Hukum Salat Gerhana Setelah Salat Subuh

Hukum Salat Gerhana Setelah Salat Subuh

RIAUMANDIRI.CO - LANGIT Indonesia akan dihiasi dengan fenomena alam gerhana bulan terlama pada Sabtu (28/7/2018) dini hari hingga menjelang fajar. Umat muslim dianjurkan melaksanakan salat sunah gerhana bulan. 

Lantas bolehkah mengerjakan salat gerhana setelah salat subuh?

Sebagaimana dilansir situs resmi Nu.or.id, Rasulullah SAW melarang sahabatnya untuk salat di tiga waktu, salah satunya adalah salat setelah salat Subuh. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.


“Seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Uqbah bin Amir RA, ia berkata, “Terdapat tiga waktu di mana Rasulullah SAW melarang kami salat atau memakamkan jenazah kami di dalamnya, yaitu ketika matahari terbit hingga naik, ketika unta berdiri (waktu istiwa karena panas) hingga matahari sedikit miring, dan ketika matahari miring hingga terbenam,” demikian arti hadits tersebut.

Dari hadits ini dan sejumlah hadits lain, ulama Mazhab Syafi'i menyimpulkan agama melarang salat pada lima waktu, salah satunya adalah salat setelah salat Subuh hingga matahari terbit.

“Lima waktu yang tidak [boleh] salat di dalamnya kecuali salat karena sebab tertentu) bisa jadi karena sebab terdahulu seperti salat yang luput atau sebab yang sedang berlangsung seperti salat gerhana dan istisqa. Waktu pertama dari lima waktu tersebut adalah salat yang tidak ada sebabnya bila dilakukan (setelah salat subuh) dan kemakruhan itu terus berlangsung (hingga terbit matahari),” demikian bunyi hadits tersebut.

Sementara Islam juga menganjurkan mengerjakan salat sunnah ketika terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan. Salat sunah gerhana matahari dan bulan dianjurkan sebagaimana firman Allah SWT pada Surat Fushshilat ayat 37.

Lalu bagaimana dengan gerhana bulan yang terjadi dini hari hingga pagi hari setelah Subuh? Apakah tetap dianjurkan shalat sunah gerhana setelah Subuh sementara dua dalil ini bertentangan?

Madzhab Syafi’i memahami larangan salat pada tiga waktu sebagaimana riwayat Imam Muslim sebagai salat sunah mutlak, tanpa sebab. Sedangkan salat sunah yang didahului oleh sebab tertentu baik sebab terdahulu seperti salat yang luput maupun sebab yang sedang berlangsung sebagai keterangan Al-Baijuri yang memiliki arti:

“(Seperti salat yang luput) yaitu contoh salat yang memiliki sebab terdahulu karena sebab salat yang luput waktunya telah lalu baik salat yang luput itu salat wajib atau salat sunah. Rasulullah SAW pernah salat dua rakaat setelah Ashar. Rasulullah mengatakan, “dua rakaat [yang dikerjakan setelah Ashar] ini adalah ba’diyah Zuhur...’ (atau sebab yang berbarengan) dengan salat atau waktu yang berbeda dengan yang lalu, tetapi sebab yang berbarengan dengan waktu itu sudah jelas seperti gerhana matahari yang terjadi di waktu makruh untuk salat.”

Dari hadits tersebut dapat dipahami salat sunah gerhana tetap dianjurkan meskipun dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang karena salat sunah gerhana adalah salat sunah yang dilakukan karena sebab gerhana, bukan salat sunah mutlak tanpa sebab. Sedangkan salat sunah mutlak, yaitu salat sunah tanpa sebab, dilarang pada waktu-waktu yang sudah ditentukan sebagaimana riwayat Imam Muslim.