sebagai pelayan kafe, ia juga dipaksa melayani nafsu para tamu.

"Sampai di lokasi selain sebagai pelayan kami juga disuruh ngamar sama tamu," tuturnya merunduk.

Ia mengaku pada awalnya sempat merasa curiga. Pasalnya, begitu sampai di kafe itu, ia dan perempuan lain telah dinyatakan terutang ongkos perjalanan dari kampungnya hingga sampai ke Pekanbaru.

"Kami dibilang harus membayar utang ongkos perjalanan dan pembayaran sewa kamar, makan dan air. Ya terpaksalah nurut bang, Tapi pas utang saya lunas, saya malah tak dikasih pulang, katanya harus sesuai kontrak baru bisa pulang," ungkapnya. (nom)