Terkait Kasus Komjen BG

KPK-MA Bahas Rencana PK

KPK-MA Bahas Rencana PK

JAKARTA (HR)-KPK tampaknya belum sepenuhnya menyerah terkait proses hukum kasus dugaan rekening gendut Komjen Budi Gunawan. Hal itu setelah ada pembicaraan antara lima pimpinan lembaga antirasuah itu dengan Ketua Mahkamah Agung RI, Hatta Ali, Jumat (6/3).

Pertemuan itu cukup menarik, karena salah satu yang dibahas dalam pertemuan itu adalah terkait rencana KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, banyak kalangan juga meminta KPK segera mengajukan PK ke Mahkamah Agung, dibanding harus melimpahkan kasus Komjen BG ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Pasalnya, pelimpahan kasus itu dinilai sebagai bentuk dari kekalahan terhadap upaya melawan korupsi di Tanah Air.

Lima pimpinan KPK yang hadir dalam pertemuan itu Plt Ketua Taufiequrachman Ruki dan para wakil pimpinan, Johan Budi, Indriyanto Seno Adji, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Selain Hatta Ali, pertemuan itu juga dihadiri beberapa petinggi MA.

Terkait pertemuan, Kepala Humas MA, Ridwan Mansyur membenarkan adanya pembahasan tentang pengajuan PK tersebut. "Ya, ada (bahas PK), tapi tidak spesifik menjurus ke mana, hanya gambaran umum saja," terangnya.

Sementara itu, Plt pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menjelaskan, pertemuan dengan Ketua MA membahas banyak hal. Apalagi, MA adalah lembaga peradilan tertinggi yang menjadi tujuan untuk mencari kebenaran keadilan.

"Pimpinan KPK dan Plt hanya cortessy call pada pimpinan MA. Tidak lain karena kita menyadari bahwa sebagai lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi, MA tidak dalam otoritas diskusi atau memberi arahan tentang teknis hukum yang akhir-akhir ini jadi permasalahaan," ujarnya.

Masih Pro-Kontra
Hingga saat ini, putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan, masih menuai pro dan kontra. KPK terus didorong untuk mengajukan kasasi ke ke Mahkamah Agung atas putusan yang dikeluarkan di PN Jakarta Selatan tersebut.

Menurut kajian dari Masyarakat Pemantau Peradilan (Mappi), upaya kasasi untuk kasus praperadilan tetap bisa dilakukan.

"Apabila dikaitkan antara filosofis serta historis dari fungsi kasasi, maka sebenarnya putusan praperadilan Budi Gunawan dapat dikoreksi atau setidaknya ditinjau ulang oleh Mahkamah Agung melalui mekanisme kasasi," kata peneliti Mappi, Evandri G Pantouw.

Dikatakan, Pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang dipertegas dengan SEMA Nomor 8 Tahun 2011 menghalangi dilakukannya upaya hukum kasasi atas putusan praperadilan. Namun demikian, merujuk pada pidato mantan Ketua MA Bagir Manan dalam lokakarya alumni pelatihan penegakan hukum lingkungan hidup tahun 2005, upaya kasasi tersebut dapat dilakukan.

"MA tegaskan tak akan tutup upaya kasasi terhadap putusan praperadilan. Tidak perlu mengeluarkan aturan khusus misalnya dalam bentuk Peraturan MA mengenai dibukanya pintu kasasi bagi putusan praperadilan," kata Evandri menirukan ucapan Bagir Manan kala itu.

"Karena kalau MA mengatur, aturan itu akan bertentangan dengan undang-undang. Sehingga lebih baik melalui putusan MA, karena akan melahirkan suatu hukum, jelas itu lebih tepat," ucapnya melanjutkan ucapan Bagir.

Dengan begitu, meski UU MA menghalangi, tetapi dengan peran Mahkamah Agung sebagai judicial law making, maka penerobosan atas ketentuan UU MA dapat diperkenankan. Peran judicial lawmaking ini sangat penting dalam menjamin kepastian hukum dan pengembangannya.

Selain itu, Evandri menjelaskan, sebenarnya upaya hukum kasasi atas putusan praperadilan jugabtelah diperkuat dengan adanya yurispridensi atas putusan PN Jaksel dalam perkara Ginanjar Kartasasmita. Kemudian dalam praperadilan kasus Chevron, MA juga turun langsung merubah praperadilan yang dibuat oleh pengadilan tingkat bawah.

"Dengan demikian, merupakan suatu kewajiban bagi MA untuk turun tangan bilamana terdapat kesalahan serius yang dilakukan oleh pengadilan lebih rendah, salah satunya melalui putusan kasasi," tutupnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)